Dilahirkan pada tahun 28 sebelum Hijriah. Nama sebenarnya az-Zubair bin ‘Aw-wam bin Khuwailid al-Qursy al-Asady. Biasa dipanggil Abu Abdullah. Beliau bergelar Hawwaari Rasulullah (pengikut Rasul). Nasabnya bertemu dengan nasab Rasulullah di kakeknya, Qushai. Khodijah, istri Rasulullah sekaligus Ummul mukminin, adalah bibinya.
Ibunya bernama Shofiah binti Abdul Mutholib. Suatu ketika ibunya sedang memukulinya. Tiba-tiba ada seorang laki-laki dari saudaranya lewat. Melihat kejadian itu, saudaranya itu mencela perbuatan itu. Tapi apa jawaban ibunya; “Aku pukul dia agar kelak menjadi pendorong tentara.” Setelah tumbuh dewasa, ternyata apa yang dikatakan ibunya itu betul-betul terwujud. Beliau menjadi seorang satria yang gagah berani.
Menikah dengan Asma’ binti Abu Bakar yang digelari Dzat natiqoain. Dari perkawinanya, lahirlah Abdullah bin Az-Zubair (salah seorang amirul mukminin) dan ‘Urwah bin az-Zubair (salah seorang ahli fiqh tujuh yang ada di Madinah).
Kebanyakan putra beliau dinamai dengan nama para syuhada. Mereka itu al-Mundhir, ‘Urwah, Hamzah, Ja’far, Abdullah, Mush’ab dan Kholid.
Kholifah Umar bin Khottob menunjuk beliau diantara enam orang yang lain untuk melakukan musyarawah mengenai pergantian kekhalifahan setelahnya. Pilihan Umar menunjuk az-Zubair dalam musyawarah itu sangat tepat. Sebab beliau diantara orang-orang yang banyak berjasa dalam menyebarkan ajaran Islam.
Dalam sejarah kehadiran Islam di tengah-tengah masyarakat Arab, beliau termasuk 7 orang pertama yang meyakini kebenaran ajaran Islam. Atau dikenal dengan istilah ‘as-sab’ah al-awaail fil Islam’. Seperti pengikut Islam yang lain, beliau juga banyak mengalami banyak siksaan dari orang-orang membenci Islam. Siksaan itu justru datang dari pamannya sendiri. Suatu ketika pamanya memaksa beliau untuk duduk di alas duduk (terbuat dari daun-daun). Dibakarnya alas duduk itu hingga tubuhnya terbakar. Meski demikian beliau tetap berkata; “Saya tidak akan keluar dari Islam sampai kapanpun. Beliau termasuk salah seorang dari 10 orang yang dikabarkan masuk surga sebagaimana yang disabdakan Rasulullah. Di dadanya terdapat bekas luka-luka tusukan dan lempar panah.
Pada waktu terjadi perang Hunain, beliau berhasil memecah kekuatan Malik bin ‘Auf, ketua kaum Hawazan dan pimpinan tentara musyrik. Hingga akhirnya kekuta mereka bercerai-berai dan dapat dilumpuhkan.
Mengenai pribadinya, Rasulullah pernah berkata; “Tholhah dan az-Zubair tetanggaku di surga”(HR.Tirmidhi). Dalam hadits lain disebutkan; “ Setiap nabi mempunyai pengikut (hawari) dan diantara pengikutku adalah az-Zubair.”
Pada waktu terjadi peristiwa hijrah, beliau ikut berhijrah ke Habasyi (Ethopia) yang pertama dan kedua. Selama berjuang membela Islam, beliau ikut dalam semua peperangan yang pernah dilakukan Rasulullah.
Selama ikut berhijrah ke Habaysi (Ethopia) banyak pengalaman yang berharga didapatkan. Dari sinilah muncul persaudaran antara pendatang dan pribumi. Diceritkan bahwa suatu ketika seorang Najasyi pergi berperang melawan musuhnya. Orang-orang Islam ingin sekali tahu hasil dari peperangan itu. Kemudian Az-Zubair pergi untuk melihatnya. Mereka meminta supaya Az-Zubair melihat lebih dekat peperangan itu. Sesampainya di tempat peperangan itu beliau bisa leluasa melihat ke semua arah. Peperangan selesai, beliau pulang dan mengkabarkan umat Islam peperangan itu; “Wahai semuanya, Ingat bahwa kemenangan di pihak Najasyi. Allah telah hancurkan musuhnya dan menjadikan berkuasa di negeri itu.”
Pada waktu umat Islam berada di depan benteng Babilon untuk menaklukan negeri Mesir dan mengepung benteng itu selama tujuh bulan, az-Zubair berkata kepada Amru bin Ash; “Wahai Amru, saya siap korbankan nyawaku untuk Allah. Saya berdoa semoga Allah memberikan kemenangan atas umat Islam.” Mendengar ucapanya itu, Amru bin Asha pun menyetujuinya. Setelah itu beliau menuju benteng itu dan meletakkan tangga untuk naik ke atas benteng. Sesampainya di atas, beliau bertakbir “Allahu Akbar”. Semua tentara ikut bertakbir. Hingga akhirnya benteng itu dapat ditaklukan.
Keluar dari pasukan Muawwiyah ketika terjadi peristiwa Jamal (mauqi’ah al-jamal), yaitu perselisihan antara Ali dan Muawwiyah. Beliau tidak mau berperang melawan Ali r.a. karena dianggap sebagai kedhaliman. Setelah keluar dari pasukan Muawwiyah, datang laki-laki lain mengantikan posisinya. Laki-laki itu bernama Amru bin Jarmuz. Ketika sholat Subuh, beliau dibunuh oleh pengantinya itu pada tahun 36 Hijriah.
Sebelum wafatnya, beliau pernah berwasiat kepada Utsman, Abdurahman bin ‘Auf dan Ibn Mas’ud untuk menjaga putra-putranya, menjaga harta bendanya dan memberikan nafkah dari hartanya.
Selama bersama Rasulullah, beliau meriwayatkan lebih kurang 38 hadits. Diantara hadits yang diriwayatkannya; “Barang siapa berdusta terhadapku maka nereka adalah tempat tinggalnya”(HR.Bukhori).
1 komentar:
Baca Juga:
Meneladani Kisah Abu Bakar As-Siddiq
Sejarah Hidup Abdurrahman bin Auf
Umar bin Khattab Khalifah Pengganti Nabi Muhammad
Meneladani Sosok Sahabat Nabi Amr bin Ash
Riwayat Hidup Anas bin Malik
Posting Komentar