tag:blogger.com,1999:blog-30430655399694459322024-03-12T20:30:32.292-07:00Kisah TeladanBlog Surur el HayyaKisah Teladanhttp://www.blogger.com/profile/13090302079117195686noreply@blogger.comBlogger134125tag:blogger.com,1999:blog-3043065539969445932.post-67107825824122232232011-03-15T03:44:00.000-07:002011-05-28T03:50:59.959-07:00Kisah Satu Gereja Masuk Islam<div style="text-align: justify;">Satu gereja masuk Islam benarkah? <br />
Semoga ALLAH mengijinkan kita menjadi pemuda seperti beliau, <br />
Amiiin..... <br />
Kisah Nyata Seorang Pemuda Arab Yang Menimba Ilmu Di Amerika Rabu, 22 <br />
Februari 06 <br />
<br />
Ada seorang pemuda arab yang baru saja me-nyelesaikan bangku kuliahnya di Amerika.Pemuda ini adalah salah seorang yang diberi nikmat oleh Allah berupa pendidikan agama Islam bahkan ia mampu mendalaminya. Selain belajar, ia juga seorang juru dakwah Islam. Ketika berada di Amerika, ia berkenalan dengan salah seorang Nasrani.Hubungan mereka semakin akrab, dengan harapan semoga Allah SWT memberinya hidayah masuk Islam. <br />
<br />
Pada suatu hari mereka berdua berjalan-jalan di sebuah perkampungan di Amerika dan melintas di dekat sebuah gerejayang terdapat di kampung tersebut.Temannya itu meminta agar ia turut masuk ke dalam gereja. Semula ia berkeberatan, namun karena ia terus mendesak akhirnya pemuda itupun memenuhi permintaannya lalu ikut masuk ke dalam gereja dan duduk di salah satu bangku dengan hening, sebagaimana kebiasaan mereka. <br />
<br />
Ketika pendeta masuk, mereka serentak berdiri untuk memberikan penghormatan lantas kembali duduk. Di saat itu si pendeta agak terbelalak ketika melihat kepada para hadirin dan berkata, "Di tengah kita ada seorang muslim. Aku harap ia keluar dari sini." <br />
Pemuda arab itu tidak bergeming dari tempatnya. Pendeta tersebut mengucapkan perkataan itu berkali-kali, namun ia tetap tidak bergeming dari tempatnya. <br />
Hingga akhirnya pendeta itu berkata, <br />
"Aku minta ia keluar dari sini dan aku menjamin keselamatannya." <br />
Barulah pemuda ini beranjak keluar. Di ambang pintu ia bertanya kepada sang pendeta, <br />
"Bagaimana anda tahu bahwa saya seorang muslim." <br />
Pendeta itu menjawab, "Dari tanda yang terdapat di wajahmu." <br />
Kemudian ia beranjak hendak keluar,namun sang pendeta ingin memanfaatkan <br />
keberadaan pemuda ini, yaitu dengan mengajukan beberapa pertanyaan, <br />
tujuannya untuk memojokkan pemuda tersebut dan sekaligus mengokohkan <br />
markasnya. <br />
Pemuda muslim itupun menerima tantangan debat tersebut. <br />
<br />
Sang pendeta berkata, <br />
"Aku akan mengajukan kepada anda 22 pertanyaan dan anda harus menjawabnya dengan tepat." <br />
Si pemuda tersenyum dan berkata, <br />
"Silahkan! <br />
<br />
Sang pendeta pun mulai bertanya, <br />
# a.. Sebutkan satu yang tiada duanya, <br />
<br />
# b.. dua yang tiada tiganya, <br />
<br />
# c.. tiga yang tiada empatnya, <br />
<br />
# d.. empat yang tiada limanya, <br />
<br />
# e.. lima yang tiada enamnya, <br />
<br />
# f.. enam yang tiada tujuhnya, <br />
<br />
# g.. tujuh yang tiada delapannya, <br />
<br />
# h.. delapan yang tiada sembilannya, <br />
<br />
# i.. sembilan yang tiada sepuluhnya, <br />
<br />
# j.. sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh, <br />
<br />
# k.. sebelas yang tiada dua belasnya, <br />
<br />
# l.. dua belas yang tiada tiga belasnya, <br />
<br />
# m.. tiga belas yang tiada empat belasnya. <br />
<br />
# n.. Sebutkan sesuatu yang dapat bernafas namun tidak mempunyai ruh! <br />
<br />
# o.. Apa yang dimaksud dengan kuburan berjalan membawa isinya? <br />
<br />
# p.. Siapakah yang berdusta namun masuk ke dalam surga? <br />
<br />
# q.. Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah namun Dia tidak menyu- <br />
kainya? <br />
<br />
# r.. Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah dengan tanpa ayah dan <br />
ibu! <br />
<br />
# s.. Siapakah yang tercipta dari api, siapakah yang diadzab dengan <br />
apidan siapakah yang terpelihara dari api? <br />
<br />
# t.. Siapakah yang tercipta dari batu, siapakah yg diadzab dengan <br />
batu dan siapakah yang terpelihara daribatu? <br />
<br />
# u.. Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah dan dianggap besar! <br />
<br />
# v.. Pohon apakah yang mempu-nyai 12 ranting, setiap ranting <br />
mempunyai 30 daun, setiap daun mempunyai 5 buah, 3 di bawah naungan <br />
dan dua di bawah sinaran matahari?" <br />
<br />
Mendengar pertanyaan tersebut pemuda itu ter-senyum dengan <br />
senyuman mengandung keyakinan kepada Allah. Setelah membaca basmalah <br />
ia berkata, <br />
# s.. Satu yang tiada duanya ialah Allah SWT. <br />
<br />
# b.. Dua yang tiada tiganya ialah malam dan siang. Allah SWT <br />
berfirman, "Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda <br />
(kebesaran kami)." (Al-Isra':12) . <br />
<br />
# c.. Tiga yang tiada empatnya adalah kekhilafan yang dilakukan Nabi Musa ketika Khidir menenggelamkan sampan, membunuh seorang anak kecil dan ketika menegakkan kembali dinding yang hampir roboh. <br />
<br />
# d.. Empat yang tiada limanya adalah Taurat, Injil, Zabur dan Al-Qur'an. <br />
<br />
# e.. Lima yang tiada enamnya ialah shalat lima waktu. <br />
<br />
# f.. Enam yang tiada tujuhnya ialah jumlah hari ke-tika Allah SWT menciptakan makhluk. <br />
<br />
# g..Tujuh yang tiada delapannya ialah langit yang tujuh lapis. Allah SWT berfirman, "Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Rabb Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang." (Al-Mulk:3). <br />
<br />
# h.. Delapan yang tiada sembilannya ialah malaikat pemikul Arsy ar-Rahman. Allah SWT berfirman,"Dan malaikat-malaikat berada dipenjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung 'Arsy Rabbmu di atas(kepala) mereka." (Al-Haqah: 17). <br />
<br />
# i.. Sembilan yang tiada sepuluhnya adalah mu'jizat yang diberikan kepada Nabi Musa : tongkat, tangan yang bercahaya, angin topan, musim paceklik, katak, darah, kutu dan belalang dan * <br />
<br />
# j.. Sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh ialah ke-baikan. Allah SW berfirman, "Barangsiapa yang berbuat kebaikan maka untuknya sepuluh kali lipat." (Al-An'am: 160). <br />
<br />
# k.. Sebelas yang tiada dua belasnya ialah jumlah saudara-saudara Yusuf. <br />
<br />
# l.. Dua belas yang tiada tiga belasnya ialah mu'jizat Nabi Musa yang terdapat dalam firman Allah, "Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman, 'Pukullah batu itu dengan tongkatmu.' Lalu memancarlah dari padanya dua belas mata air." (Al-Baqarah: 60). <br />
<br />
# m.. Tiga belas yang tiada empat belasnya ialah jumlah saudara Yusuf ditambah dengan ayah dan ibunya. <br />
<br />
# n.. Adapun sesuatu yang bernafas namun tidak mempunyai ruh adalah waktu Shubuh. Allah SWT ber-firman, "Dan waktu subuh apabila fajarnya mulai menyingsing. " (At-Takwir:18). <br />
<br />
# o.. Kuburan yang membawa isinya adalah ikan yang menelan Nabi Yunus AS. <br />
<br />
# p.. Mereka yang berdusta namun masuk ke dalam surga adalah saudara-saudara Yusuf, yakni ketika mereka berkata kepada ayahnya,"Wahai ayah <br />
kami, sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami,lalu dia dimakan serigala." Setelah kedustaan terungkap, Yusuf berkata kepadamereka, " tak ada cercaaan ter-hadap kalian." Dan ayah mereka Ya'qub berkata, "Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Rabbku. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." <br />
<br />
# q.. Sesuatu yang diciptakan Allah namun tidak Dia sukai adalah suara keledai. Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya sejelek-jelek suara adalah suara keledai." (Luqman: 19). <br />
<br />
# r.. Makhluk yang diciptakan Allah tanpa bapak dan ibu adalah Nabi Adam, malaikat, unta Nabi Shalih dan kambing Nabi Ibrahim. <br />
<br />
# s.. Makhluk yang diciptakan dari api adalah Iblis, yang diadzab dengan api ialah Abu Jahal dan yang terpelihara dari api adalah Nabi Ibrahim. Allah SWT berfirman, "Wahai api dinginlah dan selamatkan Ibrahim." (Al-Anbiya': 69). <br />
<br />
# t.. Makhluk yang terbuat dari batu adalah unta Nabi Shalih, yang diadzab dengan batu adalah tentara bergajah dan yang terpelihara dari batu adalah Ash-habul Kahfi (penghuni gua). <br />
<br />
# u.. Sesuatu yang diciptakan Allah dan dianggap perkara besar adalah tipu daya wanita, sebagaimana firman Allah SWT, "Sesungguhnya tipu daya kaum wanita itu sangatlah besar." (Yusuf: 2Cool. <br />
<br />
# v.. Adapun pohon yang memiliki 12 ranting setiap ranting mempunyai 30 daun, setiap daun mempunyai 5 buah, 3 di bawah teduhan dan dua di bawah sinaran <br />
matahari maknanya: Pohon adalah tahun, ranting adalah bulan, daun adalah hari dan buahnya adalah shalat yang lima waktu, tiga dikerjakan di malam hari dan dua di siang hari. <br />
<br />
Pendeta dan para hadirin merasa takjub mende-ngar jawaban pemuda muslim tersebut.Kemudian ia pamit dan beranjak hendak pergi. Namun ia mengurungkan niatnya dan meminta kepada pendeta agar menjawab satu pertanyaan saja. Permintaan ini disetujui oleh sang pendeta. <br />
Pemuda ini berkata, "Apakah kunci surga itu?" <br />
mendengar pertanyaan itu lidah sang pendeta menjadi kelu, hatinya diselimuti keraguan dan rona wajahnya pun berubah. Ia berusaha menyembunyikan kekhawatirannya, namun hasilnya nihil. Orang-orang yang hadir di gereja itu terus mendesaknya agar menjawab pertanyaan tersebut, namun ia berusaha mengelak. <br />
<br />
Mereka berkata, <br />
"Anda telah melontarkan 22 pertanyaan kepadanya dan semuanya ia jawab <br />
sementara ia hanya memberimu satu pertanyaan namun anda tidak mampu <br />
menjawabnya! " <br />
Pendeta tersebut berkata, <br />
"Sungguh aku mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut, namun aku <br />
takut kalian marah. " Mereka menjawab, "Kami akan jamin keselamatan anda." <br />
Sang pendeta pun berkata, "Jawabannya ialah: Asyhadu an La Ilaha Illallah wa anna Muhammadar Rasulullah." <br />
<br />
Lantas sang pendeta dan orang-orang yang hadir di gereja itu memeluk agama Islam. ALLAHU AKBAR! Sungguh Allah telah menganugrahkan kebaikan dan menjaga mereka dengan Islam melalui tangan seorang pemuda muslim yang bertakwa.**</div>Kisah Teladanhttp://www.blogger.com/profile/13090302079117195686noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3043065539969445932.post-47594664437382666912011-03-03T19:19:00.000-08:002011-03-06T18:52:10.802-08:00Imam Syafi'i (150 - 204 H)<div style="text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhNTzIsmsYYJEi8gpK7wmZYo3ifZph_KHpxAu32jhHhr55mEGk6veG-OqcbsPhm_e_iQV94zsaX1LAeURk9ia-xbrzhwlcD6kODFxOSJ2wiRWCLebO-IcYqgqLnzLTjCC-7mHRKwYDFBESp/s1600/images.jpeg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhNTzIsmsYYJEi8gpK7wmZYo3ifZph_KHpxAu32jhHhr55mEGk6veG-OqcbsPhm_e_iQV94zsaX1LAeURk9ia-xbrzhwlcD6kODFxOSJ2wiRWCLebO-IcYqgqLnzLTjCC-7mHRKwYDFBESp/s200/images.jpeg" width="144" /></a></div><div style="text-align: left;"></div>Nama beliau ialah Muhammad bin Idris bin Al-‘Abbas bin ‘Uthman bin Shafi’ bin Al-Saib bin ‘Ubaid bin Yazid bin Hashim bin ‘Abd al-Muttalib bin ’Abd Manaf bin Ma’n bin Kilab bin Murrah bin Lu’i bin Ghalib bin Fahr bin Malik bin Al-Nadr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrakah bin Ilias bin Al-Nadr bin Nizar bin Ma’d bin ‘Adnan bin Ud bin Udad. Keturunan beliau bertemu dengan titisan keturunan Rasulullah s.a.w pada ‘Abd Manaf. Ibunya berasal dari Kabilah Al-Azd, satu kabilah Yaman yang masyhur.<br />
<br />
Penghijrahan ke Palestina<br />
<br />
Sebelum beliau dilahirkan, keluarganya telah berpindah ke Palestina kerana beberapa keperluan dan bapanya terlibat di dalam angkatan tentera yang ditugaskan untuk mengawal perbatasan Islam di sana.</div><br />
Kelahiran dan Kehidupannya<br />
<br />
<div style="text-align: justify;">Menurut pendapat yang masyhur, beliau dilahirkan di Ghazzah – Palestina pada tahun 150 Hijrah. Tidak lama sesudah beliau dilahirkan bapanya meninggal dunia. Tinggallah beliau bersama-sama ibunya sebagai seorang anak yatim. Kehidupan masa kecilnya dilalui dengan serba kekurangan dan kesulitan.</div><div class="fullpost" style="text-align: justify;"><br />
PENGEMBARAAN IMAM AL-SHAFI’I<br />
<br />
Hidup Imam As-Shafi’i (150H – 204H ) merupakan satu siri pengembaraan yang tersusun di dalam bentuk yang sungguh menarik dan amat berkesan terhadap pembentukan kriteria ilmiah dan popularitasnya.<br />
<br />
Al-Shafi’i di Makkah ( 152H – 164H )<br />
<br />
Pengembaraan beliau bermula sejak beliau berumur dua tahun lagi (152H), ketika itu beliau dibawa oleh ibunya berpindah dari tempat kelahirannya iaitu dari Ghazzah, Palestina ke Kota Makkah untuk hidup bersama kaum keluarganya di sana.<br />
<br />
Di kota Makkah kehidupan beliau tidak tetap kerana beliau dihantar ke perkampungan Bani Huzail, menurut tradisi bangsa Arab ketika itu bahawa penghantaran anak-anak muda mereka ke perkampungan tersebut dapat mewarisi kemahiran bahasa ibunda mereka dari sumber asalnya yang belum lagi terpengaruh dengan integrasi bahasa-bahasa asing seperti bahasa Parsi dan sebagainya. Satu perkara lagi adalah supaya pemuda mereka dapat dibekalkan dengan Al-Furusiyyah (Latihan Perang Berkuda). Kehidupan beliau di peringkat ini mengambil masa dua belas tahun ( 152 – 164H ).<br />
<br />
Sebagai hasil dari usahanya, beliau telah mahir dalam ilmu bahasa dan sejarah di samping ilmu-ilmu yang berhubung dengan Al-Quran dan Al-Hadith. Selepas pulang dari perkampungan itu beliau meneruskan usaha pembelajarannya dengan beberapa mahaguru di Kota Makkah sehingga beliau menjadi terkenal. Dengan kecerdikan dan kemampuan ilmiahnya beliau telah dapat menarik perhatian seorang mahagurunya iaitu Muslim bin Khalid Al-Zinji yang mengizinkannya untuk berfatwa sedangkan umur beliau masih lagi di peringkat remaja iaitu lima belas tahun.<br />
<br />
Al-Shafi’i di Madinah ( 164H – 179H )<br />
<br />
Sesudah itu beliau berpindah ke Madinah dan menemui Imam Malik. Beliau berdamping dengan Imam Malik di samping mempelajari ilmunya sehinggalah Imam Malik wafat pada tahun 179H, iaitu selama lima belas tahun. Semasa beliau bersama Imam Malik hubungan beliau dengan ulama-ulama lain yang menetap di kota itu dan juga yang datang dari luar berjalan dengan baik dan berfaedah. Dari sini dapatlah difahami bahawa beliau semasa di Madinah telah dapat mewarisi ilmu bukan saja dari Imam Malik tetapi juga dari ulama-ulama lain yang terkenal di kota itu.<br />
<br />
Al-Shafi’i di Yaman ( 179H – 184H )<br />
<br />
Ketika Imam Malik wafat pada tahun 179H, kota Madinah diziarahi oleh Gabenor Yaman. Beliau telah dicadangkan oleh sebahagian orang-orang Qurasyh Al-Madinah supaya mencari pekerjaan bagi Al-Shafi’i. Lalu beliau melantiknya menjalankan satu pekerjaan di wilayah Najran. Sejak itu Al-Shafi’i terus menetap di Yaman sehingga berlaku pertukaran Gabenor wilayah itu pada tahun 184H. Pada tahun itu satu fitnah ditimbulkan terhadap diri Al-Shafi’i sehingga beliau dihadapkan ke hadapan Harun Al-Rashid di Baghdad atas tuduhan Gabenor baru itu yang sering menerima kecaman Al-Shafi’i kerana kekejaman dan kezalimannya. Tetapi ternyata bahawa beliau tidak bersalah dan kemudiannya beliau dibebaskan.<br />
<br />
Al-Shafi’i di Baghdad ( 184H – 186H )<br />
<br />
Peristiwa itu walaupun secara kebetulan, tetapi membawa arti yang amat besar kepada Al-Shafi’i kerana pertamanya, ia berpeluang menziarahi kota Baghdad yang terkenal sebagai pusat ilmu pengetahuan dan para ilmuan pada ketika itu. Keduanya, ia berpeluang bertemu dengan Muhammad bin Al-Hassan Al-Shaibani, seorang tokoh Mazhab Hanafi dan sahabat karib Imam Abu Hanifah dan lain-lain tokoh di dalam Mazhab Ahl al-Ra’y. Dengan peristiwa itu terbukalah satu era baru dalam siri pengembaraan Al-Imam ke kota Baghdad yang dikatakan berlaku sebanyak tiga kali sebelum beliau berpindah ke Mesir.<br />
<br />
Dalam pengembaraan pertama ini Al-Shafi’i tinggal di kota Baghdad sehingga tahun 186H. Selama masa ini (184 – 186H) beliau sempat membaca kitab-kitab Mazhab Ahl al-Ra’y dan mempelajarinya, terutamanya hasil tulisan Muhammad bin Al-Hassan Al-Shaibani, di samping membincanginya di dalam beberapa perdebatan ilmiah di hadapan Harun Al-Rashid sendiri.<br />
<br />
Al-Shafi’i di Makkah ( 186H – 195H )<br />
<br />
Pada tahun 186H, Al-Shafi’i pulang ke Makkah membawa bersamanya hasil usahanya di Yaman dan Iraq dan beliau terus melibatkan dirinya di bidang pengajaran. Dari sini muncullah satu bintang baru yang berkerdipan di ruang langit Makkah membawa satu nafas baru di bidang fiqah, satu nafas yang bukan Hijazi, dan bukan pula Iraqi dan Yamani, tetapi ia adalah gabungan dari ke semua aliran itu. Sejak itu menurut pendapat setengah ulama, lahirlah satu Mazhab Fiqhi yang baru yang kemudiannya dikenali dengan Mazhab Al-Shafi’i.<br />
<br />
Selama sembilan tahun (186 – 195H) Al-Shafi’i menghabiskan masanya di kota suci Makkah bersama-sama para ilmuan lainnya, membahas, mengajar, mengkaji di samping berusaha untuk melahirkan satu intisari dari beberapa aliran dan juga persoalan yang sering bertentangan yang beliau temui selama masa itu.<br />
<br />
Al-Shafi’i di Baghdad ( 195H – 197H )<br />
<br />
Dalam tahun 195H, untuk kali keduanya Al-Shafi’i berangkat ke kota Baghdad. Keberangkatannya kali ini tidak lagi sebagai seorang yang tertuduh, tetapi sebagai seorang alim Makkah yang sudah mempunyai personalitas dan aliran fiqah yang tersendiri. Catatan perpindahan kali ini menunjukkan bahawa beliau telah menetap di negara itu selama dua tahun (195 – 197H).<br />
<br />
Di dalam masa yang singkat ini beliau berjaya menyebarkan “Method Usuli” yang berbeza dari apa yang dikenali pada ketika itu. Penyebaran ini sudah tentu menimbulkan satu respon dan reaksi yang luarbiasa di kalangan para ilmuan yang kebanyakannya adalah terpengaruh dengan method Mazhab Hanafi yang disebarkan oleh tokoh utama Mazhab itu, iaitu Muhammad bin Al-Hasan Al-Shaibani.<br />
<br />
Kata Al-Karabisi : “Kami sebelum ini tidak kenal apakah (istilah) Al-Kitab, Al- Sunnah dan Al-Ijma’, sehinggalah datangnya Al-Shafi’i, beliaulah yang menerangkan maksud Al-Kitab, Al-Sunnah dan Al-Ijma’”.<br />
<br />
Kata Abu Thaur : “Kata Al-Shafi’i : Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menyebut (di dalam kitab-Nya) mengenai sesuatu maksud yang umum tetapi Ia menghendaki maksudnya yang khas, dan Ia juga telah menyebut sesuatu maksud yang khas tetapi Ia menghendaki maksudnya yang umum, dan kami (pada ketika itu) belum lagi mengetahui perkara-perkara itu, lalu kami tanyakan beliau …”<br />
<br />
Pada masa itu juga dikatakan beliau telah menulis kitab usulnya yang pertama atas permintaan ‘Abdul Rahman bin Mahdi, dan juga beberapa penulisan lain dalam bidang fiqah dan lain-lain.<br />
<br />
Al-Shafi’i di Makkah dan Mesir ( 197H – 204H )<br />
<br />
Sesudah dua tahun berada di Baghdad (197H) beliau kembali ke Makkah. Pada tahun 198H, beliau keluar semula ke Baghdad dan tinggal di sana hanya beberapa bulan sahaja. Pada awal tahun 199H, beliau berangkat ke Mesir dan sampai ke negara itu dalam tahun itu juga. Di negara baru ini beliau menetap sehingga ke akhir hayatnya pada tahun 204H.<br />
<br />
Imam As-Shafi’i wafat pada tahun 204H. Asas Fiqih dan Ushul Fiqih kemudian disebar dan diusaha-kembangkan oleh para sahabatnya yang berada di Al-Hijaz, Iraq dan Mesir.<br />
<br />
FATWA-FATWA IMAM AL-SHAFI’I<br />
<br />
Perpindahan beliau ke Mesir mengakibatkan satu perubahan besar dalam Mazhabnya. Kesan perubahan ini melibatkan banyak fatwanya semasa beliau di Baghdad turut sama berubah. Banyak kandungan kitab-kitab fiqahnya yang beliau hasilkan di Baghdad disemak semula dan diubah. Dengan ini terdapat dua fatwa bagi As-Shafi’i, fatwa lama dan fatwa barunya. Fatwa lamanya ialah segala fatwa yang diucapkan atau ditulisnya semasa beliau berada di Iraq, fatwa barunya ialah fatwa yang diucapkan atau ditulisnya semasa beliau berada di Mesir. Kadang-kadang dipanggil fatwa lamanya dengan Mazhabnya yang lama atau Qaul Qadim dan fatwa barunya dinamakan dengan Mazhab barunya atau Qaul Jadid.<br />
<br />
Di sini harus kita fahami bahawa tidak kesemua fatwa barunya menyalahi fatwa lamanya dan tidak pula kesemua fatwa lamanya dibatalkannya, malahan ada di antara fatwa barunya yang menyalahi fatwa lamanya dan ada juga yang bersamaan dengan yang lama. Kata Imam Al-Nawawi : “Sebenarnya sebab dikatakan kesemua fatwa lamanya itu ditarik kembali dan tidak diamalkannya hanyalah berdasarkan kepada ghalibnya sahaja”.<br />
<br />
PARA SAHABAT IMAM AL-SHAFI’I<br />
<br />
Di antara para sahabat Imam Al-Shafi’i yang terkenal di Al-Hijaz (Makkah dan Al-Madinah) ialah :-<br />
<br />
1. Abu Bakar Al-Hamidi, ‘Abdullah bun Al-Zubair Al-Makki yang wafat pada tahun 219H.<br />
<br />
2. Abu Wahid Musa bin ‘Ali Al-Jarud Al-Makki yang banyak menyalin kitab-kitab Al-Shafi’i. Tidak diketahui tarikh wafatnya.<br />
<br />
3. Abu Ishak Ibrahim bin Muhammad bin Al-‘Abbasi bin ‘Uthman bin Shafi ‘Al-Muttalibi yang wafat pada tahun 237H.<br />
<br />
4. Abu Bakar Muhammad bin Idris yang tidak diketahui tarikh wafatnya.<br />
<br />
Sementara di Iraq pula kita menemui ramai para sahabat Imam Al-Shafi’i yang terkenal, di antara mereka ialah :-<br />
<br />
1. Abu ‘Abdullah Ahmad bin Hanbal, Imam Mazhab yang keempat. Beliau wafat pada tahun 241H.<br />
<br />
2. Abu ‘Ali Al-Hasan bin Muhammad Al-Za’farani yang wafat pada tahun 249H.<br />
<br />
3. Abu Thaur Ibrahim bin Khalid Al-Kalbi yang wafat pada tahun 240H.<br />
<br />
4. Al-Harith bin Suraij Al-Naqqal, Abu ‘Umar. Beliau wafat pada tahun 236H.<br />
<br />
5. Abu ‘Ali Al-Husain bin ‘Ali Al-Karabisi yang wafat pada tahun 245H.<br />
<br />
6. Abu ‘Abdul RahmanAhmad bin Yahya Al-Mutakallim. Tidak diketahui tarikh wafatnya.<br />
<br />
7. Abu Zaid ‘Abdul Hamid bin Al-Walid Al-Misri yang wafat pada tahun 211H.<br />
<br />
8. Al-Husain Al-Qallas. Tidak diketahui tarikh wafatnya.<br />
<br />
9. ‘Abdul ‘Aziz bin Yahya Al-Kannani yang wafat pada tahun 240H.<br />
<br />
10. ‘Ali bin ‘Abdullah Al-Mudaiyini.<br />
<br />
Di Mesir pula terdapat sebilangan tokoh ulama yang kesemua mereka adalah sahabat Imam Al-Shafi’i, seperti :-<br />
<br />
1. Abu Ibrahim Isma’il bin Yahya bin ‘Amru bin Ishak Al-Mudhani yang wafat pada tahun 264H.<br />
<br />
2. Abu Muhammad Al-Rabi’ bin Sulaiman Al-Muradi yang wafat pada tahun 270H.<br />
<br />
3. Abu Ya’kub Yusuf bin Yahya Al-Misri Al-Buwaiti yang wafat pada tahun 232H.<br />
<br />
4. Abu Najib Harmalah bin Yahya Al-Tajibi yang wafat pada tahun 243H.<br />
<br />
5. Abu Musa Yunus bin ‘Abdul A’la Al-Sadaghi yang wafat pada tahun 264H.<br />
<br />
6. Abu ‘Abdullah Muhammad bin ‘Abdullah bin ‘Abdul Hakam Al-Misri yang wafat pada tahun 268H.<br />
<br />
7. Al-Rabi’ bin Sulaiman Al-Jizi yang wafat pada tahun 256H.<br />
<br />
Dari usaha gigih mereka, Mazhab Al-Shafi’i tersebar dan berkembang luas di seluruh rantau Islam di zaman-zaman berikutnya.<br />
<br />
PERKEMBANGAN MAZHAB IMAM AL-SHAFI’I<br />
<br />
Menurut Ibn Al-Subki bahawa Mazhab Al-Shafi’I telah berkembang dan menjalar pengaruhnya di merata-rata tempat, di kota dan di desa, di seluruh rantau negara Islam. Pengikut-pengikutnya terdapat di Iraq dan kawasan-kawasan sekitarnya, di Naisabur, Khurasan, Muru, Syria, Mesir, Yaman, Hijaz, Iran dan di negara-negara timur lainnya hingga ke India dan sempadan negara China. Penyebaran yang sebegini meluas setidak-tidaknya membayangkan kepada kita sejauh mana kewibawaan peribadi Imam Al-Shafi’i sebagai seorang tokoh ulama dan keunggulan Mazhabnya sebagai satu-satunya aliran fiqah yang mencabar aliran zamannya.<br />
<br />
IMAM AL-SHAFI’I DAN KITABNYA<br />
<br />
Permulaan Mazhabnya<br />
<br />
Sebenarnya penulisan Imam Al-Shafi’i secara umumnya mempunyai pertalian yang rapat dengan pembentukan Mazhabnya. Menurut Muhammad Abu Zahrah bahawa pembentukan Mazhabnya hanya bermula sejak sekembalinya dari kunjungan ke Baghdad pada tahun 186H. Sebelum itu Al-Shafi’i adalah salah seorang pengikut Imam Malik yang sering mempertahankan pendapatnya dan juga pendapat fuqaha’ Al-Madinah lainnya dari kecaman dan kritikan fuqaha’ Ahl Al-Ra’y. Sikapnya yang sebegini meyebabkan beliau terkenal dengan panggilan “Nasir Al-Hadith”.<br />
<br />
Detik terawal Mazhabnya bermula apabila beliau membuka tempat pengajarannya (halqah) di Masjid Al-Haram. Usaha beliau dalam memperkembangkan Mazhabnya itu bolehlah dibahagikan kepada tiga peringkat :-<br />
<br />
1. Peringkat Makkah (186 – 195H)<br />
<br />
2. Peringkat Baghdad (195 – 197H)<br />
<br />
3. Peringkat Mesir (199 – 204H)<br />
<br />
Dalam setiap peringkat diatas beliau mempunyai ramai murid dan para pengikut yang telah menerima dan menyebar segala pendapat ijtihad dan juga hasil kajiannya.<br />
<br />
Penulisan Pertamanya<br />
<br />
Memang agak sulit untuk menentukan apakah kitab pertama yang dihasilkan oleh Al-Shafi’i dan di mana dan selanjutnya apakah kitab pertama yang dihasilkannya dalam Ilmu Fiqah dan di mana? Kesulitan ini adalah berpunca dari tidak adanya keterangan yang jelas mengenai kedua-dua perkara tersebut. Pengembaraannya dari satu tempat ke satu tempat yang lain dan pulangnya semula ke tempat awalnya tambah menyulitkan lagi untuk kita menentukan di tempat mana beliau mulakan usaha penulisannya.<br />
<br />
Apa yang kita temui – sesudah kita menyemak beberapa buah kitab lama dan baru yang menyentuh sejarah hidupnya, hanya beberapa tanda yang menunjukkan bahawa kitabnya “Al-Risalah” adalah ditulis atas permintaan ‘Abdul Rahman bin Mahdi, iaitu sebuah kitab di dalam Ilmu Usul, pun keterangan ini tidak juga menyebut apakah kitab ini merupakan hasil penulisannya yang pertama atau sebelumnya sudah ada kitab lain yang dihasilkannya. Di samping adanya pertelingkahan pendapat di kalangan ‘ulama berhubung dengan tempat di mana beliau menghasilkan penulisan kitabnya itu. Ada pendapat yang mengatakan bahawa beliau menulisnya sewaktu beliau berada di Makkah dan ada juga pendapat yang mengatakan bahawa beliau menulisnya ketika berada di Iraq.<br />
<br />
Kata Ahmad Muhammad Shakir : “Al-Shafi’I telah mengarang beberapa buah kitab yang jumlahnya agak besar, sebahagiannya beliau sendiri yang menulisnya, lalu dibacakannya kepada orang ramai. Sebahagiannya pula beliau merencanakannya sahaja kepada para sahabatnya. Untuk mengira bilangan kitab-kitabnya itu memanglah sukar kerana sebahagian besarnya telahpun hilang. Kitab-kitab itu telah dihasilkan penulisannya ketika beliau berada di Makkah, di Baghdad dan di Mesir”.<br />
<br />
Kalaulah keterangan di atas boleh dipertanggungjawabkan maka dapatlah kita membuat satu kesimpulan bahawa Al-Shafi’i telah memulakan siri penulisannya sewaktu beliau di Makkah lagi, dan kemungkinan kitabnya yang pertama yang dihasilkannya ialah kitab “Al-Risalah”.<br />
<br />
Al-Hujjah Dan Kitab-kitab Mazhab Qadim<br />
<br />
Di samping “Al-Risalah” terdapat sebuah kitab lagi yang sering disebut-sebut oleh para ulama sebagai sebuah kitab yang mengandungi fatwa Mazhab Qadimnya iaitu “Al-Hujjah”. Pun keterangan mengenai kitab ini tidak menunjukkan bahawa ia adalah kitab pertama yang di tulis di dala bidang Ilmu Fiqah semasa beliau berada di Iraq, dan masa penulisannya pun tidak begitu jelas. Menurut beberapa keterangan, beliau menghasilkannya sewaktu beliau berpindah ke negara itu pada kali keduanya, iaitu di antara tahun-tahun 195 – 197H.<br />
<br />
Bersama-sama “Al-Hujjah” itu terdapat beberapa buah kitab lain di dalam Ilmu Fiqah yang beliau hasilkan sendiri penulisannya atau beliau merencanakannya kepada para sahabatnya di Iraq, antaranya seperti kitab-kitab berikut :-<br />
<br />
1. Al-Amali<br />
<br />
2. Majma’ al-Kafi<br />
<br />
3. ‘Uyun al-Masa’il<br />
<br />
4. Al-Bahr al-Muhit<br />
<br />
5. Kitab al-Sunan<br />
<br />
6. Kitab al-Taharah<br />
<br />
7. Kitab al-Solah<br />
<br />
8. Kitab al-Zakah<br />
<br />
9. Kitab al-Siam<br />
<br />
10. Kitab al-Haj<br />
<br />
11. Bitab al-I’tikaf<br />
<br />
12. Kitab al-Buyu’<br />
<br />
13. Kitab al-Rahn<br />
<br />
14. Kitab al-Ijarah<br />
<br />
15. Kitab al-Nikah<br />
<br />
16. Kitab al-Talaq<br />
<br />
17. Kitab al-Sadaq<br />
<br />
18. Kitab al-Zihar<br />
<br />
19. Kitab al-Ila’<br />
<br />
20. Kitab al-Li’an<br />
<br />
21. Kitab al-Jirahat<br />
<br />
22. Kitab al-Hudud<br />
<br />
23. Kitab al-Siyar<br />
<br />
24. Kitab al-Qadaya<br />
<br />
25. Kitab Qital ahl al-Baghyi<br />
<br />
26. Kitab al-‘Itq dan lain-lain<br />
<br />
Setengah perawi pula telah menyebut bahwa kitab pertama yang dihasilkan oleh Al-Shafi’i adalah di dalam bentuk jawaban dan perdebatan, iaitu satu penulisan yang dituju khas kepada fuqaha’ ahl al-Ra’y sebagai menjawab kecaman-kecaman mereka terhadap Malik dan fuqaha’ Al-Madinah. Kenyataan mereka ini berdasarkan kepada riwayat Al-Buwaiti : “Kata Al-Shafi’i : Ashab Al-Hadith (pengikut Imam Malik) telah berhimpun bersama-sama saya. Mereka telah meminta saya menulis satu jawaban terhadap kitab Abu Hanifah. Saya menjawab bahawa saya belum lagi mengetahui pendapat mereka, berilah peluang supaya dapat saya melihat kitab-kitab mereka. Lantas saya meminta supaya disalinkan kitab-kitab itu.Lalu disalin kitab-kitab Muhammad bin Al-Hasan untuk (bacaan) saya. Saya membacanya selama setahun sehingga saya dapat menghafazkan kesemuanya. Kemudian barulah saya menulis kitab saya di Baghdad.<br />
<br />
Kalaulah berdasarkan kepada keterangan di atas, maka kita pertama yang dihasilkan oleh Al-Shafi’i semasa beliau di Iraq ialah sebuah kitab dalam bentuk jawaban dan perdebatan, dan cara penulisannya adalah sama dengan cara penulisan ahl al-Ra’y. Ini juga menunjukkan bahawa masa penulisannya itu lebih awal dari masa penulisan kitab “Al-Risalah”, iaitu di antara tahun-tahun 184 – 186H.<br />
<br />
Method Penulisan Kitab-Kitab Qadim<br />
<br />
Berhubung dengan method penulisan kitab “Al-Hujjah” dan lain-lain belum dapat kita pastikan dengan yakin kerana sikap asalnya tida kita temui, kemungkinan masih lagi ada naskah asalnya dan kemungkinan juga ianya sudah hilang atau rosak dimakan zaman. Walaubagaimanapun ia tidak terkeluar – ini hanya satu kemungkinan sahaja – dari method penulisan zamannya yang dipengaruhi dengan aliran pertentangan mazhab-mazhab fuqaha’ di dalam beberapa masalah, umpamanya pertentangan yang berlaku di antara mazhab beliau dengan Mazhab Hanafi da juga Mazhab Maliki. Keadaan ini dapat kita lihat dalam penulisan kitab “Al-Um” yang pada asalnya adalah kumpulan dari beberapa buah kitab Mazhab Qadimnya. Setiap kitab itu masing-masing membawa tajuknya yang tersendiri, kemudian kita itu pula dipecahkan kepada bab-bab kecil yang juga mempunyai tajuk-tajuk yang tersendiri. Di dalam setiap bab ini dimuatkan dengan segala macam masalah fiqah yang tunduk kepada tajuk besar iaitu tajuk bagi sesuatu kitab, umpamanya kitab “Al-Taharah”, ia mengandungi tiga puluh tujuh tajuk bab kecil, kesemua kandungan bab-bab itu ada kaitannya dengan Kitab “Al-Taharah”.<br />
<br />
Perawi Mazhab Qadim<br />
<br />
Ramai di antara para sahabatnya di Iraq yang meriwayat fatwa qadimnya, di antara mereka yang termasyhur hanya empat orang sahaja :<br />
<br />
1. Abu Thaur, Ibrahim bin Khalid yang wafat pada tahun 240H.<br />
<br />
2. Al-Za’farani, Al-Hasan bin Muhammad bin Sabah yang wafat pada tahun 260H.<br />
<br />
3. Al-Karabisi, Al-Husain bin ‘Ali bin Yazid, Abu ‘Ali yang wafat pada tahun 245H.<br />
<br />
4. Ahmad bin Hanbal yang wafat pada tahun 241H.<br />
<br />
Menurut Al-Asnawi, Al-Shafi’i adalah ‘ulama’ pertama yang hasil penulisannya meliputi banyak bab di dalam Ilmu Fiqah.<br />
<br />
Perombakan Semula Kitab-kitab Qadim<br />
<br />
Perpindahan beliau ke Mesir pada tahun 199H menyebabkan berlakunya satu rombakan besar terhadap fatwa lamanya. Perombakan ini adalah berpuncak dari penemuan beliau dengan dalil-dalil baru yang belum ditemuinya selama ini, atau kerana beliau mendapati hadis-hadis yang sahih yang tidak sampai ke pengetahuannya ketika beliau menulis kitab-kitab qadimnya, atau kerana hadis-hadis itu terbukti sahihnya sewaktu beliau berada di Mesir sesudah kesahihannya selama ini tidak beliau ketahui. Lalu dengan kerana itu beliau telah menolak sebahagian besar fatwa lamanya dengan berdasarkan kepada prinsipnya : “Apabila ditemui sesebuah hadis yang sahih maka itulah Mazhab saya”.<br />
<br />
Di dalam kitab “Manaqib Al-Shafi’i”, Al-Baihaqi telah menyentuh nama beberapa buah kitab lama (Mazhab Qadim) yang disemak semula oleh Al-Shafi’i dan diubah sebahagian fatwanya, di antara kitab-kitab itu ialah :-<br />
<br />
1. Al-Risalah<br />
<br />
2. Kitab al-Siyam<br />
<br />
3. Kitab al-Sadaq<br />
<br />
4. Kitab al-Hudud<br />
<br />
5. Kitab al-Rahn al-Saghir<br />
<br />
6. Kitab al-Ijarah<br />
<br />
7. Kitab al-Jana’iz<br />
<br />
Menurut Al-Baihaqi lagi Al-shafi’i telah menyuruh supaya dibakar kitab-kitab lamanya yang mana fatwa ijtihadnya telah diubah. Catatan Al-Baihaqi itu menunjukkan bahawa Al-Shafi’i melarang para sahabatnya meriwayat pendapat-pendapat lamanya yang ditolak kepada orang ramai. Walaupun begitu kita masih menemui pendapat-pendapat itu berkecamuk di sana-sini di dalam kitab-kitab fuqaha’ mazhabnya samada kitab-kitab yang ditulis fuqaha’ yang terdahulu atau pun fuqaha’ yang terkemudian.<br />
<br />
Kemungkinan hal ini berlaku dengan kerana kitab-kitab lamanya yang diriwayatkan oleh Al-Za’farani, Al-Karabisi dan lain-lain sudah tersebar dengan luasnya di Iraq dan diketahui umum, terutamanya di kalangan ulama dan mereka yang menerima pendapat-pendapatnya itu tidak mengetahui larangan beliau itu.<br />
<br />
Para fuqaha’ itu bukan sahaja mencatat pendapat-pendapat lamanya di dalam penulisan mereka, malah menurut Al-Nawawi ada di antara mereka yang berani mentarjihkan pendapat-pendapat itu apabila mereka mendapatinya disokong oleh hadis-hadis yang sahih.<br />
<br />
Pentarjihan mereka ini tidak pula dianggap menentangi kehendak Al-Shafi’i, malahan itulah pendapat mazhabnya yang berdasarkan kepada prinsipnya : “Apabila ditemui sesebuah hadis yang sahih maka itulah mazhab saya”.<br />
<br />
Tetapi apabila sesuatu pendapat lamanya itu tidak disokong oleh hadis yang sahih kita akan menemui dua sikap di kalangan fuqaha’ Mazhab Al-Shafi’i :-<br />
<br />
Pertamanya : Pendapat itu harus dipilih dan digunakan oleh seseorang mujtahid Mazhab Al-Shafi’i atas dasar ia adalah pendapat Al-Shafi’i yang tidak dimansuhkan olehnya, kerana seseorang mujtahid (seperti Al-Shafi’i) apabila ia mengeluarkan pendapat barumya yang bercanggah dengan pendapat lamanya tidaklah bererti bahawa ia telah menarik pendapat pertamanya, bahkan di dalam masalah itu dianggap mempunyai dua pendapatnya.<br />
<br />
Keduanya : Tidak harus ia memilih pendapat lama itu. Inilah pendapat jumhur fuqaha’ Mazhab Al-Shafi’i kerana pendapat lama dan baru adalah dua pendapatnya yang bertentangan yang mustahil dapat diselaraskan kedua-duanya.<br />
<br />
Kitab-kitab Mazhab Jadid<br />
<br />
Di antara kitab-kitab yang beliau hasilkan penulisannya di Mesir atau beliau merencanakannya kepada para sahabatnya di sana ialah :-<br />
<br />
i. Al-Risalah. Kitab ini telah ditulis buat pertama kalinya sebelum beliau berpindah ke Mesir.<br />
<br />
ii. Beberapa buah kitab di dalam hukum-hukum furu’ yang terkandung di dalam kitab “Al-Um”, seperti :-<br />
<br />
a) Di dalam bab Taharah :<br />
<br />
1. Kitab al-Wudu’<br />
<br />
2. Kitab al-Tayammum<br />
<br />
3. Kitab al-Taharah<br />
<br />
4. Kitab Masalah al-Mani<br />
<br />
5. Kitab al-Haid<br />
<br />
B) Di dalam bab Solah :<br />
<br />
6. Kitab Istiqbal al-Qiblah<br />
<br />
7. Kitab al-Imamah<br />
<br />
8. Kitab al-Jum’ah<br />
<br />
9. Kitab Solat al-Khauf<br />
<br />
10. Kitab Solat al-‘Aidain<br />
<br />
11. Kitab al-Khusuf<br />
<br />
12. Kitab al-Istisqa’<br />
<br />
13. Kitab Solat al-Tatawu’<br />
<br />
14. Al-Hukm fi Tarik al-Solah<br />
<br />
15. Kitab al-Jana’iz<br />
<br />
16. Kitab Ghasl al-Mayyit<br />
<br />
c) Di dalam bab Zakat :<br />
<br />
17. Kitab al-Zakah<br />
<br />
18. Kitab Zakat Mal al-Yatim<br />
<br />
19. Kitab Zakat al-Fitr<br />
<br />
20. Kitab Fard al-Zakah<br />
<br />
21. Kitab Qasm al-Sadaqat<br />
<br />
d) Di dalam bab Siyam (Puasa) :<br />
<br />
22. Kitab al-Siyam al-Kabir<br />
<br />
23. Kitab Saum al-Tatawu’<br />
<br />
24. Kitab al-I’tikaf<br />
<br />
e) Di dalam bab Haji :<br />
<br />
25. Kitab al-Manasik al-Kabir<br />
<br />
26. Mukhtasar al-Haj al-Kabir<br />
<br />
27. Mukhtasar al-Haj al-Saghir<br />
<br />
f) Di dalam bab Mu’amalat :<br />
<br />
28. Kitab al-Buyu’<br />
<br />
29. Kitab al-Sarf<br />
<br />
30. Kitab al-Salam<br />
<br />
31. Kitab al-Rahn al-Kabir<br />
<br />
32. Kitab al-Rahn al-Saghir<br />
<br />
33. Kitab al-Taflis<br />
<br />
34. Kitab al-Hajr wa Bulugh al-Saghir<br />
<br />
35. Kitab al-Sulh<br />
<br />
36. Kitab al-Istihqaq<br />
<br />
37. Kitab al-Himalah wa al-Kafalah<br />
<br />
38. Kitab al-Himalah wa al-Wakalah wa al-Sharikah<br />
<br />
39. Kitab al-Iqrar wa al-Mawahib<br />
<br />
40. Kitab al-Iqrar bi al-Hukm al-Zahir<br />
<br />
41. Kitab al-Iqrar al-Akh bi Akhihi<br />
<br />
42. Kitab al-‘Ariah<br />
<br />
43. Kitab al-Ghasb<br />
<br />
44. Kitab al-Shaf’ah<br />
<br />
g) Di dalam bab Ijarat (Sewa-menyewa) :<br />
<br />
45. Kitab al-Ijarah<br />
<br />
46. Kitab al-Ausat fi al-Ijarah<br />
<br />
47. Kitab al-Kara’ wa al-Ijarat<br />
<br />
48. Ikhtilaf al-Ajir wa al-Musta’jir<br />
<br />
49. Kitab Kara’ al-Ard<br />
<br />
50. Kara’ al-Dawab<br />
<br />
51. Kitab al-Muzara’ah<br />
<br />
52. Kitab al-Musaqah<br />
<br />
53. Kitab al-Qirad<br />
<br />
54. Kitab ‘Imarat al-Aradin wa Ihya’ al-Mawat<br />
<br />
h) Di dalam bab ‘Ataya (Hadiah-menghadiah) :<br />
<br />
55. Kitab al-Mawahib<br />
<br />
56. Kitab al-Ahbas<br />
<br />
57. Kitab al-‘Umra wa al-Ruqba<br />
<br />
i) Di dalam bab Wasaya (Wasiat) :<br />
<br />
58. Kitab al-Wasiat li al-Warith<br />
<br />
59. Kitab al-Wasaya fi al-‘Itq<br />
<br />
60. Kitab Taghyir al-Wasiah<br />
<br />
61. Kitab Sadaqat al-Hay’an al-Mayyit<br />
<br />
62. Kitab Wasiyat al-Hamil<br />
<br />
j) Di dalam bab Faraid dan lain-lain :<br />
<br />
63. Kitab al-Mawarith<br />
<br />
64. Kitab al-Wadi’ah<br />
<br />
65. Kitab al-Luqatah<br />
<br />
66. Kitab al-Laqit<br />
<br />
k) Di dalam bab Nikah :<br />
<br />
67. Kitab al-Ta’rid bi al-Khitbah<br />
<br />
68. Kitab Tahrim al-Jam’i<br />
<br />
69. Kitab al-Shighar<br />
<br />
70. Kitab al-Sadaq<br />
<br />
71. Kitab al-Walimah<br />
<br />
72. Kitab al-Qism<br />
<br />
73. Kitab Ibahat al-Talaq<br />
<br />
74. Kitab al-Raj’ah<br />
<br />
75. Kitab al-Khulu’ wa al-Nushuz<br />
<br />
76. Kitab al-Ila’<br />
<br />
77. Kitab al-Zihar<br />
<br />
78. Kitab al-Li’an<br />
<br />
79. Kitab al-‘Adad<br />
<br />
80. Kitab al-Istibra’<br />
<br />
81. Kitab al-Rada’<br />
<br />
82. Kitab al-Nafaqat<br />
<br />
l) Di dalam bab Jirah (Jenayah) :<br />
<br />
83. Kitab Jirah al-‘Amd<br />
<br />
84. Kitab Jirah al-Khata’ wa al-Diyat<br />
<br />
85. Kitab Istidam al-Safinatain<br />
<br />
86. Al-Jinayat ‘ala al-Janin<br />
<br />
87. Al-Jinayat ‘ala al-Walad<br />
<br />
88. Khata’ al-Tabib<br />
<br />
89. Jinayat al-Mu’allim<br />
<br />
90. Jinayat al-Baitar wa al-Hujjam<br />
<br />
91. Kitab al-Qasamah<br />
<br />
92. Saul al-Fuhl<br />
<br />
m) Di dalam bab Hudud :<br />
<br />
93. Kitab al-Hudud<br />
<br />
94. Kitab al-Qat’u fi al-Sariqah<br />
<br />
95. Qutta’ al-Tariq<br />
<br />
96. Sifat al-Nafy<br />
<br />
97. Kitab al-Murtad al-Kabir<br />
<br />
98. Kitab al-Murtad al-Saghir<br />
<br />
99. Al-Hukm fi al-Sahir<br />
<br />
100. Kitab Qital ahl al-Baghy<br />
<br />
n) Di dalam bab Siar dan Jihad :<br />
<br />
101. Kitab al-Jizyah<br />
<br />
102. Kitab al-Rad ‘ala Siyar al-Auza’i<br />
<br />
103. Kitab al-Rad ‘ala Siyar al-Waqidi<br />
<br />
104. Kitab Qital al-Mushrikin<br />
<br />
105. Kitab al-Asara wa al-Ghulul<br />
<br />
106. Kitab al-Sabq wa al-Ramy<br />
<br />
107. Kitab Qasm al-Fai’ wa al-Ghanimah<br />
<br />
o) Di dalam bab At’imah (Makan-makanan) :<br />
<br />
108. Kitab al-Ta’am wa al-Sharab<br />
<br />
109. Kitab al-Dahaya al-Kabir<br />
<br />
110. Kitab al-Dahaya al-Saghir<br />
<br />
111. Kitab al-Said wa al-Dhabaih<br />
<br />
112. Kitab Dhabaih Bani Israil<br />
<br />
113. Kitab al-Ashribah<br />
<br />
p) Di dalam bab Qadaya (Kehakiman) :<br />
<br />
114. Kitab Adab al-Qadi<br />
<br />
115. Kitab al-Shahadat<br />
<br />
116. Kitab al-Qada’ bi al-Yamin ma’a al-Shahid<br />
<br />
117. Kitab al-Da’wa wa al-Bayyinat<br />
<br />
118. Kitab al-Aqdiah<br />
<br />
119. Kitab al-Aiman wa al-Nudhur<br />
<br />
q) Di dalam bab ‘Itq (Pembebasan) dan lain-lain :<br />
<br />
120. Kitab al-‘Itq<br />
<br />
121. Kitab al-Qur’ah<br />
<br />
122. Kitab al-Bahirah wa al-Sa’ibah<br />
<br />
123. Kitab al-Wala’ wa al-Half<br />
<br />
124. Kitab al-Wala’ al-Saghir<br />
<br />
125. Kitab al-Mudabbir<br />
<br />
126. Kitab al-Mukatab<br />
<br />
127. Kitab ‘Itq Ummahat al-Aulad<br />
<br />
128. Kitab al-Shurut<br />
<br />
Di samping kitab-kitab di atas ada lagi kitab-kitab lain yang disenaraikan oleh al-Baihaqi sebagai kitab-kitab usul, tetapi ia juga mengandungi hukum-hukum furu’, seperti :-<br />
<br />
1. Kitab Ikhtilaf al-Ahadith<br />
<br />
2. Kitab Jima’ al-Ilm<br />
<br />
3. Kitab Ibtal al-Istihsan<br />
<br />
4. Kitan Ahkam al-Qur’an<br />
<br />
5. Kitab Bayan Fard al-Lah, ‘Azza wa Jalla<br />
<br />
6. Kitab Sifat al-Amr wa al-Nahy<br />
<br />
7. Kitab Ikhtilaf Malik wa al-Shafi’i<br />
<br />
8. Kitab Ikhtilaf al-‘Iraqiyin<br />
<br />
9. Kitab al-Rad ‘ala Muhammad bin al-Hasan<br />
<br />
10. Kitab ‘Ali wa ‘Abdullah<br />
<br />
11. Kitab Fada’il Quraysh<br />
<br />
Ada sebuah lagi kitab al-Shafi’i yang dihasilkannya dalam Ilmu Fiqah iaitu “al-Mabsut”. Kitab ini diperkenalkan oleh al-Baihaqi dan beliau menamakannya dengan “al-Mukhtasar al-Kabir wa al-Manthurat”, tetapi pada pendapat setengah ulama kemungkinan ia adalah kitab “al-Um”.<br />
<br />
sumber: http://islam.blogsome.com/category</div>Kisah Teladanhttp://www.blogger.com/profile/13090302079117195686noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3043065539969445932.post-54547639979031434842011-03-03T19:18:00.001-08:002011-03-03T19:19:10.180-08:00Imam Abu Hanifah (60 - 150 H)<div style="text-align: justify;">Imam Hanafi dilahirkan pada tahun 80 Hijrah bertepatan tahun 699 Masehi di sebuah kota bernama Kufah. Nama yang sebenarnya ialah Nu’man bin Tsabit bin Zautha bin Maha. Kemudian masyhur dengan gelaran Imam Hanafi. Imam Abu Hanafih adalah seorang imam Mazhab yang besar dalam dunia Islam. Dalam empat mazhab yang terkenal tersebut hanya Imam Hanafi yang bukan orang Arab. Beliau keturunan Persia atau disebut juga dengan bangsa Ajam. Pendirian beliau sama dengan pendirian imam yang lain, iaitu sama-sama menegakkan Al-Quran dan sunnah Nabi SAW.</div><div style="text-align: justify;">Kemasyhuran nama tersebut menurut para ahli sejarah ada beberapa sebab:<br />
1. Kerana ia mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Hanifah, maka ia diberi julukan dengan Abu Hanifah.<br />
2. Kerana semenjak kecilnya sangat tekun belajar dan menghayati setiap yang dipelajarinya, maka ia dianggap seorang yang hanif (kecenderungan/condong) pada agama. Itulah sebabnya ia masyhur dengan gelaran Abu Hanifah.<br />
3. Menurut bahasa Persia, Hanifah bererti tinta. Imam Hanafi sangat rajin menulis hadith-hadith, ke mana, ia pergi selalu membawa tinta. Kerana itu ia dinamakan Abu Hanifah.</div><div style="text-align: justify;"><span id="more-86"></span></div><div style="text-align: justify;">Waktu ia dilahirkan, pemerintahan Islam berada di tangan Abdul Malik bin Marwan, dari keturunan Bani Umaiyyah kelima. Kepandaian Imam Hanafi tidak diragukan lagi, beliau mengerti betul tentang ilmu fiqih, ilmu tauhid, ilmu kalam, dan juga ilmu hadith. Di samping itu beliau juga pandai dalam ilmu kesusasteraan dan hikmah.</div><div style="text-align: justify;">Imam Hanafi adalah seorang hamba Allah yang bertakwa dan soleh, seluruh waktunya lebih banyak diisi dengan amal ibadah. Jika beliau berdoa matanya bercucuran air mata demi mengharapkan keredhaan Allah SWT. Walaupun demikian orang-orang yang berjiwa jahat selalu berusaha untuk menganiaya beliau.</div><div style="text-align: justify;">Sifat keberanian beliau adalah berani menegakkan dan mempertahankan kebenaran. Untuk kebenaran ia tidak takut sengsara atau apa bahaya yang akan diterimanya. Dengan keberaniannya itu beliau selalu mencegah orang-orang yang melakukan perbuatan mungkar, kerana menurut Imam Hanafi kalau kemungkaran itu tidak dicegah, bukan orang yang berbuat kejahatan itu saja yang akan merasakan akibatnya, melainkan semuanya, termasuk orang-orang yang baik yang ada di tempat tersebut</div><div style="text-align: justify;">Sebahagian dilukiskan dalam sebuah hadith Rasulullah SAW bahawa bumi ini diumpamakan sebuah bahtera yang didiami oleh dua kumpulan. Kumpulan pertama adalah terdiri orang-orang yang baik-baik sementara kumpulan kedua terdiri dari yang jahat-jahat. Kalau kumpulan jahat ini mahu merosak bahtera dan kumpulan baik itu tidak mahu mencegahnya, maka seluruh penghuni bahtera itu akan binasa. Tetapi sebaliknya jika kumpulan yang baik itu mahu mencegah perbuatan orang-orang yang mahu membuat kerosakan di atas bahtera itu, maka semuanya akan selamat.</div><div style="text-align: justify;">Sifat Imam Hanafi yang lain adalah menolak kedudukan tinggi yang diberikan pemerintah kepadanya. Ia menolak pangkat dan menolak wang yang dibelikan kepadanya. Akibat dari penolakannya itu ia ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara. Di dalam penjara ia diseksa, dipukul dan sebagainya.</div><div style="text-align: justify;">Gubernur di Iraq pada waktu itu berada di tangan Yazid bin Hurairah Al-Fazzari. Selaku pemimpin ia tentu dapat mengangkat dan memberhentikan pegawai yang berada di bawah kekuasaannya. Pernah pada suatu ketika Imam Hanafi akan diangkat menjadi ketua urusan perbendaharan negara (Baitul mal), tetapi pengangkatan itu ditolaknya. Ia tidak mahu menerima kedudukan tinggi tersebut. Sampai berulang kali Gabenor Yazid menawarkan pangkat itu kepadanya, namun tetap ditolaknya.</div><div style="text-align: justify;">Pada waktu yang lain Gabenor Yazid menawarkan pangkat Kadi (hakim) tetapi juga ditolaknya. Rupanya Yazid tidak senang melihat sikap Imam Hanafi tersebut. Seolah-olah Imam Hanafi memusuhi pemerintah, kerana itu timbul rasa curiganya. Oleh kerana itu ia diselidiki dan diancam akan dihukum dengan hukum dera. Ketika Imam Hanafi mendengar kata ancaman hukum dera itu Imam Hanafi menjawab: “Demi Allah, aku tidak akan mengerjakan jabatan yang ditawarkan kepadaku, sekalipun aku akan dibunuh oleh pihak kerajaan.” Demikian beraninya Imam Hanafi dalam menegakkan pendirian hidupnya.</div><div style="text-align: justify;">Pada suatu hari Yazid memanggil para alim ulama ahli fiqih yang terkemuka di Iraq, dikumpulkan di muka istananya. Di antara mereka yang datang ketika itu adalah Ibnu Abi Laila. Ibnu Syblamah, Daud bin Abi Hind dan lain-lain. Kepada mereka, masing-masing diberi kedudukan rasmi oleh Gabenor.</div><div style="text-align: justify;">Ketika itu gabenor menetapkan Imam Hanafi menjadi Pengetua jawatan Sekretari gabenor. Tugasnya adalah bertanggungjawab terhadap keluar masuk wang negara. Gabenor dalam memutuskan jabatan itu disertai dengan sumpah, “Jika Abu Hanifah tidak menerima pangkat itu nescaya ia akan dihukum dengan pukulan.”</div><div style="text-align: justify;">Walaupun ada ancaman seperti itu, Imam Hanafi tetap menolak jawatan itu, bahkan ia tetap tegas, bahawa ia tidak mahu menjadi pegawai kerajaan dan tidak mahu campur tangan dalam urusan negara.</div><div style="text-align: justify;">Kerana sikapnya itu, akhirnya ditangkap oleh gabenor. Kemudian dimasukkan ke dalam penjara selama dua minggu, dengan tidak dipukul. Lima belas hari kemudian baru dipukul sebanyak 14 kali pukulan, setelah itu baru dibebaskan. Beberapa hari sesudah itu gabenor menawarkan menjadi kadi, juga ditolaknya. Kemudian ditangkap lagi dan dijatuhi hukuman dera sebanyak 110 kali. Setiap hari didera sebanyak sepuluh kali pukulan. Namun demikian Imam Hanafi tetap dengan pendiriannya. Sampai ia dilepaskan kembali setelah cukup 110 kali cambukan.</div><div style="text-align: justify;">Walaupun demikian ketika Imam Hanafi diseksa ia sempat berkata. “Hukuman dera di dunia lebih ringan daripada hukuman neraka di akhirat nanti.” Ketika ia berusia lebih dari 50 tahun, ketua negara ketika itu berada di tangan Marwan bin Muhammad. Imam Hanafi juga menerima ujian. Kemudian pada tahun 132 H sesudah dua tahun dari hukuman tadi terjadilah pergantian pimpinan negara, dari keturunan Umaiyyah ke tangan Abbasiyyah, ketua negaranya bernama Abu Abbas as Saffah.</div><div style="text-align: justify;">Pada tahun 132 H sesudah Abu Abbas meninggal dunia diganti dengan ketua negara yang baru bernama Abi Jaafar Al-Mansur, saudara muda dari Abul Abbas as Saffah. Ketika itu Imam Abu Hanifah telah berumur 56 tahun. Namanya masih tetap harum sebagai ulama besar yang disegani. Ahli fikir yang cepat dapat menyelesaikan sesuatu persoalan.</div><div style="text-align: justify;">Suatu hari Imam Hanafi mendapat panggilan dari baginda Al-Mansur di Baghdad, supaya ia datang mengadap ke istana. Sesampainya ia di istana Baghdad ia ditetapkan oleh baginda menjadi kadi (hakim) kerajaan Baghdad. Dengan tawaran tersebut, salah seorang pegawai negara bertanya: “Adakah guru tetap akan menolak kedudukan baik itu?” Dijawab oleh Imam Hanafi “Amirul mukminin lebih kuat membayar kifarat sumpahnya daripada saya membayar sumpah saya.”</div><div style="text-align: justify;">Kerana ia masih tetap menolak, maka diperintahkan kepada pengawal untuk menangkapnya, kemudian dimasukkan ke dalam penjara di Baghdad. Pada saat itu para ulama yang terkemuka di Kufah ada tiga orang. Salah satu di antaranya ialah Imam Ibnu Abi Laila. Ulama ini sejak pemerintahan Abu Abbas as Saffah telah menjadi mufti kerajaan untuk kota Kufah. Kerana sikap Imam Hanafi itu, Imam Abi Laila pun dilarang memberi fatwa.</div><div style="text-align: justify;">Pada suatu hari Imam Hanafi dikeluarkan dari penjara kerana mendapat panggilan dari Al-Mansur, tetapi ia tetap menolak. Baginda bertanya, “Apakah engkau telah suka dalam keadaan seperti ini?”</div><div style="text-align: justify;">Dijawab oleh Imam Hanafi: “Wahai Amirul Mukminin semoga Allah memperbaiki Amirul Mukminin.<br />
Wahai Amirul Mukminin, takutlah kepada Allah, janganlah bersekutu dalam kepercayaan dengan orang yang tidak takut kepada Allah. Demi Allah saya bukanlah orang yang boleh dipercayai di waktu tenang, maka bagaimana saya akan dipercayai di waktu marah, sungguh saya tidak sepatutnya diberi jawatan itu.”</div><div style="text-align: justify;">Baginda berkata lagi: “Kamu berdusta, kamu patut dan sesuai memegang jawatan itu.” Dijawab oleh Imam Hanafi: “Amirul Mukminin, sungguh baginda telah menetapkan sendiri, jika saya benar, saya telah menyatakan bahawa saya tidak patut memegang jawatan itu. Jika saya berdusta, maka bagaimana baginda akan mengangkat seorang maulana yang dipandang rendah oleh bangsa Arab. Bangsa Arab tidak akan rela diadili seorang golongan hakim seperti saya.”</div><div style="text-align: justify;">Pernah juga terjadi, baginda Abu Jaffar Al-Mansur memanggil tiga orang ulama besar ke istananya, iaitu Imam Abu Hanifah, Imam Sufyan ats Tauri dan Imam Syarik an Nakhaei. Setelah mereka hadir di istana, maka ketiganya ditetapkan untuk menduduki pangkat yang cukup tinggi dalam kenegaraan, masing-masing diberi surat pelantikan tersebut.</div><div style="text-align: justify;">Imam Sufyan ats Tauri diangkat menjadi kadi di Kota Basrah, lmam Syarik diangkat menjadi kadi di ibu kota. Adapun Imam Hanafi tidak mahu menerima pengangkatan itu di manapun ia diletakkan. Pengangkatan itu disertai dengan ancaman bahawa siapa saja yang tidak mahu menerima jawatan itu akan didera sebanyak l00 kali deraan.</div><div style="text-align: justify;">Imam Syarik menerima jawatan itu, tetapi Imam Sufyan tidak mahu menerimanya, kemudian ia melarikan diri ke Yaman. Imam Abu Hanifah juga tidak mahu menerimanya dan tidak pula berusaha melarikan diri.</div><div style="text-align: justify;">Oleh sebab itu Imam Abu Hanifah dimasukkan kembali ke dalam penjara dan dijatuhi hukuman sebanyak 100 kali dera. Setiap pagi dipukul dengan cambuk sementara dileher beliau dikalung dengan rantai besi yang berat.</div><div style="text-align: justify;">Suatu kali Imam Hanafi dipanggil baginda untuk mengadapnya. Setelah tiba di depan baginda, lalu diberinya segelas air yang berisi racun. Ia dipaksa meminumnya. Setelah diminum air yang beracun itu Imam Hanafi kembali dimasukkan ke dalam penjara. Imam Hanafi wafat dalam keadaan menderita di penjara ketika itu ia berusia 70 tahun.</div><div style="text-align: justify;">Imam Hanafi menolak semua tawaran yang diberikan oleh kerajaan daulah Umaiyyah dan Abbasiyah adalah kerana beliau tidak sesuai dengan corak pemerintahan yang mereka kendalikan. Oleh sebab itu mereka berusaha mengajak Imam Hanafi untuk bekerjasama mengikut gerak langkah mereka, dan akhirnya mereka seksa hingga meninggal, kerana Imam Hanafi menolak semua tawaran yang mereka berikan.</div><div style="text-align: justify;">Sepanjang riwayat hidupnya, beliau tidak dikenal dalam mengarang kitab. Tetapi madzab beliau Imam Abu Hanifah atau madzab Hanafi disebar luaskan oleh murid-murid beliau. Demikian juga fatwa-fatwa beliau dituliskan dalam kitab-kitab fikih oleh para murid dan pengikut beliau sehingga madzab Hanafi menjadi terkenal dan sampai saat ini dikenal sebagai salah satu madzab yang empat. Di antara murid beliau yang terkenal adalah Muhammad bin Al-Hassan Al-Shaibani, yang merupakan guru dari Imam Syafi’iy.</div><div style="text-align: justify;">sumber: http://www.geocities.com/Athens/Acropolis/9672/imam4.htm</div>Kisah Teladanhttp://www.blogger.com/profile/13090302079117195686noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3043065539969445932.post-86340772438492590612011-03-03T19:16:00.000-08:002011-03-06T18:50:23.958-08:00Imam Malik (93 - 179 H)<div style="text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlRj5QM47Md2PpLqAaWWPaBE5KqALPYYB0CBxLBZrt5AJ8kMPQtG8t4iJvyhP3EeA9X-2baRUurvbrdtZxIv0USs2v4Z-CO9TR60ede3fsae-gIlXgFR9faKJU7pYFH2pIAgn4rl9HGW8S/s1600/imam-malik.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="141" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlRj5QM47Md2PpLqAaWWPaBE5KqALPYYB0CBxLBZrt5AJ8kMPQtG8t4iJvyhP3EeA9X-2baRUurvbrdtZxIv0USs2v4Z-CO9TR60ede3fsae-gIlXgFR9faKJU7pYFH2pIAgn4rl9HGW8S/s200/imam-malik.jpg" width="200" /></a></div>Beliaulah cikal bakal madhzab Maliki. Imam Malik yang bernama lengkap Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin Haris bin Gaiman bin Kutail bin Amr bin Haris al Asbahi, lahir di Madinah pada tahun 93 H/712 M dan wafat tahun 179 H/796 M. Berasal dari keluarga Arab terhormat, berstatus sosial tinggi, baik sebelum maupun sesudah datangnya Islam. Tanah asal leluhurnya adalah Yaman, namun setelah nenek moyangnya menganut Islam, mereka pindah ke Madinah. Kakeknya, Abu Amir, adalah anggota keluarga pertama yang memeluk agama Islam pada tahun 2 H. Saat itu, Madinah adalah kota ‘ilmu’ yang sangat terkenal.<br />
<br />
Kakek dan ayahnya termasuk kelompok ulama hadits terpandang di Madinah. Karenanya, sejak kecil Imam Malik tak berniat meninggalkan Madinah untuk mencari ilmu. Ia merasa Madinah adalah kota dengan sumber ilmu yang berlimpah lewat kehadiran ulama-ulama besarnya.</div><div class="fullpost" style="text-align: justify;"><br />
Kendati demikian, dalam mencari ilmu Imam Malik rela mengorbankan apa saja. Menurut satu riwayat, sang imam sampai harus menjual tiang rumahnya hanya untuk membayar biaya pendidikannya. Menurutnya, tak layak seorang yang mencapai derajat intelektual tertinggi sebelum berhasil mengatasi kemiskinan. Kemiskinan, katanya, adalah ujian hakiki seorang manusia.<br />
<br />
Karena keluarganya ulama ahli hadits, maka Imam Malik pun menekuni pelajaran hadits kepada ayah dan paman-pamannya. Kendati demikian, ia pernah berguru pada ulama-ulama terkenal seperti Nafi’ bin Abi Nuaim, Ibnu Syihab az Zuhri, Abul Zinad, Hasyim bin Urwa, Yahya bin Said al Anshari, dan Muhammad bin Munkadir. Gurunya yang lain adalah Abdurrahman bin Hurmuz, tabi’in ahli hadits, fikih, fatwa dan ilmu berdebat; juga Imam Jafar Shadiq dan Rabi Rayi.<br />
<br />
Dalam usia muda, Imam Malik telah menguasai banyak ilmu. Kecintaannya kepada ilmu menjadikan hampir seluruh hidupnya diabdikan dalam dunia pendidikan. Tidak kurang empat khalifah, mulai dari Al Mansur, Al Mahdi, Hadi Harun, dan Al Ma’mun, pernah jadi murid Imam Malik. Ulama besar, Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i pun pernah menimba ilmu dari Imam Malik. Belum lagi ilmuwan dan para ahli lainnya. Menurut sebuah riwayat disebutkan murid terkenal Imam Malik mencapai 1.300 orang.<br />
<br />
Ciri pengajaran Imam Malik adalah disiplin, ketentraman, dan rasa hormat murid kepada gurunya. Prinsip ini dijunjung tinggi olehnya sehingga tak segan-segan ia menegur keras murid-muridnya yang melanggar prinsip tersebut. Pernah suatu kali Khalifah Mansur membahas sebuah hadits dengan nada agak keras. Sang imam marah dan berkata, ”Jangan melengking bila sedang membahas hadits Nabi.”<br />
<br />
Ketegasan sikap Imam Malik bukan sekali saja. Berulangkali, manakala dihadapkan pada keinginan penguasa yang tak sejalan dengan aqidah Islamiyah, Imam Malik menentang tanpa takut risiko yang dihadapinya. Salah satunya dengan Ja’far, gubernur Madinah. Suatu ketika, gubernur yang masih keponakan Khalifah Abbasiyah, Al Mansur, meminta seluruh penduduk Madinah melakukan bai’at (janji setia) kepada khalifah. Namun, Imam Malik yang saat itu baru berusia 25 tahun merasa tak mungkin penduduk Madinah melakukan bai’at kepada khalifah yang mereka tak sukai.<br />
<br />
Ia pun mengingatkan gubernur tentang tak berlakunya bai’at tanpa keikhlasan seperti tidak sahnya perceraian paksa. Ja’far meminta Imam Malik tak menyebarluaskan pandangannya tersebut, tapi ditolaknya. Gubernur Ja’far merasa terhina sekali. Ia pun memerintahkan pengawalnya menghukum dera Imam Malik sebanyak 70 kali. Dalam kondisi berlumuran darah, sang imam diarak keliling Madinah dengan untanya. Dengan hal itu, Ja’far seakan mengingatkan orang banyak, ulama yang mereka hormati tak dapat menghalangi kehendak sang penguasa.<br />
<br />
Namun, ternyata Khalifah Mansur tidak berkenan dengan kelakuan keponakannya itu. Mendengar kabar penyiksaan itu, khalifah segera mengirim utusan untuk menghukum keponakannya dan memerintahkan untuk meminta maaf kepada sang imam. Untuk menebus kesalahan itu, khalifah meminta Imam Malik bermukim di ibukota Baghdad dan menjadi salah seorang penasihatnya. Khalifah mengirimkan uang 3.000 dinar untuk keperluan perjalanan sang imam. Namun, undangan itu pun ditolaknya. Imam Malik lebih suka tidak meninggalkan kota Madinah. Hingga akhir hayatnya, ia tak pernah pergi keluar Madinah kecuali untuk berhaji.<br />
<br />
Dalam sebuah kunjungan ke kota Madinah, Khalifah Bani Abbasiyyah, Harun Al Rasyid (penguasa saat itu), tertarik mengikuti ceramah al Muwatta’ yang diadakan Imam Malik. Untuk hal ini, khalifah mengutus orang memanggil Imam.<br />
<br />
”Rasyid, leluhur Anda selalu melindungi pelajaran hadits. Mereka amat menghormatinya. Bila sebagai khalifah Anda tidak menghormatinya, tak seorang pun akan menaruh hormat lagi. Manusia yang mencari ilmu, sementara ilmu tidak akan mencari manusia,” nasihat Imam Malik kepada Khalifah Harun.<br />
<br />
Sedianya, khalifah ingin jamaah meninggalkan ruangan tempat ceramah itu diadakan. Namun, permintaan itu tak dikabulkan Malik. ”Saya tidak dapat mengorbankan kepentingan umum hanya untuk kepentingan seorang pribadi.” Sang khalifah pun akhirnya mengikuti ceramah bersama dua putranya dan duduk berdampingan dengan rakyat kecil.<br />
<br />
Pengendalian diri dan kesabaran Imam Malik membuat ia ternama di seantero dunia Islam. Pernah semua orang panik lari ketika segerombolan Kharijis bersenjatakan pedang memasuki masjid Kuffah. Tetapi, Imam Malik yang sedang shalat tanpa cemas tidak beranjak dari tempatnya. Mencium tangan khalifah apabila menghadap di baliurang sudah menjadi adat kebiasaan, namun Imam Malik tidak pernah tunduk pada penghinaan seperti itu. Sebaliknya, ia sangat hormat pada para cendekiawan, sehingga pernah ia menawarkan tempat duduknya sendiri kepada Imam Abu Hanifah yang mengunjunginya.<br />
<br />
Beliau wafat pada tahun 179 hijrah ketika berumur 86 tahun dan meninggalkan 3 orang putera dan seorang puteri.<br />
<br />
***<br />
<br />
Kitab Al Muwatta’<br />
<br />
Al Muwatta’ adalah kitab fikih berdasarkan himpunan hadits-hadits pilihan. Santri mana yang tak kenal kitab yang satu ini. Ia menjadi rujukan penting, khususnya di kalangan pesantren dan ulama kontemporer. Karya terbesar Imam Malik ini dinilai memiliki banyak keistimwaan. Ia disusun berdasarkan klasifikasi fikih dengan memperinci kaidah fikih yang diambil dari hadits dan fatwa sahabat.<br />
<br />
Menurut beberapa riwayat, sesungguhnya Al Muwatta’ tak akan lahir bila Imam Malik tidak ‘dipaksa’ Khalifah Mansur. Setelah penolakan untuk ke Baghdad, Khalifah Al Mansur meminta Imam Malik mengumpulkan hadits dan membukukannya. Awalnya, Imam Malik enggan melakukan itu. Namun, karena dipandang tak ada salahnya melakukan hal tersebut, akhirnya lahirlah Al Muwatta’. Ditulis di masa Al Mansur (754-775 M) dan baru selesai di masa Al Mahdi (775-785 M).<br />
<br />
Dunia Islam mengakui Al Muwatta’ sebagai karya pilihan yang tak ada duanya. Menurut Syah Walilullah, kitab ini merupakan himpunan hadits paling shahih dan terpilih. Imam Malik memang menekankan betul terujinya para perawi. Semula, kitab ini memuat 10 ribu hadits. Namun, lewat penelitian ulang, Imam Malik hanya memasukkan 1.720 hadits. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa dengan 16 edisi yang berlainan. Selain Al Muwatta’, Imam Malik juga menyusun kitab Al Mudawwanah al Kubra, yang berisi fatwa-fatwa dan jawaban Imam Malik atas berbagai persoalan.<br />
<br />
Imam Malik tak hanya meninggalkan warisan buku. Ia juga mewariskan mazhab fikih di kalangan Islam Sunni, yang disebut sebagai Mazhab Maliki. Selain fatwa-fatwa Imam Malik dan Al Muwatta’, kitab-kitab seperti Al Mudawwanah al Kubra, Bidayatul Mujtahid wa Nihaayatul Muqtashid (karya Ibnu Rusyd), Matan ar Risalah fi al Fiqh al Maliki (karya Abu Muhammad Abdullah bin Zaid), Asl al Madarik Syarh Irsyad al Masalik fi Fiqh al Imam Malik (karya Shihabuddin al Baghdadi), dan Bulgah as Salik li Aqrab al Masalik (karya Syeikh Ahmad as Sawi), menjadi rujukan utama mazhab Maliki.<br />
<br />
Di samping sangat konsisten memegang teguh hadits, mazhab ini juga dikenal amat mengedepankan aspek kemaslahatan dalam menetapkan hukum. Secara berurutan, sumber hukum yang dikembangkan dalam Mazhab Maliki adalah Al-Qur’an, Sunnah Rasulullah SAW, amalan sahabat, tradisi masyarakat Madinah (amal ahli al Madinah), qiyas (analogi), dan al maslahah al mursalah (kemaslahatan yang tidak didukung atau dilarang oleh dalil tertentu).<br />
<br />
Mazhab Maliki pernah menjadi mazhab resmi di Mekah, Madinah, Irak, Mesir, Aljazair, Tunisia, Andalusia (kini Spanyol), Marokko, dan Sudan. Kecuali di tiga negara yang disebut terakhir, jumlah pengikut mazhab Maliki kini menyusut. Mayoritas penduduk Mekah dan Madinah saat ini mengikuti Mazhab Hanbali. Di Iran dan Mesir, jumlah pengikut Mazhab Maliki juga tidak banyak. Hanya Marokko saat ini satu-satunya negara yang secara resmi menganut Mazhab Maliki.<br />
<br />
Sumber: http://www.kotasantri.com/galeria.php?aksi=DetailArtikel&artid=170</div>Kisah Teladanhttp://www.blogger.com/profile/13090302079117195686noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3043065539969445932.post-44615110132266941902011-03-01T19:13:00.000-08:002011-05-27T10:10:37.043-07:00Imam Hambali (750 - 855 M)<div style="text-align: justify;">Imam Hambali bernama Ahmad bin Muhammad bin Hambal, lahir di Baghdad pada tahun 780-855 M. Beliau dibesarkan oleh ibunya lantaran sang ayah meninggal di masa mudanya, pada usia 16 tahun, keinginannya yang besar membuatnya belajar Al Qur’an dan ilmu ilmu agama lainya kepada ulama ulama yang ada di Baghdad, dan setiap kali mendengar ada ulama terkenal di suatu tempat, beliau rela menempuh perjalanan jauh dan waktu yang cukup lama untuk menimba ilmu dari sang ulama, beliau mengunjungi para ulama terkenal di berbagai tempat, seperti Bashrah, Syam, Kufa, Yaman, Mekkah dan Madinah, beberapa gurunya antara lain : Hammad bin Khalid, Ismail bin Aliyah, Muzaffar bin Mudrik, Walin bin Muslim dan Musa bin thariq. Kecintaanya terhadap ilmulah yang membuat beliau tidak menikah di usia muda, nanti di usia 40 tahun barulah beliau menikah.</div><div class="fullpost" style="text-align: justify;">Kepandaian Imam hambali dalam ilmu hadis tak diragukan lagi, menurut putra sulungnya Abdullah bin Ahmad bahwa Imam hambali telah hafal 700.000 hadis di luar kepala. Hadis sebanyak itu kemudian diseleksinya secara ketat dan ditulis kembali dalam kitabnya Al Musnad berjumlah 40.000 hadis berdasarkan susunan nama nama sahabat yang meriwayatkan. Dengan kemampuan dan kepandaiannya, mengundang banyak tokoh ulama yang berguru kepadanya yang melahirkan banyak ulama dan pewaris hadis terkenal semisal Imam bukhari, Imam Muslim dan Imam Abu Daud.<br />
<br />
Menurut Ibnu Al Qayyim, ada lima landasan pokok yang dijadikan dasar penetapan hukum dan fatwa dalam mazhab hambali yaitu :<br />
<br />
# Al Quran dan Sunnah, jika ada nashnya dalam Al Quran dan hadis maka tidak berpaling pada sumber lainnya.<br />
<br />
# Fatwa Sahabat yang terkenal dan tak ada yang menentangnya.<br />
<br />
# jika para sahabt berbeda pendapat, maka beliau akan memilih pendapat yang dinilainya lebih sesuai dan mendekati Al Quran dan Sunnah, namun jika perbedaan pendapat tersebut tidak ada kesesuaiannya dengan Al Quran maupun Sunnah maka beliau mengambil sikap diam atau meriwayatkan kedua duanya.<br />
<br />
# Mengambil hadis Mursal (sanadnya tidak disebutkan perawinya) dan hadis Dhaif (lemah), dalam hal ini hadis dhaif lebih didahulukan dari pada Qiyas.<br />
<br />
# Qiyas, digunakan bila tidak ditemukan dasar hukumnya dari keempat sumber di atas.<br />
<br />
Hasil karaya Imam hambali yang paling terkenal adalah Musnad Ahmad bin Hambal dan buku buku karangan lainnya, seperti, Tafsir Al Quran, Annasikh Walmansukh, AlTarikh, Jawab Al quran, Taat Arrasul dan Al Wara’.</div>Kisah Teladanhttp://www.blogger.com/profile/13090302079117195686noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3043065539969445932.post-42627742153882572882011-02-28T02:33:00.000-08:002011-03-06T18:44:49.004-08:00Lolos dari Maut<div align="justify"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUN1LmsL2NJTWeKcrU2yc8Tp6EfYQfDzV5Pvd8CfiuJ3tCQ8ln4IKjV2CrnBQ9DeHrWyFbEPw1o34e8lNGtpQsPyl8688hdjj-tRYrjNKAf4eRElite9Zv4GN4n5vUXx4i7PKN7FOAL0D2/s1600/abu-nawas-122.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="105" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUN1LmsL2NJTWeKcrU2yc8Tp6EfYQfDzV5Pvd8CfiuJ3tCQ8ln4IKjV2CrnBQ9DeHrWyFbEPw1o34e8lNGtpQsPyl8688hdjj-tRYrjNKAf4eRElite9Zv4GN4n5vUXx4i7PKN7FOAL0D2/s320/abu-nawas-122.jpg" width="320" /></a></div><span style="font-size: 85%;"><span class="f_Normal3">K</span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">arena dianggap hampir membunuh Baginda maka Abu Nawas mendapat celaka. Dengan kekuasaan yang absolut Baginda memerintahkan prajurit-prajuritnya langsung menangkap dan menyeret Abu Nawas untuk dijebloskan ke penjara.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Waktu itu Abu Nawas sedang bekerja di ladang karena musim tanam kentang akan tiba. Ketika para prajurit kerajaan tiba, ia sedang mencangkul. Dan tanpa alasan yang jelas mereka langsung menyeret Abu Nawas sesuai dengan titah Baginda. Abu Nawas tidak berkutik. Kini ia mendekam di dalam penjara.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Beberapa hari lagi kentang-kentang itu harus ditanam. Sedangkan istrinya tidak cukup kuat untuk melakukan pencangkulan. Abu Nawas tahu bahwa tetangga-tetangganya tidak akan bersedia membantu istrinya sebab mereka juga sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Tidak ada yang bisa dilakukan di dalam 'penjara kecuali mencari jalan keluar.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Seperti biasa Abu Nawas tidak bisa tidur dan tidak enak makan. la hanya makan sedikit. Sudah dua hari ia meringkuk di dalam penjara. Wajahnya murung.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Hari ketiga Abu Nawas memanggil seorang pengawal. "Bisakah aku minta tolong kepadamu?" kata Abu Nawas membuka pembicaraan.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">"Apa itu?" kata pengawal itu tanpa gairah.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">"Aku ingin pinjam pensil dan selembar kertas. Aku ingin menulis surat untuk istriku. Aku harus menyampaikan sebuah rahasia penting yang hanya boleh diketahui oleh istriku saja."</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Pengawal itu berpikir sejenak lalu pergi meninggalkan Abu Nawas.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Ternyata pengawal itu merighadap Baginda Raja untuk melapor.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Mendengar laporan dari pengawal, Baginda segera menyediakan apa yang diminta Abu Nawas. Dalam hati, Baginda bergumam mungkin kali ini ia bisa mengalahkan Abu Nawas:</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Abu Nawas menulis surat yang berbunyi: "Wahai istriku, janganlah engkau sekali-kali menggali ladang kita karena aku menyembunyikan harta karun dan senjata di situ. Dan tolong jangan bercerita kepada siapa pun."</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Tentu saja surat itu dibaca oleh Baginda karena beliau ingin tahu apa sebenarnya rahasia Abu Nawas. Setelah membaca surat itu Baginda merasa puas dan langsung memerintahkan beberapa pekerja istana untuk menggali ladang Abu Nawas. Dengan peralatan yarig dibutuhkan mereka berangkat dan langsung menggali ladang Abu Nawas. Istri Abu Nawas merasa heran. Mungkinkah suaminya minta tolong pada mereka?</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Pertanyaan itu tidak terjawab karena mereka kembali ke istana tanpa pamit. Mereka hanya menyerahkan surat Abu Nawas kepadanya.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Lima hari kemudian Abu Nawas menerima surat dari istrinya. Surat itu berbunyi: "Mungkin suratmu dibaca sebelum diserahkan kepadaku. Karena beberapa pekerja istana datang ke sini dua hari yang lalu, mereka menggali seluruh ladang kita. Lalu apa yang harus kukerjakan sekarang?"</span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: 85%;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">Rupanya istrinya Abu Nawas belum mengerti muslihat suaminya. Tetapi dengan bijaksana Abu Nawas membalas: "Sekarang engkau bisa menanam kentang di la</span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"></span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">dang tanpa harus menggali, wahai istriku."</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Kali ini Baginda tidak bersedia membaca surat Abu Nawas lagi. Bagi.nda makin mengakui keluarbiasaan akal Abu Nawas. Bahkan di dalam penjara pun Abu Nawas masih bisa melakukan pencangkulan.</span></span></div><div align="center"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">********</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Abu Nawas masih mengeram di penjara. Namun begitu Abu Nawas masih bisa menyelesaikan pekerjaannya dengan memakai tangan orang lain.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Baginda berpikir. Sejenak kemudian beliau segera memerintahkan sipir penjara untuk membebaskan Abu Nawas. Baginda Raja tidak ingin menanggung resiko yang lebih buruk. Karena akal Abu Nawas tidak bisa ditebak. Bahkan di dalam penjara pun Abu Nawas masih sanggup menyusahkan prang. Keputusan yang dibuat Baginda Raja untuk melepaskan Abu Nawas memang sangat tepat. Karena bila sampai Abu Nawas bertambah sakit hati maka tidak mustahil kesusahan yang akan ditimbulkan akan semakin gawat.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Kini hidung Abu Nawas sudah bisa menghisap udara kebebasan di luar. Istri Abu Nawas menyambut gembira kedatangan suami yang selama ini sangat dirindukan. Abu Nawas juga riang. Apalagi melihat tanaman kentangnya akan membuahkan hasil yang bisa dipetik dalam waktu dekat.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Abu Nawas memang girang bukan kepalang tetapi ia juga merasa gundah. Bagaimana Abu Nawas tidak merasa gundah gulana sebab Baginda sudah tidak lagi memakai perangkap untuk memenjarakan dirinya. Tetapi Baginda Raja langsung memenjarakannya. Maka tidak mustahil bila suatu ketika nanti Baginda langsung menjatuhkan hukuman pancung. Abu Nawas yakin bahwa saat ini Baginda pasti sedang merencanakan sesuatu. Abu Nawas menyiapkan payung untuk menyambut hujan yang akan diciptakan Baginda Raja. Pada hari itu Abu Nawas mengumumkan dirinya sebagai ahli nujum atau tukang ramal nasib.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Sejak membuka praktek ramal-meramal nasib, Abu Nawas sering mendapat panggilan dari orang-orang terkenal. Kini Abu Nawas tidak saja dikenal sebagai orang yang hartdal daiam menciptakan gelak tawa tetapi juga sebagai ahli ramal yang jitu.</span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: 85%;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">Mendengar Abu Nawas mendadak menjadi ahli ra</span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"></span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">mal maka Baginda Raja Harun Al Rasyid merasa khawatir. Baginda curiga jangan-jangan Abu Nawas bisa mem-bahayakan kerajaan. Maka tanpa pikir panjang Abu Nawas ditangkap.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Abu Nawas sejak semula yakin Baginda Raja kali ini berniat akan menghabisi riwayatnya. Tetapi Abu Nawas tidak begitu merasa gentar. Mungkin Abu Nawas sudah mempersiapkan tameng.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Setelah beberapa hari meringkuk di dalam penjara, Abu Nawas digiring menuju tempat kematian. Tukang penggal kepala sudah menunggu dengan pedang yang baru diasah. Abu Nawas menghampiri tempat penjagalan dengan amat tenang. Baginda merasa kagum terhadap ketegaran Abu Nawas. Tetapi Baginda juga bertanya-tanya dalam hati mengapa Abu Nawas begitu tabah menghadapi detik-detik terakhir hidupnya. Ketika algojo sudah siap mengayunkan pedang, Abu Nawas tertawa-tawa sehingga Baginda menangguhkan pemancungan.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Beliau bertanya, "Hai Abu Nawas, apakah engkau tidak merasa ngeri menghadapi pedang algojo?"</span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: 85%;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">"Ngeri Tuanku yang mulia, tetapi hamba juga me</span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"></span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">rasa gembira." jawab Abu Nawas sambil tersenyum.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">"Engkau merasa gembira?" tanya Baginda kaget.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">"Betul Baginda yang mulia, karena tepat tiga hari setelah kematian hamba, maka Baginda pun akan mangkat menyusul hamba ke Hang lahat, karena hamba tidak bersalah sedikit pun." kata Abu Nawas tetap tenang.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Baginda gemetar mendengar ucapan Abu Nawas. dan tentu saja hukuman pancung dibatalkan.</span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: 85%;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">Abu Nawas digiring kembali ke penjara. Baginda memerintahkan agar Abu Nawas diperlakukan istimewa. Malah Baginda memerintahkan supaya Abu Nawas disuguhi hidangan yang enak-enak. Tetapi Abu Nawas tetap tidak kerasa tinggal di penjara. Abu Nawas berpesan dan setengah mengancam kepada penjaga pen</span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"></span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">jara bahwa bila ia terus-menerus mendekam dalam pen</span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"></span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">jara ia bisa jatuh sakit atau meninggal Baginda Raja terpaksa membebaskan Abu Nawas setelah mendengar penuturan penjaga penjara.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;"></span></span> </div><div align="justify" style="text-align: center;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">*****</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Cita-cita atau obsesi menghukum Abu Nawas sebenarnya masih bergolak, namun Baginda merasa kehabisan akal untuk menjebak Abu Nawas.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Seorang penasihat kerajaan kepercayaan Baginda Raja menyarankan agar Baginda memanggil seorang ilmuwan-ulama yang berilmu tinggi untuk menandingi Abu Nawas. Pasti masih ada peluang untuk mencari kelemahan Abu Nawas. Menjebak pencuri harus dengan pencuri.Dan ulama dengan ulama. Baginda menerima usul yang cemerlang itu dengan hati bulat.</span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: 85%;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">Setelah ulama yang berilmu tinggi berhasil ditemukan, Baginda Raja menanyakan cara terbaik menjerat Abu Nawas. Ulama itu memberi tahu cara-cara yang pa</span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"></span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">ling jitu kepada Baginda Raja. Baginda Raja manggut-manggut setuju. Wajah Baginda tidak lagi murung. Apalagi ulama itu menegaskan bahwa ramalan Abu Nawas tentang takdir kematian Baginda Raja sama sekali tidak mempunyai dasar yang kuat. Tiada seorang pun manusia yang tahu kapan dan di bumi mana ia akan mati apalagi tentang ajal orang lain.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Ulama andalan Baginda Raja mulai mengadakan persiapan seperlunya untuk memberikan pukulan fatal bagi Abu Nawas. Siasat pun dijalankan sesuai rencana. Abu Nawas terjerembab ke lubang siasat sang ulama. Abu Nawas melakukan kesalahan yang bisa menghantarnya ke tiang gantungan atau tempat pemancungan.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Benarlah peribahasa yang berbunyi sepandai-pandai tupai melompat pasti suatu saat akan terpeleset. Kini, Abu Nawas benar-benar mati kutu. Sebentar lagi ia akan dihukum mati karena jebakan sang ilmuwan-ulama.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Benarkah Abu Nawas sudah keok?</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Kita lihat saja nanti.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Banyak orang yang merasa simpati atas nasib Abu Nawas, terutama orang-orang miskin dan tertindas yang pernah ditolongnya. Namun derai air mata para pecinta dan pengagum Abu Nawas tak akan mampu menghentikan hukuman mati yang akan dijatuhkan.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Baginda Raja Harun Al Rasyid benar-benar menikmati kernenangannya. Belum pernah Baginda terlihat seriang sekarang.</span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: 85%;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">Keyakinan orang banyak bertambah mantap. Hanya sat orang yang tetap tidak yakin bahwa hidup Abu Nawas aka berakhir setragis itu, yaitu istri Abu Nawas. Bukankah Alia Azza Wa Jalla lebih dekat daripada urat leher. Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah Yang Maha Gagah. Dan kematian adalah mutlak urusan-Nya. Semakin dekat hukuman mati bagi Abu Nawas. Orang banyak semakin resah. Tetapi bagi Abu Nawas malah sebaliknya. Semakin dekat hukuman bagi dirinya, se</span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"></span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">makin tegar hatinya.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Baginda Raja tahu bahwa ketenangan yang ditampilkan Abu Nawas hanyalah merupakan bagian dari tipu dayanya. Tetapi Baginda Raja telah bersumpah pada diri sendiri bahwa beliau tidak akan terkecoh untuk kedua kalinya. Sebaliknya Abu Nawas juga yakin, selama nyawa masih melekat maka harapan akan terus menyertainya. Tuhan tidak mungkin menciptakan alam semesta ini tanpa ditaburi harapan-harapan yang menjanjikan. Bahkan dalam keadaan yang bagaimanapun gawatnya.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Keyakinan seperti inilah yang tidak dimiliki oleh Baginda Raja dan ulama itu. Seketika suasana menjadi hening, sewaktu Bagin Raja memberi sambutan singkattentang akan dilaksanakan hukuman mati atas diri terpidana mati Abu Nawas. Kemudian tanpa memperpanjang waktu lagi Baginda Raja menanyakan permintaan terakhir Abu Nawas. Dan pertanyaan inilah yang paling dinanti-nantikan Abu Nawas.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">"Adakah permintaan yang terakhir"</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">"Ada Paduka yang mulia." jawab Abu Nawas singkat.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">"Sebutkan." kata Baginda.</span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: 85%;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">"Sudilah kiranya hamba diperkenankan memilih hu</span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"></span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">kuman mati yang hamba anggap cocok wahai Baginda yang mulia." pinta Abu Nawas.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">"Baiklah." kata Baginda menyetujui permintaan Abu Nawas..</span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: 85%;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana'; font-style: italic;">"Paduka yang mulia, yang hamba pinta adalah bila pilihan hamba benar hamba bersedia dihukum pancung, tetapi jika pilihan hamba dianggap salah maka hamba dihukum gantung saja." </span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">kata Abu Nawas memohon.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">"Engkau memang orang yang aneh. Dalam saat-saat yang amat genting pun engkau masih sempat bersenda gurau. Tetapi ketahuilah bagiku segala tipu muslihatmu hari ini tak akan bisa membawamu kemana-mana." kata Baginda sambil tertawa.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;"></span></span> </div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">"Hamba tidak bersenda gurau Paduka yang mulia." kata Abu Nawas bersungguh-sungguh.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Baginda makin terpingkal-pingkal. Belum selesai Baginda Raja tertawa-tawa, Abu Nawas berteriak dengan nyaring.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">"Hamba minta dihukum pancung!"</span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: 85%;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">Semua yang hadir kaget. Orang banyak belum mengerti mengapa Abu Nawas membuat keputusan begitu. Tetapi kecerdasan otak Baginda Raja menangkap sesuatu yang lain. Sehingga tawa Baginda yang semula berderai-derai mendadak terhenti. Kening Baginda berkenyit mendengar ucapan Abu Nawas. Baginda Raja ti</span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"></span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">dak berani menarik kata-katanya karena disaksikan oleh ribuan rakyatnya.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Beliau sudah terlanjur mengabulkan Abu Nawas menentukan hukuman mati yang paling cocok untuk dirinya.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Kini kesempatan Abu Nawas membela diri.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana'; font-style: italic;"><span style="font-size: 85%;">"Baginda yang mulia, hamba tadi mengatakan bahwa hamba akan dihukum pancung. Kalau pilihan hamba benar maka hamba dihukum gantung. Tetapi di manakah letak kesalahan pilihan hamba sehingga hamba harus dihukum gantung. Padahal hamba telah memilih hukuman pancung?"</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Olah kata Abu Nawas memaksa Baginda Raja dan ulama itu tercengang. Benar-benar luar biasa otak Abu Nawas ini. Rasanya tidak ada lagi manusia pintar selain Abu Nawas di negeri Baghdad ini.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">"Abu Nawas aku mengampunimu, tapi sekarang jawablah pertanyaanku ini. Berapa banyakkah bintang di langit?"</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">"Oh, gampang sekali Tuanku."</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">"Iya, tapi berapa, seratus juta, seratus milyar?" tanya Baginda.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">"Bukan Tuanku, cuma sebanyak pasir di pantai."</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">"Kau ini.... bagaimana bisa orang menghitung pasir di pantai?"</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">"Bagaimana pula orang bisa menghitung bintang di langit?"</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">"Ha ha ha ha ha...! Kau memang penggeli hati.</span></span></div><div align="justify"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-size: 85%;">Kau adalah pelipur laraku. Abu Nawas mulai sekarang jangan segan-segan, sering-seringlah datang ke istanaku. Aku ingin selalu mendengar lelucon-leluconmu yang baru!"</span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: 85%;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">"Siap Baginda </span><span style="color: black; font-family: 'Verdana'; letter-spacing: -1px;">!"</span></span></div><a href="http://elhaniyya.blogspot.com/"></a>Kisah Teladanhttp://www.blogger.com/profile/13090302079117195686noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3043065539969445932.post-54054803403096306332011-02-20T02:59:00.000-08:002011-03-01T01:03:45.075-08:00Mengecoh Raja<div align="justify" class="p_Normal2" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span class="f_Normal3">S</span><span style="color: black;">ejak peristiwa penghancuran barang-barang di istana oleh Abu Nawas yang </span><span style="color: black; font-style: italic;">dilegalisir </span><span style="color: black;">oleh Baginda, sejak saat itu pula Baginda ingin menangkap Abu Nawas untuk dijebloskan ke penjara.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Sudah menjadi hukum bagi siapa saja yang tidak sanggup melaksanakan titah Baginda, maka tak disangsikan lagi ia akan mendapat hukuman. Baginda tahu Abu Nawas amat takut kepada beruang. Suatu hari Baginda memerintahkan prajuritnya menjemput Abu Nawas agar bergabung dengan rombongan Baginda Raja Harun Al Rasyid berburu beruang. Abu Nawas merasa takut dan gemetar tetapi ia tidak berani menolak perintah Baginda.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Dalam perjalanan menuju ke hutan, tiba-tiba cuaca yang cerah berubah menjadi mendung. Baginda memanggil Abu Nawas. Dengan penuh rasa hormat Abu Nawas mendekati Baginda.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Tahukah mengapa engkau aku panggil?" tanya Baginda tanpa sedikit pun senyum di wajahnya.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Ampun Tuanku, hamba belum tahu." kata Abu Nawas.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Kau pasti tahu bahwa sebentar lagi akan turun hujan. Hutan masih jauh dari sini. Kau kuberi kuda yang lamban. Sedangkan aku dan pengawal-pengawalku akan menunggang kuda yang cepat. Nanti pada waktu santap siang kita berkumpul di tempat peristirahatanku. Bila hujan turun kita harus menghindarinya dengan cara kita masing-masing agar pakaian kita tetap kering. Sekarang kita berpencar." Baginda menjelaskan.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Kemudian Baginda dan rombongan mulai bergerak. Abu Nawas kini tahu Baginda akan menjebaknya. la harus mancari akal. Dan ketika Abu Nawas sedang berpikir, tiba-tiba hujan turun.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Begitu hujan turun Baginda dan rombongan segera memacu kuda untuk mencapai tempat perlindungan yang terdekat. Tetapi karena derasnya hujan, Baginda dan para pengawalnya basah kuyup. Ketika santap siang tiba Baginda segera menuju tempat peristirahatan. Belum sempat baju Baginda dan para pengawalnya ke</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">ring, Abu Nawas datang dengan menunggang kuda yang lamban. Baginda dan para pengawal terperangah kare</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">na baju Abu Nawas tidak basah. Padahal dengan kuda yang paling cepat pun tidak bisa mencapai tempat berlindung yang paling dekat.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Pada hari kedua Abu Nawas diberi kuda yang cepat yang kemarin ditunggangi Baginda Raja. Kini Baginda dan para pengawal-pengawalnya mengendarai kuda-kuda yang lamban. Setelah Abu Nawas dan rombongan kerajaan berpencar, hujan pun turun seperti kemarin. Malah hujan hari ini lebih deras daripada kemarin. Baginda dan pengawalnya langsung basah kuyup kare</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">na kuda yang ditunggangi tidak bisa berlari dengan kencang.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Ketika saat bersantap siang tiba, Abu Nawas tiba di tempat peristirahatan lebih dahulu dari Baginda dan pengawalnya. Abu Nawas menunggu Baginda Raja. Selang beberapa saat Baginda dan para pengawalnya tiba dengan pakaian yang basah kuyup. Melihat Abu Nawas dengan pakaian yang tetap kering Baginda jadi penasaran. Beliau tidak sanggup lagi menahan keingintahuan yang selama ini disembunyikan.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Terus terang begaimana caranya menghindari hu</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">jan, wahai Abu Nawas." tanya Baginda.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Mudah Tuanku yang mulia." kata Abu Nawas sambil tersenyum.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Sedangkan aku dengan kuda yang cepat tidak sanggup mencapai tempat berteduh terdekat, apalagi dengan kuda yang lamban ini." kata Baginda.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Hamba sebenarnya tidak melarikan diri dari hu</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">jan.Tetapi begitu hujan turun hamba secepat mungkin melepas pakaian hamba dan segera melipatnya, lalu mendudukinya. Ini hamba lakukan sampai hujan berhenti." Diam-diam Baginda Raja mengakui kecerdikan Abu Nawas.</span></span></div>Kisah Teladanhttp://www.blogger.com/profile/13090302079117195686noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3043065539969445932.post-80701632143374190602011-02-20T02:57:00.000-08:002011-02-28T03:04:43.592-08:00Debat Kusir tentang Ayam<div align="justify" class="p_Normal2" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span class="f_Normal3">M</span><span style="color: black;">elihat ayam betinanya bertelur, Baginda tersenyum. Beliau memanggil pengawal agar mengumumkan kepada rakyat bahwa kerajaan mengadakan sayembara untuk umum. Sayembara itu berupa pertanyaan yang mudah tetapi memerlukan jawaban yang tepat dan masuk akal. Barangsiapa yang bisa menjawab perta</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">nyaan itu akan mendapat imbalan yang amat menggiurkan. Satu pundi penuh uang emas. Tetapi bila tidak bisa menjawab maka hukuman yang menjadi akibatnya.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Banyak rakyat yang ingin mengikuti sayembara itu terutama orang-orang miskin. Beberapa dari mereka sampai meneteskan air liur. Mengingat beratnya huku</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">man yang akan dijatuhkan maka tak mengherankan bila pesertanya hanya empat orang. Dan salah satu dari para peserta yang amat sedikit itu adalah Abu Nawas.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Aturan main sayembara itu ada dua. Pertama, ja</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">waban harus masuk akal. Kedua, peserta harus mampu menjawab sanggahan dari Baginda sendiri.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Pada hari yang telah ditetapkan para peserta sudah siap di depan panggung. Baginda duduk di atas panggung. Beliau memanggil peserta pertama. Peserta per</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">tama maju dengan tubuh gemetar. Baginda bertanya,</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Manakah yang lebih dahulu, telur atau ayam?" "Telur." jawab peserta pertama.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Apa alasannya?" tanya Baginda.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Bila ayam lebih dahulu itu tidak mungkin karena ayam berasal dari telur." kata peserta pertama menjelaskan.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Kalau begitu siapa yang mengerami telur itu?" sanggah Baginda. .</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Peserta pertama pucat pasi. Wajahnya mendadak berubah putih seperti kertas. la tidak bisa menjawab. Tanpa ampun ia dimasukkan ke dalam penjara.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Kemudian peserta kedua maju. la berkata,</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Paduka yang mulia, sebenarnya telur dan ayam tercipta dalam waktu yang bersamaan."</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Bagaimana bisa bersamaan?" tanya Baginda.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Bila ayam lebih dahulu itu tidak mungkin karena ayam berasal dari telur. Bila teiur lebih dahulu itu juga tidak mungkin karena telur tidak bisa menetas tanpa dierami." kata peserta kedua dengan mantap.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Bukankah ayam betina bisa bertelur tanpa ayam jantan?" sanggah Baginda memojokkan. Peserta kedua bjngung. la pun dijebloskan ke dalam penjara.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Lalu giliran peserta ketiga. la berkata;</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Tuanku yang mulia, sebenarnya ayam tercipta lebih dahulu daripada telur."</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Sebutkan alasanmu." kata Baginda.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Menurut hamba, yang pertama tercipta adalah ayam betina." kata peserta ketiga meyakinkan.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Lalu bagaimana ayam betina bisa beranak-pinak seperti sekarang. Sedangkan ayam jantan tidak ada." kata Baginda memancing.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Ayam betina bisa bertelur tanpa ayam jantan. Telur dierami sendiri. Lalu menetas dan menurunkan anak ayam jantan. Kemudian menjadi ayam jantan dewasa dan mengawini induknya sendiri." peserta ketiga berusaha menjelaskan.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Bagaimana bila ayam betina mati sebelum ayam jantan yang sudah dewasa sempat mengawininya?"</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Peserta ketiga pun tidak bisa menjawab sanggahan Baginda. la pun dimasukkan ke penjara.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Kini tiba giliran Abu Nawas. la berkata, "Yang pasti adalah telur dulu, baru ayam."</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Coba terangkan secara logis." kata Baginda ingin tahu "Ayam bisa mengenal telur, sebaliknya telur tidak mengenal ayam." kata Abu Nawas singkat.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Agak lama Baginda Raja merenung. Kali ini Bagin</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">da tidak nyanggah alasan Abu Nawas.</span></span></div>Kisah Teladanhttp://www.blogger.com/profile/13090302079117195686noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3043065539969445932.post-37949343615730060552011-02-17T02:59:00.000-08:002011-03-02T07:13:30.715-08:00Membalas Perbuatan Raja<div align="justify" class="p_Normal2" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span class="f_Normal3">A</span><span style="color: black;">bu Nawas hanya tertunduk sedih mendengarkan penuturan istrinya. Tadi pagi beberapa pekerja kerajaan atas titan langsung Baginda Raja membongkar rumah dan terus menggali tanpa bisa dicegah. Kata mereka tadi malam Baginda bermimpi bahwa di bawah rumah Abu Nawas terpendam emas dan permata yang tak ternilai harganya. Tetapi setelah mereka terus menggali ternyata emas dan permata itu tidak ditemukan. Dan Baginda juga tidak meminta maaf kepada Abu Nawas. Apabila mengganti kerugian. inilah yang membuat Abu Nawas memendam dendam.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Lama Abu Nawas memeras otak, namun belum juga ia menemukan muslihat untuk membalas Baginda. Makanan yang dihidangkan oleh istrinya tidak dimakan karena nafsu makannya lenyap. Malam pun tiba, namun Abu Nawas tetap tidak beranjak. Keesokan hari Abu Nawas melihat lalat-lalat mulai menyerbu makanan Abu Nawas yang sudah basi. la tiba-tiba tertawa riang.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Tolong ambilkan kain penutup untuk makananku dan sebatang besi." Abu Nawas berkata kepada istri</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">nya.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Untuk apa?" tanya istrinya heran.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Membalas Baginda Raja." kata Abu Nawas singkat. Dengan muka berseri-seri Abu Nawas berangkat menuju istana. Setiba di istana Abu Nawas membungkuk hormat dan berkata,</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Ampun Tuanku, hamba menghadap Tuanku Baginda hanya untuk mengadukan perlakuan tamu-tamu yang tidak diundang. Mereka memasuki rumah hamba tanpa ijin dari hamba dan berani memakan makanan hamba."</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Siapakah tamu-tamu yang tidak diundang itu wahai Abu Nawas?" sergap Baginda kasar.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Lalat-lalat ini, Tuanku." kata Abu Nawas sambil membuka penutup piringnya. "Kepada siapa lagi kalau bukan kepada Baginda junjungan hamba, hamba me</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">ngadukan perlakuan yang tidak adil ini."</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Lalu keadilan yang bagaimana yang engkau inginkan dariku?"</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Hamba hanya menginginkan ijin tertulis dari Bagin</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">da sendiri agar hamba bisa dengan leluasa menghukum lalat-lalat itu." Baginda Raja tidak bisa mengelakkan diri menotak permintaan Abu Nawas karena pada saat itu para menteri sedang berkumpul di istana. Maka dengan terpaksa Baginda membuat surat ijin yang isinya memperkenankan Abu Nawas memukul lalat-lalat itu di manapun mereka hinggap.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Tanpa menunggu perintah Abu Nawas mulai mengusir lalat-lalat di piringnya hingga mereka terbang dan hinggap di sana sini. Dengan tongkat besi yang sudah sejak tadi dibawanya dari rumah, Abu Nawas mulai mengejar dan memukuli lalat-lalat itu. Ada yang hinggap di kaca.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Abu Nawas dengan leluasa memukul kaca itu hing</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">ga hancur, kemudian vas bunga yang indah, kemudian giliran patung hias sehingga sebagian dari istana dan perabotannya remuk diterjang tongkat besi Abu Nawas. Bahkan Abu Nawas tidak merasa malu memukul lalat yang kebetulan hinggap di tempayan Baginda Raja.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Baginda Raja tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menyadari kekeliruan yang telah dilakukan terhadap Abu Nawas dan keluarganya. Dan setelah merasa puas, Abu Nawas mohon diri. Barang-barang kesayangan Baginda banyak yang hancur. Bukan hanya itu saja, Baginda juga menanggung rasa malu. Kini ia sadar betapa kelirunya berbuat semena-mena kepada Abu Nawas. Abu Nawas yang nampak lucu dan sering menyenangkan orang itu ternyata bisa berubah menjadi garang dan ganas serta mampu membalas dendam ter</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">hadap orang yang mengusiknya.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Abu Nawas pulang dengan perasaan lega. Istrinya pasti sedang menunggu di rumah untuk mendengarkan cerita apa yang dibawa dari istana.</span></span></div>Kisah Teladanhttp://www.blogger.com/profile/13090302079117195686noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3043065539969445932.post-4113302891802029032011-02-16T02:56:00.000-08:002011-02-28T03:02:36.872-08:00Mengecoh Monyet Sirkus<div align="justify" class="p_Normal2" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span class="f_Normal3">A</span><span style="color: black;">bu Nawas sedang berjalan-jalan santai. Ada kerumunan masa. Abu Nawas bertanya kepada seorang kawan yang kebetulan berjumpa di tengah jalan.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Ada kerumunan apa di sana?" tanya Abu Nawas.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Pertunjukkan keliling yang melibatkan monyet ajaib."</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Apa maksudmu dengan monyet ajaib?" kata Abu Nawas ingin tahu.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Monyet yang bisa mengerti bahasa manusia, dan yang lebih menakjubkan adalah monyet itu hanya mau tunduk kepada pemiliknya saja." kata kawan Abu Nawas menambahkan.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Abu Nawas makin tertarik. la tidak tahan untuk me</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">nyaksikan kecerdikan dan keajaiban binatang raksasa itu.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Kini Abu Nawas sudah berada di tengah kerumunan para penonton. Karena begitu banyak penonton yang menyaksikan pertunjukkan itu, sang pemilik monyet dengan bangga menawarkan hadiah yang cukup besar bagi siapa saja yang sanggup membuat monyet itu mengangguk-angguk.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Tidak heran bila banyak diantara para penonton mencoba maju satu persatu. Mereka berupaya dengan beragam cara untuk membuat monyet itu mengangguk-angguk, tetapi sia-sia. Monyet itu tetap menggeleng-gelengkan kepala.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Melihat kegigihan monyet itu Abu Nawas semakin penasaran. Hingga ia maju untuk mencoba. Setelah berhadapan dengan binatang itu Abu Nawas bertanya,</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Tahukah engkau siapa aku?" Monyet itu menggeleng.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Apakah engkau tidak takut kepadaku?" tanya Abu Nawas lagi. Namun monyet itu tetap menggeleng.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Apakah engkau takut kepada tuanmu?" tanya Abu Nawas memancing. Monyet itu mulai ragu.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Bila engkau tetap diam maka akan aku laporkan kepada tuanmu." lanjut Abu Nawas mulai mengancam. Akhirnya monyet itu terpaksa mengangguk-angguk.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Atas keberhasilan Abu Nawas membuat monyet itu mengangguk-angguk maka ia mendapat hadiah berupa uang yang banyak. Bukan main marah pemilik monyet itu hingga ia memukuli binatang yang malang itu. Pemilik monyet itu malu bukan kepalang. Hari berikutnya ia ingin menebus kekalahannya. Kali ini ia melatih monyetnya mengangguk-angguk.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Bahkan ia mengancam akan menghukum berat mo</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">nyetnya bila sampai bisa dipancing penonton mengangguk-angguk terutama oleh Abu Nawas. Tak peduli apapun pertanyaan yang diajukan.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Saat-saat yang dinantikan tiba. Kini para penonton yang ingin mencoba, harus sanggup membuat monyet itu menggeleng-gelengkan kepala. Maka seperti hari sebelumnya, banyak para penonton tidak sanggup memaksa monyet itu menggeleng-gelengkan kepala. Sete</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">lah tidak ada lagi yang ingin mencobanya, Abu Nawas maju. la mengulang pertanyaan yang sama.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Tahukah engkau siapa daku?" Monyet itu mengangguk.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Apakah engkau tidak takut kepadaku?" Monyet itu tetap mengangguk.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Apakah engkau tidak takut kepada tuanmu?" pancing Abu Nawas. Monyet itu tetap mengangguk karena binatang itu lebih takut terhadap ancaman tuannya daripada Abu Nawas.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Akhirnya Abu Nawas mengeluarkan bungkusan kecil berisi balsam panas.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Tahukah engkau apa guna balsam ini?" Monyet itu tetap mengangguk .</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Baiklah, bolehkah kugosokselangkangmu dengan balsam?" Monyet itu mengangguk.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Lalu Abu Nawas menggosok selangkang binatang itu. Tentu saja monyet itu merasa agak kepanasan dan mulai-panik.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Kemudian Abu Nawas mengeluarkan bungkusan yang cukup besar. Bungkusan itu juga berisi balsam.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Maukah engkau bila balsam ini kuhabiskan untuk menggosok selangkangmu?" Abu Nawas mulai mengancam. Monyet itu mulai ketakutan. Dan rupanya ia lupa ancaman tuannya sehingga ia terpaksa menggeleng-gelengkan kepala sambil mundur beberapa langkah.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Abu Nawas dengan kecerdikan dan akalnya yang licin mampu memenangkan sayembara meruntuhkan kegigihan monyet yang dianggap cerdik.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Ah, jangankan seekor monyet, manusia paling pandai saja bisa dikecoh Abu Nawas!</span></span></div>Kisah Teladanhttp://www.blogger.com/profile/13090302079117195686noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3043065539969445932.post-75897982957801769202011-02-15T02:55:00.000-08:002011-03-01T08:59:19.504-08:00Pekerjaan yang Mustahil<div align="justify" class="p_Normal2" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span class="f_Normal3">B</span><span style="color: black;">aginda baru saja membaca kitab tentang kehebatan Raja Sulaiman yang mampu memerintahkan, para jin memindahkan singgasana Ratu Bilqis di dekat istana</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">nya. Baginda tiba-tiba merasa tertarik. Hatinya mulai tergelitik untuk melakukan hal yang sama. Mendadak beliau ingin istananya dipindahkan ke atas gunung agar bisa lebih leluasa menikmati pemandangan di sekitar. Dan bukankah hal itu tidak mustahil bisa dilakukan karena ada Abu Nawas yang amat cerdik di negerinya.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Abu Nawas segera dipanggil untuk menghadap Baginda Raja Harun Al Rasyid. Setelah Abu Nawas dihadapkan, Baginda bersabda,</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Sanggupkah engkau memindahkan istanaku ke atas gunung agar aku lebih leluasa melihat negeriku?" tanya Baginda.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Abu Nawas tidak langsung menjawab. la berpikir sejenak hingga keningnya berkerut. Tidak mungkin menolak perintah Baginda kecuali kalau memang ingin dihukum.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Akhirnya Abu Nawas terpaksa menyanggupi proyek raksasa itu. Ada satu lagi permintaan dari Baginda, pekerjaan itu harus selesai hanya dalam waktu sebulan.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Abu Nawas pulang dengan hati masgul. Setiap malam ia hanya berteman dengan rembulan dan bintang-bintang. Hari-hari dilewati dengan kegundahan. Tak ada hari yang lebih berat dalam hidup Abu Nawas kecuali hari-hari ini.Tetapi pada hari kesembilan ia tidak lagi merasa gundah gulana.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Keesokan harinya Abu Nawas menuju istana. la menghadap Baginda untuk membahas pemindahan is</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">tana. Dengan senang hati Baginda akan mendengarkan, apa yang diinginkan Abu Nawas.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Ampun Tuariku, hamba datang ke sini hanya untuk mengajukan usul untuk memperlancar pekerjaan hamba nanti." kata Abu Nawas.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Apa usul itu?"</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Hamba akan memindahkan istana Paduka yang mulia tepat pada Hari Raya Idul Qurban yang kebetulan hanya kurang dua puluh hari lagi."</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Kalau hanya usulmu, baiklah." kata Baginda.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Satu lagi Baginda..... " Abu Nawas menambahkan.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Apa lagi?" tanya Baginda.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Hamba mohon Baginda menyembelih sepuluh ekor sapi yang gemuk untuk dibagikan langsung kepada para fakir miskin." kata Abu Nawas.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Usulmu kuterima." kata Baginda menyetujui.Abu Nawas pulang dengan perasaan riang gembira. Kini tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan. Toh nanti bila waktunya sudah tiba, ia pasti akan dengan mudah memindah</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">kan istana Baginda Raja. Jangankan hanya memindah</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">kan ke puncak gunung, ke dasar samudera pun Abu Nawas sanggup.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Desas-desus mulai tersebar ke seluruh pelosok negeri. Hampir semua orang harap-harap cemas. Tetapi sebagian besar rakyat merasa yakin atas kemampuan Abu Nawas. Karena selama ini Abu Nawas belum pernah gagal melaksanakan tugas-tugas aneh yang dibebankan di atas pundaknya. Namun ada beberapa orang yang meragukan keberhasilan Abu Nawas kali ini.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Saat-saat yang dinanti-nantikan tiba. Rakyat berbondong-bondong menuju lapangan untuk melakukan salat Hari Raya Idul Qurban. Dan seusai salat, sepuluh sapi sumbangan Baginda Raja disembelih lalu dimasak kemudian segera dibagikan kepada fakir miskin.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Kini giliran Abu Nawas yang harus melaksanakan tugas berat itu. Abu Nawas berjalan menuju istana diikuti oleh rakyat. Sesampai di depan istana Abu Nawas bertanya kepada Baginda Raja,</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Ampun Tuanku yang mulia, apakah istana sudah tidak ada orangnya lagi?"</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Tidak ada." jawab Baginda Raja singkat.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Kemudian Abu Nawas berjalan beberapa langkah mendekati istana. la berdiri sambil memandangi istana. Abu Nawas berdiri mematung seolah-olah ada yang ditunggu. Benar. Baginda Raja akhirnya tidak sabar.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Abu Nawas, mengapa engkau belum juga mengangkat istanaku?" tanya Baginda Raja.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Hamba sudah siap sejak tadi Baginda." kata Abu Nawas.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Apa maksudmu engkau sudah siap sejak tadi? Kalau engkau sudah siap. Lalu apa yang engkau tunggu?" tanya Baginda masih diliputi perasaan heran.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Hamba menunggu istana Paduka yang mulia diangkat oleh seluruh rakyat yang hadir untuk diletakkan di atas pundak hamba. Setelah itu hamba tentu akan memindahkan istana Paduka yang mulia ke atas gunung sesuai dengan titah Paduka."</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Baginda Raja Harun Al Rasyid terpana. Beliau tidak menyangka Abu Nawas masih bisa keluar dari lubang jarum.</span></span></div>Kisah Teladanhttp://www.blogger.com/profile/13090302079117195686noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3043065539969445932.post-53019360743699989952011-02-12T02:52:00.000-08:002011-02-28T02:53:36.812-08:00Hadiah bagi Tebakan Jitu<div align="justify" class="p_Normal2" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span><span class="f_Normal3">B</span><span style="color: black;">aginda Raja Harun Al Rasyid kelihatan murung. Semua menterinya tidak ada yang sanggup menemukan jawaban dari dua pertanyaan Baginda. Bahkan para penasihat kerajaan pun merasa tidak mampu memberi penjelasan yang memuaskan Baginda. Padahal Baginda sendiri ingin mengetahui jawaban yang sebenarnya.</span></span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Mungkin karena amat penasaran, para penasihat Baginda menyarankan agar Abu Nawas saja yang memecahkan dua teka-teki yang membingungkan itu. Tidak begitu lama Abu Nawas dihadapkan. Baginda mengatakan bahwa akhir-akhir ini ia sulit tidur karena diganggu oleh keingintahuan menyingkap dua rahasia alam.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Tuanku yang mulia, sebenarnya rahasia alam yang manakah yang Paduka maksudkan?" tanya Abu Nawas ingin tahu.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Aku memanggilmu untuk menemukan jawaban dari dua teka-teki yang selama ini menggoda pikiranku." kata Baginda.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Bolehkah hamba mengetahui kedua teka-teki itu wahai Paduka junjungan hamba."</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Yang pertama, di manakah sebenarnya batas jagat raya ciptaan Tuhan kita?" tanya Baginda.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Di dalam pikiran, wahai Paduka yang mulia." jawab Abu Nawas tanpa sedikit pun perasaan ragu, "Tuanku yang mulia," lanjut Abu Nawas 'ketidakterbatasan itu ada karena adanya keterbatasan. Dan keterbatasan itu ditanamkan oleh Tuhan di dalam otak manusia. Dari itu manusia tidak akan pernah tahu di mana batas jagat raya ini. Sesuatu yang terbatas tentu tak akan mampu mengukur sesuatu yang tidak terbatas."</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Baginda mulai tersenyum karena merasa puas mendengar penjelasan Abu Nawas yang masuk akal. Kemudian Baginda melanjutkan teka-teki yang kedua.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Wahai Abu Nawas, manakah yang lebih banyak jumlahnya : bintang-bintang di langit ataukah ikan-ikan di laut?"</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Ikan-ikan di laut." jawab Abu Nawas dengan tangkas.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Bagaimana kau bisa langsung memutuskan begitu. Apakah engkau pernah menghitung jumlah mereka?" tanya Baginda heran.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Paduka yang mulia, bukankah kita semua tahu bahwa ikan-ikan itu setiap hari ditangkapi dalam jumlah besar, namun begitu jumlah mereka tetap banyak seolah-olah tidak pernah berkurang karena saking banyaknya. Sementara bintang-bintang itu tidak pernah rontok, jumlah mereka juga banyak." jawab Abu Nawas meyakinkan.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Seketika itu rasa penasaran yang selama ini menghantui Baginda sirna tak berbekas. Baginda Raja Harun Al Rasyid memberi hadiah Abu Nawas dan istrinya uang yang cukup banyak.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Tidak seperti biasa, hari itu Baginda tiba-tiba ingin menyamar menjadi rakyat biasa. Beliau ingin menyaksikan kehidupan di luar istana tanpa sepengetahuan siapa pun agar lebih leluasa bergerak.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Baginda mulai keluar istana dengan pakaian yang amat sederhana layaknya seperti rakyat jelata. Di sebuah perkampungan beliau melihat beberapa orang berkumpul. Setelah Baginda mendekat, ternyata seorang ulama sedang menyampaikan kuliah tentang alam barzah. Tiba-tiba ada seorang yang datang dan bergabung di situ, la bertanya kepada ulama itu.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Kami menyaksikan orang kafir pada suatu waktu dan mengintip kuburnya, tetapi kami tiada mendengar mereka berteriak dan tidak pula melihat penyiksaan-penyiksaan yang katanya sedang dialaminya. Maka bagaimana cara membenarkan sesuatu yang tidak sesuai dengan yang dilihat mata?" Ulama itu berpikir sejenak kemudian ia berkata,</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Untuk mengetahui yang demikian itu harus dengan panca indra yang lain. Ingatkah kamu dengan orang yang sedang tidur? Dia kadangkala bermimpi dalam tidurnya digigit ular, diganggu dan sebagainya. la juga merasa sakit dan takut ketika itu bahkan memekik dan keringat bercucuran pada keningnya. la merasakan hal semacam itu seperti ketika tidak tidur. Sedangkan engkau yang duduk di dekatnya menyaksikan keadaannya seolah-olah tidak ada apa-apa. Padahal apa yang dilihat serta dialaminya adalah dikelilirigi ular-ular. Maka jika masalah mimpi yang remeh saja sudah tidak mampu mata lahir melihatnya, mungkinkah engkau bisa melihat apa yang terjadi di alam barzah?"</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Baginda Raja terkesan dengan penjelasan ulama itu. Baginda masih ikut mendengarkan kuliah itu. Kini ulama itu melanjutkan kuliahnya tentang alam akhirat. Dikatakan bahwa di surga tersedia hal-hal yang amat disukai nafsu, termasuk benda-benda. Salah satu benda-benda itu adalah mahkota yang amat luar biasa indahnya. Tak ada yang lebih indah dari barang-barang di surga karena barang-barang itu tercipta dari cahaya. Saking ihdahnya maka satu mahkota jauh lebih bagus dari dunia dan isinya. Baginda makin terkesan. Beliau pulang kembali ke istana.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Baginda sudah tidak sabar ingin menguji kemampuan Abu Nawas. Abu Nawas dipanggil: Setelah menghadap Bagiri</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Aku menginginkan engkau sekarang juga berangkat ke surga kemudian bawakan aku sebuah mahkota surga yang katanya tercipta dari cahaya itu. Apakah engkau sanggup Abu Nawas?"</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Sanggup Paduka yang mulia." kata Abu Nawas langsung menyanggupi tugas yang mustahil dilaksanakan itu. "Tetapi Baginda harus menyanggupi pula satu sarat yang akan hamba ajukan."</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Sebutkan sarat itu." kata Baginda Raja.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Hamba mohon Baginda menyediakan pintunya agar hamba bisa memasukinya."</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Pintu apa?" tanya Baginda belum mengerti. Pintu alam akhirat." jawab Abu Nawas.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Apa itu?" tanya Baginda ingin tahu.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Kiamat, wahai Padukayang mulia. Masing-masing alam mempunyai pintu. Pintu alam dunia adalah liang peranakan ibu. Pintu alam barzah adalah kematian. Dan pintu alam akhirat adalah kiamat. Surga berada di alam akhirat. Bila Baginda masih tetap menghendaki hamba mengambilkan sebuah mahkota di surga, maka dunia harus kiamat teriebih dahulu."</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Mendengar penjetasan Abu Nawas Baginda Raja terdiam.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Di sela-sela kebingungan Baginda Raja Harun Al Rasyid, Abu Nawas bertanya lagi,</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Masihkah Baginda menginginkan mahkota dari surga?" Baginda Raja tidak menjawab. Beliau diam seribu bahasa, Sejenak kemudian Abu Nawas mohon diri karena Abu Nawas sudah tahu jawabnya.</span></span></div>Kisah Teladanhttp://www.blogger.com/profile/13090302079117195686noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3043065539969445932.post-49198786226510836822011-02-11T02:51:00.000-08:002011-02-28T02:52:16.161-08:00Pintu Akhirat<div align="justify" class="p_Normal2" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span><span class="f_Normal3">T</span><span style="color: black;">idak seperti biasa, hari itu Baginda tiba-tiba ingin menyamar menjadi rakyat biasa. Beliau ingin menyaksikan kehidupan di luar istana tanpa sepengetahuan siapa pun agar lebih leluasa bergerak.</span></span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Baginda mulai keluar istana dengan pakaian yang amat sederhana layaknya seperti rakyat jelata. Di sebuah perkampungan beliau melihat beberapa orang berkumpul. Setelah Baginda mendekat, ternyata seorang ulama sedang menyampaikan kuliah tentang alam barzah. Tiba-tiba ada seorang yang datang dan bergabung di situ, la bertanya kepada ulama itu.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Kami menyaksikan orang kafir pada suatu waktu dan mengintip kuburnya, tetapi kami tiada mendengar mereka berteriak dan tidak pula melihat penyiksaan-penyiksaan yang katanya sedang dialaminya. Maka bagaimana cara membenarkan sesuatu yang tidak sesuai dengan yang dilihat mata?" Ulama itu berpikir sejenak kemudian ia berkata,</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Untuk mengetahui yang demikian itu harus dengan panca indra yang lain. Ingatkah kamu dengan orang yang sedang tidur? Dia kadangkala bermimpi dalam tidurnya digigit ular, diganggu dan sebagainya. la juga merasa sakit dan takut ketika itu bahkan memekik dan keringat bercucuran pada keningnya. la merasakan hal semacam itu seperti ketika tidak tidur. Sedangkan engkau yang duduk di dekatnya menyaksikan keadaannya seolah-olah tidak ada apa-apa. Padahal apa yang dilihat serta dialaminya adalah dikelilirigi ular-ular. Maka jika masalah mimpi yang remeh saja sudah tidak mampu mata lahir melihatnya, mungkinkah engkau bisa melihat apa yang terjadi di alam barzah?"</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Baginda Raja terkesan dengan penjelasan ulama itu. Baginda masih ikut mendengarkan kuliah itu. Kini ulama itu melanjutkan kuliahnya tentang alam akhirat. Dikatakan bahwa di surga tersedia hal-hal yang amat disukai nafsu, termasuk benda-benda. Salah satu benda-benda itu adalah mahkota yang amat luar biasa indahnya. Tak ada yang lebih indah dari barang-barang di surga karena barang-barang itu tercipta dari cahaya. Saking ihdahnya maka satu mahkota jauh lebih bagus dari dunia dan isinya. Baginda makin terkesan. Beliau pulang kembali ke istana.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Baginda sudah tidak sabar ingin menguji kemampuan Abu Nawas. Abu Nawas dipanggil: Setelah menghadap Bagiri</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Aku menginginkan engkau sekarang juga berangkat ke surga kemudian bawakan aku sebuah mahkota surga yang katanya tercipta dari cahaya itu. Apakah engkau sanggup Abu Nawas?"</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Sanggup Paduka yang mulia." kata Abu Nawas langsung menyanggupi tugas yang mustahil dilaksanakan itu. "Tetapi Baginda harus menyanggupi pula satu sarat yang akan hamba ajukan."</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Sebutkan syarat itu." kata Baginda Raja.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Hamba morion Baginda menyediakan pintunya agar hamba bisa memasukinya."</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Pintu apa?" tanya Baginda belum mengerti. Pintu alam akhirat." jawab Abu Nawas.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Apa itu?" tanya Baginda ingin tahu.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Kiamat, wahai Paduka yang mulia. Masing-masing alam mempunyai pintu. Pintu alam dunia adalah liang peranakan ibu. Pintu alam barzah adalah kematian. Dan pintu alam akhirat adalah kiamat. Surga berada di alam akhirat. Bila Baginda masih tetap menghendaki hamba mengambilkan sebuah mahkota di surga, maka dunia harus kiamat teriebih dahulu."</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Mendengar penjetasan Abu Nawas Baginda Raja terdiam.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Di sela-sela kebingungan Baginda Raja Harun Al Rasyid, Abu Nawas bertanya lagi,</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Masihkah Baginda menginginkan mahkota dari surga?" Baginda Raja tidak menjawab. Beliau diam seribu bahasa, Sejenak kemudian Abu Nawas mohon diri karena Abu Nawas sudah tahu jawabnya.</span></span></div>Kisah Teladanhttp://www.blogger.com/profile/13090302079117195686noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3043065539969445932.post-79984349475604010582011-02-09T02:50:00.000-08:002011-02-28T02:51:12.492-08:00Tetap bisa Cari Solusi<div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span><span class="f_Normal3">M</span><span style="color: black;">impi buruk yang dialami Baginda Raja Harun Al Rasyid tadi malam menyebabkan Abu Nawas diusir dari negeri Baghdad. Abu Nawas tidak berdaya. Bagaimana pun ia harus segera menyingkir meninggalkan negeri Baghdad hanya karena mimpi. Masih jelas terngiang-ngiang kata-kata Baginda Raja di telinga Abu Nawas.</span></span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Tadi malam aku bermimpi bertemu dengan seorang laki-laki tua. la mengenakan jubah putih. la berkata bahwa negerinya akan ditimpa bencana bila orang yang bernama Abu Nawas masih tetap tinggal di negeri ini. la harus diusir dari negeri ini sebab orang itu membawa kesialan. ia boleh kembali ke negerinya dengan sarat tidak boleh dengan berjalan kaki, berlari, merangkak, melompat-lompat dan menunggang keledai atau binatang tunggangan yang lain."</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Dengan bekal yang diperkirakan cukup Abu Nawas mulai meninggalkan rumah dan istrinya. Istri Abu Nawas hanya bisa mengiringi kepergian suaminya dengan deraian air mata.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Sudah dua hari penuh Abu Nawas mengendarai keledainya. Bekal yang dibawanya mulai menipis. Abu Nawas tidak terlalu meresapi pengusiran dirinya dengan kesedihan yang terlalu mendalam. Sebaliknya Abu Nawas merasa bertambah yakin bahwa Tuhan Yang Maha Perkasa akan segera menotong keluar dari kesulitan yang sedang melilit pikirannya. Bukankah tiada seorang teman pun yang lebih baik daripada Allah SWT dalam saat-saat seperti itu?</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span><span style="color: black;">Setelah beberapa hari Abu Nawas berada di negeri orang, ia mulai diserang rasa rindu yang menyayat-nyayat hatinya yang paling dalam. Rasa rindu itu makin lama makin menderu-deru seperti dinginnya </span><span style="color: black; font-style: italic;">jamharir.</span><span style="color: black;"> Sulit untuk dibendung. Memang, tak ada jalan keluar yang lebih baik daripada berpikir. Tetapi dengan akal apakah ia harus melepaskan diri? Begitu tanya Abu Nawas dalam hati. Apakah aku akan meminta bantuan orang lain dengan cara menggendongku dari negeri ini sampai ke istana Baginda? Tidak! Tidak akan ada seorang pun yang sanggup melakukannya. Aku harus bi</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">sa menolong diriku sendiri tanpa melibatkan orang lain.</span></span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Pada hari kesembilanbelas Abu Nawas menemukan cara lain yang tidak termasuk larangan Baginda Raja Harun Al Rasyid. Setelah segala sesuatunya dipersiapkan, Abu Nawas berangkat menuju ke negerinya sendiri. Perasaan rindu dan senang menggumpal menjadi satu. Kerinduan yang selama ini melecut-lecut semakin menggila karena Abu Nawas tahu sudah semakin dekat dengan kampung halaman.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Mengetahui Abu Nawas bisa pulang kembali, penduduk negeri gembira. Desas-desus tentang kembalinya Abu Nawas segara menyebar secepat bau semerbak bunga yang menyerbu hidung.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span><span style="color: black;">Kabar kepulangan Abu Nawas juga sampai ke teli</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">nga Baginda Harun Al Rasyid. Baginda juga merasa gembi mendengar berita itu tetapi dengan alasan yang sama sekali berbeda. Rakyat gembira melihat Abu Nawas pulang kembali, karena mereka mencintainya. Sedangkan Baginda Raja gembira mendengar Abu Nawas pulang kembali karena beliau merasa yakin kali ini pasti Abu Nawas tidak akan bisa mengelak dari hukuman.</span></span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Namun Baginda amat kecewa dan merasa terpukul melihat cara Abu Nawas pulang ke negerinya. Baginda sama sekali tidak pernah membayangkan kalau Abu Nawas ternyata bergelayut di bawah perut keledai. Sehingga Abu Nawas terlepas dari sangsi hukuman yang akan dijatuhkan karena memang tidak bisa dikatakan teiah melanggar larangan Baginda Raja. Karena Abu Nawas tidak mengendarai keledai.</span></span></div>Kisah Teladanhttp://www.blogger.com/profile/13090302079117195686noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3043065539969445932.post-30717549009100412002011-02-09T02:48:00.000-08:002011-02-28T02:49:53.843-08:00Menipu Tuhan<div align="justify" class="p_Normal2"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: arial;"><span class="f_Normal3">A</span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">bu Nawas sebenarnya adalah seorang ulama yang alim. Tak begitu mengherankan jika Abu Nawas mempunyai murid yang tidak sedikit.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">Diantara sekian banyak muridnya, ada satu orang yang hampir selalu menanyakan mengapa Abu Nawas mengatakan begini dan begitu. Suatu ketika ada tiga orang tamu bertanya kepada Abu Nawas dengan pertanyaan yang sama. Orang pertama mulai bertanya,</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?"</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil." jawab Abu Nawas.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Mengapa?" kata orang pertama.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Sebab lebih mudah diampuni oleh Tuhan." kata Abu Nawas.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: arial;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">Orang pertama puas karena ia memang yakin be</span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"></span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">gitu.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: arial;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">Orang kedua bertanya dengan pertanyaan yang sama. "Manakah yang lebih utama, orang yang menger</span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"></span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">jakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?"</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Orang yang tidak mengerjakan keduanya." jawab Abu Nawas.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Mengapa?" kata orang kedua.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Dengan tidak mengerjakan keduanya, tentu tidak memerlukan pengampunan dari Tuhan." kata Abu Nawas. Orang kedua langsung bisa mencerna jawaban Abu Nawas.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: arial;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">Orang ketiga juga bertanya dengan pertanyaan yang sama. "Manakah yang iebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang menger</span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"></span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">jakan dosa-dosa kecil?"</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Orang yang mengerjakan dosa-dosa besar." jawab Abu Nawas.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Mengapa?" kata orang ketiga.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Sebab pengampunan Allah kepada hambaNya sebanding dengan besarnya dosa hamba itu." jawab Abu Nawas. Orang ketiga menerima aiasan Abu Nawas. Kemudian ketiga orang itu pulang dengan perasaan puas.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">Karena belum mengerti seorang murid Abu Nawas bertanya.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Mengapa dengan pertanyaan yang sama bisa menghasilkan jawaban yang berbeda?"</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Manusia dibagi tiga tingkatan. Tingkatan mata, tingkatan otak dan tingkatan hati."</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Apakah tingkatan mata itu?" tanya murid Abu Nawas. "Anak kecil yang melihat bintang di langit. la mengatakan bintang itu kecil karena ia hanya menggunakan mata." jawab Abu Nawas mengandaikan.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Apakah tingkatan otak itu?" tanya murid Abu Nawas. "Orang pandai yang melihat bintang di langit. la mengatakan bintang itu besar karena ia berpengetahuan." jawab Abu Nawas.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Lalu apakah tingkatan hati itu?" tanya murid Abu Nawas.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: arial;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">"Orang pandai dan mengerti yang melihat bintang di langit. la tetap mengatakan bintang itu kecil walaupun ia tahu bintang itu besar. Karena bagi orang yang me</span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"></span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">ngerti tidak ada sesuatu apapun yang besar jika dibandingkan dengan KeMaha-Besaran Allah."</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: arial;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">Kini murid Abu Nawas mulai mengerti mengapa per</span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"></span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">tanyaan yang sama bisa menghasilkan jawaban yang berbeda. la bertanya lagi.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Wahai guru, mungkinkah manusia bisa menipu Tuhan?"</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Mungkin." jawab Abu Nawas.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Bagaimana caranya?" tanya murid Abu Nawas ingin tahu.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Dengan merayuNya melalui pujian dan doa." kata Abu Nawas</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: arial;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">"Ajarkanlah doa itu padaku wahai guru." pinta mu</span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"></span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">rid Abu Nawas</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: arial;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">"Doa itu adalah : </span><span style="color: black; font-family: 'Verdana'; font-style: italic; font-weight: bold;">llahi lastu HI firdausi ahla, wala aqwa'alan naril jahimi, fahabli taubatan waghfir dzunubi, fa innaka ghafiruz dzanbil 'adhimi.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana'; font-style: italic; font-weight: bold;"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">Sedangkan arti doa itu adalah : Wahai Tuhanku, aku ini tidak pantas menjadi penghuni surga, tetapi aku tidak akan kuat terhadap panasnya api neraka. Oleh sebab itu terimalah tobatku serta ampunilah dosa-dosaku. Karena sesungguhnya Engkaulah Dzat yang mengampuni dosa-dosa besar.</span></span></span></div>Kisah Teladanhttp://www.blogger.com/profile/13090302079117195686noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3043065539969445932.post-87533927349978293312011-02-07T02:46:00.000-08:002011-02-28T02:47:50.693-08:00Raja dijadikan Budak<div align="justify" class="p_Normal2"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: arial;"><span><span class="f_Normal3">K</span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">adangkala untuk menunjukkansesuatu kepada sang Raja, Abu Nawas tidak bisa hanya sekedar melaporkannya secara lisan. Raja harus mengetahuinya dengan mata kepala sendiri, bahwa masih banyak di antara rakyatnya yang hidup sengsara. Ada saja praktek jual beli budak.</span></span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: arial;"><span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">Dengan tekad yang amat bulat Abu Nawas merencanakan menjuai Baginda Raja. Karena menurut Abu Nawas hanya Baginda Raja yang paling patut untuk dijual. Bukankah selama ini Baginda Raja selalu miempermainkan dirinya dan menyengsarakan pikirannya? Maka sudah sepantasnyalah kalau sekarang giliran Abu Nawas </span><span style="color: black; font-family: 'Verdana'; font-style: italic;">mengerjai </span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">Baginda Raja.</span></span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: arial;"><span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">Abu Nawas menghadap dan berkata kepada Bagin</span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"></span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">da Raja Harun Al Rasyid.</span></span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Ada sesuatu yang amat menarik yang akan hamba sampaikan hanya kepada Paduka yang mulia."</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Apa itu wahai Abu Nawas?" tanya Baginda langsung tertarik.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Sesuatu yang hamba yakin belum pernah terlintas di dalam benak Paduka yang mulia." kata Abu Nawas meyakinkan.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Kalau begitu cepatlah ajak aku ke sana untuk menyaksikannya." kata Baginda Raja tanpa rasa curiga sedikit pun.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Tetapi Baginda ... " kata Abu Nawas sengaja tidak melanjutkan kalimatnya.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Tetapi apa?" tanya Baginda tidak sabar.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Bila Baginda tidak menyamarsebagai rakyat biasa maka pasti nanti orang-orang akan banyak yang ikut menyaksikan benda ajaib itu." kata Abu Nawas.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">Karena begitu besar keingintahuan Baginda Raja, maka beliau bersedia menyamar sebagai rakyat biasa seperti yang diusulkan Abu Nawas.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">Kemudian Abu Nawas dan Baginda Raja Harun Al Rasyid berangkat menuju ke sebuah hutan.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">Setibanya di hutan Abu Nawas mengajak Baginda Raja mendekati sebuah pohon yang rindang dan memohon Baginda Raja menunggu di situ. Sementara itu Abu Nawas menemui seorang badui yang pekerjaannya menjuai budak. Abjj Nawas mengajak pedagang budak itu untuk mettrtat calon budak yang akan dijual kepadanya dari jarak yang agak jauh. Abu Nawas beralasan bahwa sebenarnya calon budak itu adalah teman dekatnya. Dari itu Abu Nawas tidak tega menjualnya di depan mata. Setelah pedagang budak itu memperhatikan dari kejauhan ia merasa cocok. Abu Nawas pun membuatkan surat kuasa yang menyatakan bahwa pedagang budak sekarang mempunyai hak penuh atas diri orang yang sedang duduk di bawah pohon rindang itu. Abu Nawas pergi begitu menerima beberapa keping uang emas dari pedagang budak itu.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">Baginda Raja masih menunggu Abu Nawas di situ ketika pedagang budak menghampirinya. la belum tahu mengapa Abu Nawas belum juga menampakkan batang hidungnya. Baginda juga merasa heran mengapa ada orang lain di situ.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: arial;"><span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">"Siapa engkau?" tanya Baginda Raja kepada pe</span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"></span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">dagang budak.</span></span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Aku adalah tuanmu sekarang." kata pedagang budak itu agak kasar.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">Tentu saja pedagang budak itu tidak mengenali Baginda Raja Harun Al Rasyid dalam pakaian yang amat sederhana.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Apa maksud perkataanmu tadi?" tanya Baginda Raja dengan wajah merah padam.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Abu Nawas telah menjual engkau kepadaku dan inilah surat kuasa yang baru dibuatnya." kata pedagang budak dengan kasar.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Abu Nawas menjual diriku kepadamu?" kata Baginda makin murka.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Ya!" bentak pedagang budak.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Tahukah engkau siapa aku ini sebenarnya?" tanya Baginda geram.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Tidak dan itu tidak perlu." kata pedagang budak seenaknya. Lalu ia menyeret budak barunya ke belakang rumah. Sultan Harun Al Rasyid diberi parang dan diperintahkan untuk membelah kayu.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">Begitu banyak tumpukan kayu di belakang rumah badui itu sehingga memandangnya saja Sultan Harun Al Rasyid sudah merasa ngeri, apalagi harus mengerjakannya.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Ayo kerjakan!"</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">Sultan Harun Al Rasyid mencoba memegang kayu dan mencoba membelahnya, namun si badui melihat cara Sultan Harun Al Rasyid memegang parang merasa aneh.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Kau ini bagaimana, bagian parang yang tumpul kau arahkan ke kayu, sungguh bodoh sekali !"</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">Sultan Harun Al Rasyid mencoba membalik parang hingga bagian yang tajam terarah ke kayu. la mencoba membelah namun tetap saja pekerjaannya terasa aneh dan kaku bagi si badui.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Oh, beginikah derita orang-orang miskin mencari sesuap nasi, harus bekerja keras lebih dahulu. Wah lama-lama aku tak tahan juga." gumam Sultan Harun Al Rasyid.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: arial;"><span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">Si badui menatap Sultan Harun Al Rasyid dengan pandangan heran dan lama-lama menjadi marah. la me</span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"></span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">rasa rugi barusan membeli budak yang bodoh.</span></span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Hai badui! Cukup semua ini aku tak tahan."</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Kurang ajar kau budakku harus patuh kepadaku!" kata badui itu sembari memukul baginda. Tentu saja raja yang tak pernah disentuh orang iki menjerit keras saat dipukul kayu.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Hai badui! Aku adalah rajamu, Sultan Harun Al Rasyid." kata Baginda sambil menunjukkan tanda kerajaannya.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">Pedagang budak itu kaget dan mulai mengenal Baginda Raja.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: arial;"><span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">la pun langsung menjatuhkan diri sembari menyembah Baginda Raja. Baginda Raja mengampuni pe</span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"></span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">dagang budak itu karena ia memang tidak tahu. Tetapi kepada Abu Nawas Baginda Raja amat murka dan gemas. Ingin rasanya beliau meremas-remas tubuh Abu Nawas seperti telur.</span></span></span></span></div>Kisah Teladanhttp://www.blogger.com/profile/13090302079117195686noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3043065539969445932.post-36548167737130257402011-02-06T02:45:00.000-08:002011-02-28T02:46:43.754-08:00Abu Nawas Mati<div align="justify" class="p_Normal2"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: arial;"><span class="f_Normal3">B</span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">aginda Raja pulang ke istana dan langsung memerintahkan para prajuritnya menangkap Abu Nawas. Tetapi Abu Nawas telah hilang entah kemana karena ia tahu sedang diburu para prajurit kerajaan. Dan setelah ia tahu para prajurit kerajaan sudah meninggalkan rumahnya, Abu Nawas baru berani pulang ke rumah.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Suamiku, para prajurit kerajaan tadi pagi mencarimu."</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Ya istriku, ini urusan gawat. Aku baru saja menjual Sultan Harun Al Rasyid menjadi budak."</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Apa?"</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Raja kujadikan budak!"</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Kenapa kau lakukan itu suamiku."</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Supaya dia tahu di negerinya ada praktek jual beli budak. Dan jadi budak itu sengsara."</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Sebenarnya maksudmu baik, tapi Baginda pasti marah. Buktinya para prajurit diperintahkan untuk menangkapmu."</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Menurutmu apa yang akan dilakukan Sultan Harun Al Rasyid kepadaku."</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Pasti kau akan dihukum berat."</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Gawat, aku akan mengerahkan ilmu yang kusimpan,"</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">Abu Nawas masuk ke dalam, ia mengambil air wudhu lalu mendirikan shalat dua rakaat. Lalu berpesan kepada istrinya apa yang harus dikatakan bila Baginda datang.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">Tidak berapa alama kemudian tetangga Abu Nawas geger, karena istri Abu Nawas menjerit-jerit.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Ada apa?" tanya tetangga Abu Nawas sambil tergopoh-gopoh.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Huuuuuu .... suamiku mati....!"</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Hah! Abu Nawas mati?"</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"lyaaaa....!"</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana'; font-weight: bold;"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">Kini kabar kematian Abu Nawas tersebar ke seluruh pelosok negeri. Baginda terkejut. Kemarahan dan kegeraman beliau agak susut mengingat Abu Nawas adalah orang yang paling pintar menyenangkan dan menghibur Baginda Raja.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: arial;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">Baginda Raja beserta beberapa pengawai beserta seorang tabib (dokter) istana, segera menuju rumah Abu Nawas. Tabib segera memeriksa Abu Nawas. Sesaat ke</span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"></span><span style="color: black; font-family: 'Verdana';">mudian ia memberi laporan kepada Baginda bahwa Abu Nawas memang telah mati beberapa jam yang lalu. </span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">Setelah melihat sendiri tubuh Abu Nawas terbujur kaku tak berdaya, Baginda Raja marasa terharu dan meneteskan air mata. Beliau bertanya kepada istri Abu Nawas.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Adakah pesan terakhir Abu Nawas untukku?"</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Ada Paduka yang mulia." kata istri Abu Nawas sambil menangis.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Katakanlah." kata Baginda Raja.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Suami hamba, Abu Nawas, memohon sudilah kiranya Baginda Raja mengampuni semua kesalahannya dunia akhirat di depan rakyat." kata istri Abu Nawas terbata-bata.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Baiklah kalau itu permintaan Abu Nawas." kata Baginda Raja menyanggupi.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">Jenazah Abu Nawas diusung di atas keranda. Kemudian Baginda Raja mengumpulkan rakyatnya di tanah lapang.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">Beliau berkata, "Wahai rakyatku, dengarkanlah bahwa hari ini aku, Sultan Harun Al Rasyid telah memaafkan segala kesalahan Abu Nawas yang telah diperbuat terhadap diriku dari dunia hingga akhirat. Dan kalianlah sebagai saksinya."</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">Tiba-tiba dari dalam keranda yang terbungkus kain hijau terdengar suara keras, "Syukuuuuuuuur ...... !"</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">Seketika pengusung jenazah ketakukan, apalagi melihat Abu Nawas bangkit berdiri seperti mayat hidup. Seketika rakyat yang berkumpul lari tunggang langgang, bertubrukan dan banyak yang jatuh terkilir. Abu Nawas sendiri segera berjalan ke hadapan Baginda. Pakaiannya yang putih-putih bikin Baginda keder juga.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Kau... kau.... sebenarnya mayat hidup atau memang kau hidup lagi?" tanya Baginda dengan gemetar.</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Hamba masih hidup Tuanku. Hamba mengucapkan terima kasih yang tak terhingga atas pengampunan Tuanku."</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Jadi kau masih hidup?"</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Ya, Baginda. Segar bugar, buktinya kini hamba merasa lapar dan ingin segera pulang."</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Kurang ajar! Ilmu apa yang kau pakai Abu Nawas?</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Ilmu dari mahaguru sufi guru hamba yang sudah meninggal dunia..."</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Ajarkan ilmu itu kepadaku..."</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Tidak mungkin Baginda. Hanya guru hamba yang mampu melakukannya. Hamba tidak bisa mengajarkannya sendiri."</span></span></span></div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;"></span></span></span> </div><div align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; font-family: 'Verdana';"><span style="font-family: arial;">"Dasar pelit !" Baginda menggerutu kecewa.</span></span></span></div>Kisah Teladanhttp://www.blogger.com/profile/13090302079117195686noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3043065539969445932.post-38696058370121056032011-02-05T02:44:00.000-08:002011-02-28T02:45:13.499-08:00Manusia Bertelur<div align="justify" class="p_Normal2" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span><span class="f_Normal3">S</span><span style="color: black;">udah bertahun-tahun Baginda Raja Harun Al Rasyid ingin mengalahkan Abu Nawas. Namun perangkap-perangkap yang selama ini dibuat semua bisa diatasi dengan cara-cara yang cemerlang oleh Abu Nawas. Baginda Raja tidak putus asa. Masih ada puluhan jaring muslihat untuk menjerat Abu Nawas.</span></span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span><span style="color: black;">Baginda Raja beserta para menteri sering mengunjungi tempat pemandian air hangat yang hanya dikunjungi para pangeran, bangsawan dan orang-orang ter</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">kenal. Suatu sore yang cerah ketika Baginda Raja be</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">serta para menterinya berendam di kolam, beliau berkata kepada para menteri,</span></span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Aku punya akal untuk menjebak Abu Nawas."</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Apakah itu wahai Paduka yang mulia ?" tanya salah seorang menteri.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span><span style="color: black;">"Kalian tak usah tahu dulu. Aku hanya menghendaki kalian datang lebih dini besok sore. Jangan lupa datanglah besok sebelum Abu Nawas datang karena aku akan mengundangnya untuk mandi bersama-sama kita." kata Baginda Raja memberi pengarahan. Bagin</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">da Raja memang sengaja tidak menyebutkan tipuan apa yang akan digelar besok.</span></span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span><span style="color: black;">Abu Nawas diundang untuk mandi bersama Baginda Raja dan para menteri di pemandian air hangat yang terkenal itu. Seperti yang telah direncanakan, Baginda Raja dan para meriteri sudah datang lebih dahulu. Baginda membawa sembilan belas butir telur ayam. Delapan belas butir dibagikan kepada para menterinya. Satu butir untuk dirinya sendiri. Kemudian Baginda memberi pe</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">ngarahan singkat tentang apa yang telah direncana</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">kan untuk menjebak Abu Nawas.</span></span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span><span style="color: black;">Ketika Abu Nawas datang, Baginda Raja beserta para menteri sudah berendam di kolam. Abu Nawas melepas pakaian dan langsung ikut berendam. Abu Nawas harap-harap cemas. Kira-kira permainan apa lagi yang akan dihadapi. Mungkin permainan kali ini lebih berat karena Baginda Raja tidak memberi tenggang waktu un</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">tuk berpikir.</span></span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Tiba-tiba Baginda Raja membuyarkan lamunan Abu Nawas. Beliau berkata, "Hai Abu Nawas, aku mengundangmu mandi bersama karena ingin mengajak engkau ikut dalam permainan kami"</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Permainan apakah itu Paduka yang mulia ?" tanya Abu Nawas belum mengerti.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Kita sekali-kali melakukan sesuatu yang secara alami hanya bisa dilakukan oleh binatang. Sebagai manusia kita mesti bisa dengan cara kita masing-masing." kata Baginda sambil tersenyum.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Hamba belum mengerti Baginda yang mulia." kata Abu Nawas agak ketakutan.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Masing-masing dari kita harus bisa bertelur seperti ayam dan barang siapa yang tidak bisa bertelur maka ia harus dihukum!" kata Baginda.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Abu Nawas tidak berkata apa-apa.Wajahnya nampak murung. la semakin yakin dirinya tak akan bisa lolos dari lubang jebakan Baginda dengan mudah.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Melihat wajah Abu Nawas murung, wajah Baginda Raja semakin berseri-seri.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Nan sekarang apalagi yang kita tunggu. Kita menyelam lalu naik ke atas sambil menunjukkan telur kita masing-masing." perintah Baginda Raja.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Baginda Raja dan para menteri mulai menyelam, kemudian naik ke atas satu persatu derigan menanting sebutir telur ayam. Abu Nawas masih di dalam kolam. ia tentu saja tidak sempat mempersiapkan telur karena ia memang tidak tahu kalau ia diharuskan bertelur seperti ayam. Kini Abu Nawas tahu kalau Baginda Raja dan para menteri telah mempersiapkan telur masing-masing satu butir. Karena belum ada seorang manusia pun yang bisa bertelur dan tidak akan pernah ada yang bisa.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Karena dadanya mulai terasa sesak. Abu Nawas cepat-cepat muncul ke permukaan kemudian naik ke atas. Baginda Raja langsung mendekati Abu Nawas.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Abu Nawas nampak tenang, bahkan ia berlakau aneh, tiba-tiba saja ia mengeluarkan suara seperti ayam jantan berkokok, keras sekali sehingga Baginda dan para menterinya merasa heran.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Ampun Tuanku yang mulia. Hamba tidak bisa bertelur seperti Baginda dan para menteri." kata Abu Nawas sambil membungkuk hormat.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Kalau begitu engkau harus dihukum." kata Baginda bangga.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Tunggu dulu wahai Tuanku yang mulia." kata Abu Nawas memohon.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Apalagi hai Abu Nawas." kata Baginda tidak sabar.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Paduka yang mulia, sebelumnya ijinkan hamba membela diri. Sebenarnya kalau hamba mau bertelur, hamba tentu mampu. Tetapi hamba merasa menjadi ayam jantan maka hamba tidak bertelur. Hanya ayam betina saja yang bisa bertelur. Kuk kuru yuuuuuk...!" kata Abu Nawas dengan membusungkan dada.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Baginda Raja tidak bisa berkata apa-apa. Wajah Baginda dan para menteri yang semula cerah penuh kemenangan kini mendadak berubah menjadi merah padam karena malu. Sebab mereka dianggap ayam betina.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Abu Nawas memang licin, malah kini lebih licin dari pada belut. Karena merasa malu, Baginda Raja Harun Al Rasyid dan para menteri segera berpakaian dan kembali ke istana tanpa mengucapkan sapatah kata pun.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span><span style="color: black;">Memang Abu Nawas yang tampaknya blo'on itu se</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">benarnya diakui oleh para ilmuwan sebagai ahli mantiq atau ilmu logika. Gampang saja baginya untuk membolak-balikkan dan mempermainkan kata-kata guna menjatuhkan mental lawan-lawannya.</span></span></span></div>Kisah Teladanhttp://www.blogger.com/profile/13090302079117195686noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3043065539969445932.post-69700259944395399042011-02-04T02:39:00.000-08:002011-02-28T02:42:22.309-08:00Asmara memang aneh<div align="justify" class="p_Normal2" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span class="f_Normal3">S</span><span style="color: black;">ecara tak terduga Pangeran yang menjadi putra marikota jatuh sakit. Sudah banyak tabib yang didatangkan untuk memeriksa dan mengobati tapi tak seorang pun mampu menyembuhkannya. Akhirnya Raja mengadakan sayembara. Sayembara boleh diikuti oleh rakyat dari semua lapisan. Tidak terkecuali oleh para penduduk negeri tetangga.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Sayembara yang menyediakan hadiah menggiurkan itu dalam waktu beberapa hari berhasil menyerap ratusan peserta. Namun tak satu pun dari mereka berha</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">sil mengobati penyakit sang pangeran. Akhirnya sebagai sahabat dekat Abu Nawas, menawarkan jasa baik untuk menolong sang putra mahkota.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Baginda Harun Al Rasyid menerima usul itu dengan penuh harap. Abu Nawas sadar bahwa dirinya bukan tabib. Dari itu ia tidak membawa peralatan apa-apa. Para tabib yang ada di istana tercengang melihat Abu Nawas yang datang tanpa peralatan yang mungkin diperlukan. Mereka berpikir mungkinkah orang macam Abu Nawas ini bisa mengobati penyakit sang pangeran? Sedangkan para tabib terkenal dengan peralatan yang lengkap saja tidak sanggup. Bahkan penyakitnya tidak terlacak. Abu Nawas merasa bahwa seluruh perhatian tertuju padanya. Namun Abu Nawas tidak begitu memperdulikannya.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Abu Nawas dipersilahkan memasuki kamar pange</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">ran yang sedang terbaring. la menghampiri sang pange</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">ran dan duduk di sisinya.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Setelah Abu Nawas dan sang pangeran saling pandang beberapa saat, Abu Nawas berkata, "Saya membutuhkan seorang tua yang di masa mudanya sering mengembara ke pelosok negeri."</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Orang tua yang diinginkan Abu Nawas didatangkan. "Sebutkan satu persatu nama-nama desa di daerah se</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">latan." perintah Abu Nawas kepada orang tua itu.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Ketika orang tua itu menyebutkan nama-nama de</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">sa bagian selatan, Abu Nawas menempelkan telinganya ke dada sang pangeran. Kemudian Abu Nawas memerintahkan agar menyebutkan bagian utara, barat dan timur. Setelah semua bagian negeri disebutkan, Abu Nawas mohon agar diizinkan mengunjungi sebuah desa di sebelah utara. Raja merasa heran.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Engkau kuundang ke sini bukan untuk bertamasya." "Hamba tidak bermaksud berlibur Yang Mulia." kata Abu Nawas.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Tetapi aku belum paham." kata Raja.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Maafkan hamba, Paduka Yang Mulia. Kurang bijaksana rasanya bila hamba jelaskan sekarang." kata Abu Nawas. Abu Nawas pergi selama dua hari.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Sekembali dari desa itu Abu Nawas menemui sang pangeran dan membisikkan sesuatu kemudian menem</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">pelkan telinganya ke dada sang pangeran. Lalu Abu Nawas menghadap Raja.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Apakah Yang Mulia masih menginginkan sang pangeran tetap hidup?" tanya Abu Nawas.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Apa maksudmu?" Raja balas bertanya.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Sang pangeran sedang jatuh cinta pada seorang gadis desa di sebelah utara negeri ini." kata Abu Nawas menjelaskan.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Bagaimana kau tahu?"</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Ketika nama-nama desa di seluruh negeri disebut</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">kan tiba-tiba degup jantungnya bertambah keras ketika mendengarkan nama sebuah desa di bagian utara ne</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">geri ini. Dan sang pangeran tidak berani mengutarakannya kepada Baginda."</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Lalu apa yang harus aku lakukan?" tanya Raja.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Mengawinkan pangeran dengan gadis desa itu."</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Kalau tidak?" tawar Raja ragu-ragu.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Cinta itu buta. Bila kita tidak berusaha mengobati kebutaannya, maka ia akan mati." Rupanya saran Abu Nawas tidak bisa ditolak. Sang pangeran adalah putra satu-satunya yang merupakan pewaris tunggal kerajaan.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Abu Nawas benar. Begitu mendengar persetujuan sang Raja, sang pangeran berangsur-angsur pulih. Sebagai tanda terima kasih Raja memberi Abu Nawas se</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">buah cincin permata yang amat indah.</span></span></div>Kisah Teladanhttp://www.blogger.com/profile/13090302079117195686noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3043065539969445932.post-61825964515324513602011-02-03T02:36:00.000-08:002011-02-28T02:38:39.532-08:00Strategi Maling<div align="justify" class="p_Normal2" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span class="f_Normal3">T</span><span style="color: black;">anpa pikir panjang Abu Nawas memutuskan untuk menjual keledai kesayangannya. Keledai itu merupakan kendaraan Abu Nawas satu-satunya. Sebenarnya ia tidak tega untuk menjualnya. Tetapi keluarga Abu Nawas amat membutuhkan uang. Dan istrinya setuju.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Keesokan harinya Abu Nawas membawa keledai ke pasar. Abu Nawas tidak tahu kalau ada sekelompok pen</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">curi yang terdiri dari empat orang telah mengetahui keadaan dan rencana Abu Nawas. Mereka sepakat akan memperdaya Abu Nawas. Rencana pun mulai mereka susun.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Ketika Abu Nawas beristirahat di bawah pohon, salah seorang mendekat dan berkata,</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Apakah engkau akan menjual kambingmu?"</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Tentu saja Abu Nawas terperanjat mendengar pertanyaan yang begitu tiba-tiba.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Ini bukan kambing." kata Abu Nawas.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Kalau bukan kambing, lalu apa?" tanya pencuri itu selanjutnya.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Keledai." kata Abu Nawas.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Kalau engkau yakin itu keledai, jual saja ke pasar dan dan tanyakan pada mereka." kata komplotan pen</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">curi itu sambil berlalu. Abu Nawas tidak terpengaruh. Kemudian ia meneruskan perjalanannya.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Ketika Abu Nawas sedang menunggang keledai, pencuri kedua menghampirinya dan berkata."Mengapa kau menunggang kambing."</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Ini bukan kambing tapi keledai."</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Kalau itu keledai aku tidak bertanya seperti itu, dasar orang aneh. Kambing kok dikatakan keledai."</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Kalau ini kambing' aku tidak akan menungganginya." jawab Abu Nawas tanpa ragu.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Kalau engkau tidak percaya, pergilah ke pasar dan tanyakan pada orang-orang di sana." kata pencuri kedua sambil berlalu.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Abu Nawas belum terpengaruh dan ia tetap berjalan menuju pasar.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Pencuri ketiga datang menghampiri Abu Nawas,"Hai Abu Nawas akan kau bawa ke mana kambing itu?"</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Kali ini Abu Nawas tidak segera menjawab.la mulai ragu, sudah tiga orang mengatakan kalau hewan yang dibawanya adalah kambing.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Pencuri ketiga tidak menyia-nyiakan kesempatan. la makin merecoki otak Abu Nawas, "Sudahlah, biarpun kau bersikeras hewan itu adalah keledai nyatanya itu adalah kambing, kambing ....... kambiiiiiing </span><span style="color: black; letter-spacing: -1px;">!"</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black; letter-spacing: -1px;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Abu Nawas berhenti sejenak untuk beristirahat di bawah pohon. Pencuri keempat melaksanakan strategi busuknya. la duduk di samping Abu Nawas dan mengajak tokoh cerdik ini untuk berbincang-bincang.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Ahaa, bagus sekali kambingmu ini...!" pencuri keempat membuka percakapan.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Kau juga yakin ini kambing?" tanya Abu Nawas.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Lho? ya jelas sekali kalau hewan ini adalah kam</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">bing. Kalau boleh aku ingin membelinya."</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Berapa kau mau membayarnya?"</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Tiga dirham!"</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Abu Nawas setuju. Setelah menerima uang dari pencuri keempat kemudian Abu Nawas langsung pulang. Setiba di rumah Abu Nawas dimarahi istrinya.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Jadi keledai itu hanya engkau jual tiga dirham lantaran mereka mengatakan bahwa keledai itu kambing?" Abu Nawas tidak bisa menjawab. la hanya mendengarkan ocehan istrinya dengan setia sambil menahan rasa dongkol. Kini ia baru menyadari kalau sudah diperdayai oleh komplotan pencuri yang menggoyahkan akal sehatnya.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Abu Nawas merencanakan sesuatu. la pergi ke hutan mencari sebatang kayu untuk dijadikan sebuah tong</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">kat yang nantinya bisa menghasilkan uang.. Rencana Abu Nawas ternyata berjalan lancar. Hampir semua orang membicarakan keajaiban tongkat Abu Nawas. Berita ini juga terdengar oleh para pencuri yang telah menipu Abu Nawas. Mereka langsung tertarik. Bahkan mereka melihat sendiri ketika Abu Nawas membeli barang atau makan tanpa membayar tetapi hanya dengan mengacungkan tongkatnya. Mereka berpikir kalau tongkat itu bisa dibeli maka tentu mereka akan kaya karena hanya dengan mengacungkan tongkat itu mereka akan mendapatkan apa yang mereka inginkan.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Akhirnya mereka mendekati Abu Nawas dan berkata, "Apakah tongkatmu akan dijual?"</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Tidak." jawab Abu Nawas dengan cuek.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Tetapi kami bersedia membeli dengan harga yang amat tinggi." kata mereka.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Berapa?" kata Abu Nawas pura-pura merasa tertarik.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Seratus dinar uang emas." kata mereka tanpa ragu-ragu.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Tetapi tongkat ini adalah tongkat wasiat satu-satunya yang aku miliki." kata Abu Nawas sambil tetap berpura-pura tidak ingin menjual tongkatnya.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Dengan uang seratus dinar engkau sudah bisa hidup enak." Kata mereka makin penasaran.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Abu Nawas diam beberapa saat sepertinya merasa keberatan sekali.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Baiklah kalau begitu." kata Abu Nawas kemudian sambil menyerahkan tongkatnya.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Setelah menerima seratus dinar uang emas Abu Nawas segera melesat pulang. Para pencuri itu segera mencari warung terdekat untuk membuktikan keajaiban tongkat yang baru mereka beli. Seusai makan mereka mengacungkan tongkat itu kepada pemilik kedai. Tentu saja pemilik kedai marah.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Apa maksudmu mengacungkan tongkat itu padaku?" "Bukankah Abu Nawas juga mengacungkan tongkat ini dan engkau membebaskannya?" tanya para pencuri itu.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Benar. Tetapi engkau harus tahu bahwa Abu Nawas menitipkan sejumlah uang kepadaku sebelum makan di sini!"</span></span></div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"></span></span> </div><div align="justify" style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Gila! Temyata kita tidak mendapat keuntungan sama sekali menipu Abu Nawas. Kita malah rugi besar!" umpat para pencuri dengan rasa dongkol.</span></span></div>Kisah Teladanhttp://www.blogger.com/profile/13090302079117195686noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3043065539969445932.post-6670485655111933092011-02-02T02:35:00.000-08:002011-02-28T02:39:30.824-08:00Menjebak Pencuri<div align="justify" class="p_Normal2" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span class="f_Normal3">P</span><span style="color: black;">ada zaman dahulu orang berpikir dengan cara yang amat sederhana. Dan karena kesederhanaan ber</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">pikir ini seorang pencuri yang telah berhasil menggondol seratus keping lebih uang emas milik seorang saudagar kaya tidak sudi menyerah.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Hakim telah berusaha keras dengan berbagai cara tetapi tidak berhasil menemukan pencurinya. Karena merasa putus asa pemilik harta itu mengumumkan kepada siapa saja yang telah mencuri harta miliknya merelakan separo dari jumlah uang emas itu menjadi milik sang pencuri bila sang pencuri bersedia mengembalikan. Tetapi pencuri itu malah tidak berani menampakkan bayangannya.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Kini kasus itu semakin ruwet tanpa penyelesaian yang jelas. Maksud baik saudagar kaya itu tidak mendapat-tanggapan yang sepantasnya dari sang pencuri. Maka tidak bisa disalahkan bila saudagar itu mengadakan sayembara yang berisi barang siapa berhasil me</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">nemukan pencuri uang emasnya, ia berhak sepenuhnya memiliki harta yang dicuri.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Tidak sedikit orang yang mencoba tetapi semuanya kandas. Sehingga pencuri itu bertambah merasa aman tentram karena ia yakin jati dirinya tak akan terjangkau. Yang lebih menjengkelkan adalah ia juga berpura-pura mengikuti sayembara. Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa menghadapi orang seperti ini bagaikan menghadapi jin. Mereka tahu kita, sedangkan kita tidak. Seorang penduduk berkata kepada hakim setempat.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Mengapa tuan hakim tidak minta bantuan Abu Nawas saja?"</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Bukankah Abu Nawas sedang tidak ada di tempat?" kata hakim itu balik bertanya.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Kemana dia?" tanya orang itu.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Ke Damakus." jawab hakim</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Untuk keperluan apa?" orang itu ingin tahu.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Memenuhi undangan pangeran negeri itu." kata hakim.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Kapan ia datang?" tanya orang itu lagi.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">"Mungkin dua hari lagi." jawab hakim.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Kini harapan tertumpu sepenuhnya di atas pundak Abu Nawas.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Pencuri yang selama ini merasa aman sekarang menjadi resah dan tertekan. la merencanakan meninggalkan kampung halaman dengan membawa serta uang emas yang berhasil dicuri. Tetapi ia membatalkan niat karena dengan menyingkir ke luar daerah berarti sama halnya dengan membuka topeng dirinya sendiri. la lalu bertekad tetap tinggal apapun yang akan terjadi.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Abu Nawas telah kembali ke Baghdad karena tugasnya telah selesai. Abu Nawas menerima tawaran meng</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">ikuti sayembara menemukan pencuri uang emas. Hati pencuri uang emas itu tambah berdebar tak karuan mendengar Abu Nawas menyiapkan siasat.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Keesokan harinya semua penduduk dusun diharuskan berkumpul di depan gedung pengadilan. Abu Nawas hadir dengan membawa tongkat dalam jumlah besar. Tongkat-tongkat itu mempunyai ukuran yang sama panjang. Tanpa berkata-kata Abu Nawas membagi-bagikan tongkat-tongkat yang dibawanya dari runnah.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Setelah masing-masing mendapat satu tongkat, Abu Nawas berpidato, "Tongkat-tongkat itu telah aku mantrai. Besok pagi kalian harus menyerahkan kembali tongkat yang telah aku bagikan. Jangan khawatir, tong</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">kat yang dipegang oleh pencuri selama ini menyembunyikan diri akan bertambah panjang satu jari telunjuk. Sekarang pulanglah kalian."</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Orang-orang yang merasa tidak mencuri tentu tidak mempunyai pikiran apa-apa. Tetapi sebaliknya, si pen</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">curi uang emas itu merasa ketakutan. la tidak bisa memejamkan mata walaupun malam semakin larut. la terus berpikir keras. Kemudian ia memutuskan memotong tongkatnya sepanjang satu jari telunjuk dengan begitu tongkatnya akan tetap kelihatan seperti ukuran semula.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Pagi hari orang mulai berkumpul di depan gedung pengadilan. Pencuri itu merasa tenang karena ia yakin tongkatnya tidak akan bisa diketahui karena ia telah memotongnya sepanjang satu jari telunjuk. Bukankah tongkat si pencuri akan bertambah panjang satu jari te</span><span style="color: black;"></span><span style="color: black;">lunjuk? la memuji kecerdikan diri sendiri karena ia ternyata akan bisa mengelabui Abu Nawas.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Antrian panjang mulai terbentuk. Abu Nawas memeriksa tongkat-tongkat yang dibagikan kemarin. Pada giliran si pencuri tiba Abu Nawas segera mengetahui karena tongkat yang dibawanya bertambah pendek satu jari telunjuk. Abu Nawas tahu pencuri itu pasti melakukan pemotongan pada tongkatnya karena ia takut tongkatnya bertambah panjang.</span></span></div><div align="justify" style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Pencuri itu diadili dan dihukum sesuai dengan kesalahannya. Seratus keping lebih uang emas kini berpindah ke tangan Abu Nawas. Tetapi Abu Nawas tetap bijaksana, sebagian dari hadiah itu diserahkan kembali kepada keluarga si pencuri, sebagian lagi untuk orang-orang miskin dan sisanya untuk keluarga Abu Nawas sendiri.</span></span></div>Kisah Teladanhttp://www.blogger.com/profile/13090302079117195686noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3043065539969445932.post-7332020397744335902011-01-28T02:13:00.001-08:002011-03-06T18:49:19.586-08:00Al Imam Abdullah Al Haddad<div style="text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEglPKTPlf9arhfZh1Mn6ectjXg0EC513gmg1Vl7BS7X2J4zCRTJXyBlbtdNrACQ2_d-hYKkc58HUEDbu7Dq_X_FTvFJbcGEMiHbe0dcAyVW97dBRStdVGx-MNaRp9IoPkH-DYZbPtRlIohi/s1600/hajj.gif" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="206" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEglPKTPlf9arhfZh1Mn6ectjXg0EC513gmg1Vl7BS7X2J4zCRTJXyBlbtdNrACQ2_d-hYKkc58HUEDbu7Dq_X_FTvFJbcGEMiHbe0dcAyVW97dBRStdVGx-MNaRp9IoPkH-DYZbPtRlIohi/s320/hajj.gif" width="320" /></a></div>Imam Al-Allamah Al-Habib Abdullah bin Alwy Al-Hadad, lahir hari Rabu, Malam Kamis tanggal 5 Bulan Syafar 1044 H di Desa Sabir di Kota Tarim, wilayah Hadhromaut, Negeri Yaman.<br />
<br />
Nasab<br />
Beliau adalah seorang Imam Al-Allamah Al-Habib Abdullah bin Alwy Al-Hadad bin Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad bin Alwy bin Ahmad bin Abu Bakar Al–Thowil bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad Al-Faqih bin Abdurrohman bin Alwy bin Muhammad Shôhib Mirbath bin Ali Khôli’ Qosam bin Alwi bin Muhammad Shôhib Shouma’ah bin Alwi bin Ubaidillah bin Al-Muhâjir Ilallôh Ahmad bin Isa bin Muhammad An-Naqîb bin Ali Al-Uraidhi bin Imam Jakfar Ash-Shodiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Imam As-Sibth Al-Husein bin Al-Imam Amirul Mukminin Ali bin Abi Tholib suami Az-Zahro Fathimah Al-Batul binti Rosulullah Muhammad SAW.<br />
<br />
Orang-tuanya <br />
<br />
Sayyid Alwy bin Muhammad Al-Haddad, Ayah Syaikh Abdullah Al-Haddad dikenal sebagai seorang yang saleh. Lahir dan tumbuh di kota Tarim, Sayyid Alwy, sejak kecil berada di bawah asuhan ibunya Syarifah Salwa, yang dikenal sebagai wanita ahli ma’rifah dan wilayah. Bahkan Al-Habib Abdullah bin Alwy Al-Haddad sendiri banyak meriwayatkan kekeramatannya. Kakek Al-Haddad dari sisi ibunya ialah Syaikh Umar bin Ahmad Al-Manfar Ba Alawy yang termasuk ulama yang mencapai derajat ma’rifah sempurna. </div><div class="fullpost" style="text-align: justify;"><br />
Suatu hari Sayyid Alwy bin Muhammad Al-Haddad mendatangi rumah Al-Arif Billah Syaikh Ahmad bin Muhammad Al-Habsy, pada waktu itu ia belum berkeluarga, lalu ia meminta Syaikh Ahmad Al-Habsy mendoakannya, lalu Syaikh Ahmad berkata kepadanya, ”Anakmu adalah anakku, di antara mereka ada keberkahan”. Kemudian ia menikah dengan cucu Syaikh Ahmad Al-Habsy, Salma binti Idrus bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsy. Al-Habib Idrus adalah saudara dari Al-Habib Husein bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsy. Yang mana Al-Habib Husein ini adalah kakek dari Al-Arifbillah Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husein bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsy (Mu’alif Simtud Durror). Maka lahirlah dari pernikahan itu Al-Habib Abdullah bin Alwy Al-Haddad. Ketika Syaikh Al-Hadad lahir ayahnya berujar, “Aku sebelumnya tidak mengerti makna tersirat yang ducapkan Syaikh Ahmad Al-Habsy terdahulu, setelah lahirnya Abdullah, aku baru mengerti, aku melihat pada dirinya tanda-tanda sinar Al-wilayah (kewalian)”.<br />
<br />
Masa Kecil<br />
<br />
Dari semenjak kecil begitu banyak perhatian yang beliau dapatkan dari Allah. Allah menjaga pandangan beliau dari segala apa yang diharomkan. Penglihatan lahiriah Beliau diambil oleh Allah dan diganti oleh penglihatan batin yang jauh yang lebih kuat dan berharga. Yang mana hal itu merupakan salah satu pendorong beliau lebih giat dan tekun dalam mencari cahaya Allah menuntut ilmu agama.<br />
<br />
Pada umur 4 tahun beliau terkena penyakit cacar sehingga menyebabkannya buta. Cacat yang beliau derita telah membawa hikmah, beliau tidak bermain sebagaimana anak kecil sebayanya, beliau habiskan waktunya dengan menghapal Al-Quran, mujahaddah al-nafs (beribadah dengan tekun melawan hawa nafsu) dan mencari ilmu. Sungguh sangat mengherankan seakan-akan anak kecil ini tahu bahwa ia tidak dilahirkan untuk yang lain, tetapi untuk mengabdi kepada Allah SWT.<br />
<br />
Dakwahnya<br />
<br />
Berkat ketekunan dan akhlakul karimah yang beliau miliki pada saat usia yang sangat dini, beliau dinobatkan oleh Allah dan guru-guru beliau sebagai da’i, yang menjadikan nama beliau harum di seluruh penjuru wilayah Hadhromaut dan mengundang datangnya para murid yang berminat besar dalam mencari ilmu. Mereka ini tidak datang hanya dari Hadhromaut tetapi juga datang dari luar Hadhromaut. Mereka datang dengan tujuan menimba ilmu, mendengar nasihat dan wejangan serta tabarukan (mencari berkah), memohon doa dari Al-Habib Abdullah Al-Haddad. Di antara murid-murid senior Al-Habib Abdullah Al-Haddad adalah putranya, Al-Habib Hasan bin Abdullah bin Alwy Al-Haddad, Al-Habib Ahmad bin Zein bin Alwy bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsy, Al-Habib Ahmad bin Abdullah Ba-Faqih, Al-Habib Abdurrohman bin Abdullah Bilfaqih, dll.<br />
<br />
Selain mengkader pakar-pakar ilmu agama, mencetak generasi unggulan yang diharapkan mampu melanjutkan perjuangan kakek beliau, Rosullullah SAW, beliau juga aktif merangkum dan menyusun buku-buku nasihat dan wejangan baik dalam bentuk kitab, koresponden (surat-menyurat) atau dalam bentuk syair sehingga banyak buku-buku beliau yang terbit dan dicetak, dipelajari dan diajarkan, dibaca dan dialihbahasakan, sehingga ilmu beliau benar-benar ilmu yang bermanfaat. Tidak lupa beliau juga menyusun wirid-wirid yang dipergunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan bermanfaat untuk agama, dunia dan akhirat, salah satunya yang agung dan terkenal adalah Rotib ini. Rotib ini disusun oleh beliau dimalam Lailatul Qodar tahun 1071 H.<br />
<br />
Akhlaq dan Budi Pekerti<br />
<br />
Al-Imam Al-Haddad (rahimahullah) memiliki perwatakan badan yang tinggi, berdada bidang, tidak terlalu gempal, berkulit putih, sangat berhaibah dan tidak pula di wajahnya kesan mahupun parut cacar.<br />
<br />
Wajahnya sentiasa manis dan menggembirakan orang lain di dalam majlisnya. Ketawanya sekadar senyuman manis; apabila beliau gembira dan girang, wajahnya bercahaya bagaikan bulan. Majlis kendalian beliau sentiasa tenang dan penuh kehormatan sehinggakan tidak terdapat hadhirin berbicara mahupun bergerak keterlaluan bagaikan terletak seekor burung di atas kepala mereka.<br />
<br />
Mereka yang menghadhiri ke majlis Al-Habib bagaikan terlupa kehidupan dunia bahkan terkadang Si-lapar lupa hal kelaparannya; Si-sakit hilang sakitnya; Si-demam sembuh dari demamnya. Ini dibuktikan apabila tiada seorang pun yang yang sanggup meninggalkan majlisnya.<br />
<br />
Al-Imam sentiasa berbicara dengan orang lain menurut kadar akal mereka dan sentiasa memberi hak yang sesuai dengan taraf kedudukan masing-masing. Sehinggakan apabila dikunjungi pembesar, beliau memberi haknya sebagai pembesar; kiranya didatangi orang lemah, dilayani dengan penuh mulia dan dijaga hatinya. Apatah lagi kepada Si-miskin.<br />
<br />
Beliau amat mencintai para penuntut ilmu dan mereka yang gemar kepada alam akhirat. Al-Habib tidak pernah jemu terhadap ahli-ahli majlisnya bahkan sentiasa diutamakan mereka dengan kaseh sayang serta penuh rahmah; tanpa melalaikan beliau dari mengingati Allah walau sedetik. Beliau pernah menegaskan “Tiada seorang pun yang berada dimajlisku mengganguku dari mengingati Allah”.<br />
<br />
Majlis Al-Imam sentiasa dipenuhi dengan pembacaan kitab-kitab yang bermanfaat, perbincangan dalam soal keagamaan sehingga para hadhirin sama ada yang alim ataupun jahil tidak akan berbicara perkara yang mengakibatkan dosa seperti mengumpat ataupun mencaci. Bahkan tidak terdapat juga perbicaraan kosong yang tidak menghasilkan faedah. Apa yang ditutur hanyalah zikir, diskusi keagamaan, nasihat untuk muslimin, serta rayuan kepada mereka dan selainnya supaya beramal soleh. Inilah yang ditegaskan oleh beliau “Tiada seorang pun yang patut menyoal hal keduniaan atau menyebut tentangnya kerana yang demikian adalah tidak wajar; sewajibnya masa diperuntuk sepenuhnya untuk akhirat sahaja. Silalah bincang perihal keduniaan dengan selain dariku.”<br />
<br />
Al-Habib (rahimahullah) adalah contoh bagi insan dalam soal perbicaraan mahupun amalan; mencerminkan akhlak junjungan mulia dan tabiat Al-Muhammadiah yang mengalir dalam hidup beliau. Beliau memiliki semangat yang tinggi dan azam yang kuat dalam hal keagamaan. Al-Imam juga sentiasa menangani sebarang urusan dengan penuh keadilan dengan menghindari pujian atau keutamaan dari oramg lain; bahkan beliau sentiasa mempercepatkan segala tugasnya tanpa membuang masa. Beliau bersifat mulia dan pemurah lebih-lebih lagi di bulan Ramadhan. Ciri inilah menyebabkan ramai orang dari pelusuk kampung sering berbuka puasa bersama beliau di rumahnya dengan hidangan yang tidak pernah putus semata mata mencari barakah Al-Imam.<br />
<br />
Al-Imam menyatakan “Sesuap makanan yang dihadiahkan atau disedekahkan mampu menolak kesengsaraan”. Katanya lagi “Kiranya ditangan kita ada kemampuan, nescaya segala keperluan fakir miskin dipenuhi, sesungguhnya permulaan agama ini tidak akan terdiri melainkan dengan kelemahan Muslimin”.<br />
<br />
Beliau adalah seorang yang memiliki hati yang amat suci, sentiasa sabar terhadap sikap buruk dari yang selainnya serta tidak pernah merasa marah. Kalaupun ia memarahi, bukan kerana peribadi seseorang tetapi sebab amalan mungkarnya yang telah membuat Al-Imam benar-benar marah. Inilah yang ditegaskan oleh Al-Habib “Adapun segala kesalahan berkait dengan hak aku, aku telah maafkan; tetapi hak Allah sesungguhnya tidak akan dimaafkan”.<br />
<br />
Al-Imam amatlah menegah dari mendoa’ agar keburukan dilanda orang yang menzalimi mereka. Sehingga bersama beliau terdapat seorang pembantu yang terkadangkala melakukan kesilapan yang boleh menyebabkan kemarahan Al-Imam. Namun beliau menahan marahnya; bahkan kepada si-Pembantu itu diberi hadiah oleh Al-Habib untuk meredakan rasa marah beliau sehinggakan pembantunya berkata: “alangkah baiknya jika Al-Imam sentiasa memarahiku”.<br />
<br />
Segala pengurusan hidupnya berlandaskan sunnah; kehidupannya penuh dengan keilmuan ditambah pula dengan sifat wara’. Apabila beliau memberi upah dan sewa sentiasa dengan jumlah yang lebih dari asal tanpa diminta. Kesenangannya adalah membina dan mengimarahkan masjid. Di Nuwaidarah dibinanya masjid bernama Al-Awwabin begitu juga, Masjid Ba-Alawi di Seiyoun, Masjid Al-Abrar di As-Sabir, Masjid Al-Fatah di Al-Hawi, Masjid Al-Abdal di Shibam, Masjid Al-Asrar di Madudah dan banyak lagi.<br />
<br />
Diantara sifat Al-Imam termasuk tawaadu’ (merendah diri). Ini terselah pada kata-katanya, syair-syairnya dan tulisannya. Al-Imam pernah mengutusi Al-Habib Ali bin Abdullah Al-Aidarus. “Doailah untuk saudaramu ini yang lemah semoga diampuni Allah”<br />
<br />
Wafatnya<br />
<br />
Beliau wafat hari Senin, malam Selasa, tanggal 7 Dhul-Qo’dah 1132 H, dalam usia 98 tahun. Beliau disemayamkan di pemakaman Zambal, di Kota Tarim, Hadhromaut, Yaman. Semoga Allah melimpahkan rohmat-Nya kepada beliau juga kita yang ditinggalkannya.<br />
<br />
Habib Abdullah Al Haddad dimata Para Ulama<br />
<br />
Al-Arifbillah Quthbil Anfas Al-Imam Habib Umar bin Abdurrohman Al-Athos ra. mengatakan, “Al-Habib Abdullah Al-Haddad ibarat pakaian yang dilipat dan baru dibuka di zaman ini, sebab beliau termasuk orang terdahulu, hanya saja ditunda kehidupan beliau demi kebahagiaan umat di zaman ini (abad 12 H)”.<br />
<br />
Al-Imam Arifbillah Al-Habib Ali bin Abdullah Al-Idrus ra. mengatakan, “Sayyid Abdullah bin Alwy Al-Haddad adalah Sultan seluruh golongan Ba Alawy”.<br />
<br />
Al-Imam Arifbillah Muhammad bin Abdurrohman Madehej ra. mengatakan, “Mutiara ucapan Al-Habib Abdullah Al-Haddad merupakan obat bagi mereka yang mempunyai hati cemerlang sebab mutiara beliau segar dan baru, langsung dari Allah SWT. Di zaman sekarang ini kamu jangan tertipu dengan siapapun, walaupun kamu sudah melihat dia sudah memperlihatkan banyak melakukan amal ibadah dan menampakkan karomah, sesungguhnya orang zaman sekarang tidak mampu berbuat apa-apa jika mereka tidak berhubungan (kontak hati) dengan Al-Habib Abdullah Al-Haddad sebab Allah SWT telah menghibahkan kepada beliau banyak hal yang tidak mungkin dapat diukur.”<br />
<br />
Al-Imam Abdullah bin Ahmad Bafaqih ra. mengatakan, “Sejak kecil Al-Habib Abdullah Al-Haddad bila matahari mulai menyising, mencari beberapa masjid yang ada di kota Tarim untuk sholat sunnah 100 hingga 200 raka’at kemudian berdoa dan sering membaca Yasin sambil menangis. Al-Habib Abdullah Al-Haddad telah mendapat anugrah (fath) dari Allah sejak masa kecilnya”.<br />
<br />
Sayyid Syaikh Al-Imam Khoir Al-Diin Al-Dzarkali ra. menyebut Al-Habib Abdullah Al-Haddad sebagai fadhillun min ahli Tarim (orang utama dari Kota Tarim).<br />
<br />
Al-Habib Muhammad bin Zein bin Smith ra. berkata, “Masa kecil Al-Habib Abdullah Al-Haddad adalah masa kecil yang unik. Uniknya semasa kecil beliau sudah mampu mendiskusikan masalah-masalah sufistik yang sulit seperti mengaji dan mengkaji pemikiran Syaikh Ibnu Al-Faridh, Ibnu Aroby, Ibnu Athoilah dan kitab-kitab Al-Ghodzali. Beliau tumbuh dari fitroh yang asli dan sempurna dalam kemanusiaannya, wataknya dan kepribadiannya”.<br />
<br />
Al-Habib Hasan bin Alwy bin Awudh Bahsin ra. mengatakan, “Bahwa Allah telah mengumpulkan pada diri Al-Habib Al-Haddad syarat-syarat Al-Quthbaniyyah.”<br />
<br />
Al-Habib Abu Bakar bin Said Al-Jufri ra. berkata tentang majelis Al-Habib Abdullah Al-Haddad sebagai majelis ilmu tanpa belajar (ilmun billa ta’alum) dan merupakan kebaikan secara menyeluruh. Dalam kesempatan yang lain beliau mengatakan, “Aku telah berkumpul dengan lebih dari 40 Waliyullah, tetapi aku tidak pernah menyaksikan yang seperti Al-Habib Abdullah Al-Haddad dan tidak ada pula yang mengunggulinya, beliau adalah Nafs Rohmani, bahwa Al-Habib Abdullah Al-Haddad adalah asal dan tiada segala sesuatu kecuali dari dirinya.”<br />
<br />
Seorang guru Masjidil Harom dan Nabawi, Syaikh Syihab Ahmad al-Tanbakati ra. berkata, “Aku dulu sangat ber-ta’alluq (bergantung) kepada Sayyidi Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani. Kadang-kadang dia tampak di hadapan mataku. Akan tetapi setelah aku ber-intima’ (condong) kepada Al-Habib Abdullah Al-Haddad, maka aku tidak lagi melihatnya. Kejadian ini aku sampaikan kepada Al-Habib Abdullah Al-Haddad. Beliau berkata,’Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani di sisi kami bagaikan ayah. Bila yang satu ghoib (tidak terlihat), maka akan diganti dengan yang lainnya. Allah lebih mengetahui.’ Maka semenjak itu aku ber-ta’alluq kepadanya.”<br />
<br />
Al-Habib Ahmad bin Zain Al-Habsyi ra. seorang murid Al-Habib Abdullah Al-Haddad yang mendapat mandat besar dari beliau, menyatakan kekagumannya terhadap gurunya dengan mengatakan, ”Seandainya aku dan tuanku Al-Habib Abdullah Al-Haddad ziaroh ke makam, kemudian beliau mengatakan kepada orang-orang yang mati untuk bangkit dari kuburnya, pasti mereka akan bangkit sebagai orang-orang hidup dengan izin Allah. Karena aku menyaksikan sendiri bagaimana dia setiap hari telah mampu menghidupkan orang-orang yang bodoh dan lupa dengan cahaya ilmu dan nasihat. Beliau adalah lauatan ilmu pengetahuan yang tiada bertepi, yang sampai pada tingkatan Mujtahid dalam ilmu-ilmu Islam, Iman dan Ihsan. Beliau adalah mujaddid pada ilmu-ilmu tersebut bagi penghuni zaman ini. ”<br />
<br />
Syaikh Abdurrohman Al-Baiti ra. pernah berziaroh bersama Al-Habib Abdullah Al-Haddad ke makam Sayidina Al-Faqih Al-Muqoddam Muhammad bin Ali Ba’Alawy, dalam hatinya terbetik sebuah pertanyaan ketika sedang berziaroh, “Bila dalam sebuah majelis zikir para sufi hadir Al-Faqih Al-Muqaddam, Syaikh Abdurrohman Asseqaff, Syaikh Umar al-Mukhdor, Syaikh Abdullah Al-Idrus, Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani, dan yang semisal setara dengan mereka, mana diantara mereka yang akan berada di baris depan? Pada waktu itu guruku, Al-Habib Abdullah Al-Haddad, menyingkap apa yang ada dibenakku, kemudian dia mengatakan, ‘Saya adalah jalan keluar bagi mereka, dan tiada seseorang yang bisa masuk kepada mereka kecuali melaluiku.’ Setelah itu aku memahami bahwa beliau Al-Habib Abdullah Al-Haddad, adalah dari abad 2 H, yang diakhirkan kemunculannya oleh Allah SWT pada abad ini sebagai rohmat bagi penghuninya.”<br />
<br />
Al-Habib Ahmad bin Umar bin Semith ra. mengatakan, “Bahwa Allah memudahkan bagi pembaca karya-karya Al-Habib Abdullah Al-Haddad untuk mendapat pemahaman (futuh), dan berkah membaca karyanya Allah memudahkan segala urusannya agama, dunia dan akhirat, serta akan diberi ‘Afiat (kesejahteraan) yang sempurna dan besar kepadanya.”<br />
<br />
Al-Habib Thohir bin Umar Al-Hadad ra. mengatakan, “Semoga Allah mencurahkan kebahagiaan dan kelapangan, serta rezeki yang halal, banyak dan memudahkannya, bagi mereka yang hendak membaca karya-karya Al-Quthb Aqthob wal Ghouts Al-Habib Abdullah bin Alwy Al-Haddad ra.”<br />
<br />
Al-Habib Umar bin Zain bin Semith ra. mengatakan bahwa seseorang yang hidup sezaman dengan Al-Habib Abdullah Al-Haddad ra., bermukim di Mekkah, sehari setelah Al-Habib Abdullah Al-Haddad wafat, ia memberitahukan kepada sejumlah orang bahwa semalam beliau ra. sudah wafat. Ketika ditanya darimana ia mengetahuinya, ia menjawab, “Tiap hari, siang dan malam, saya melihat beliau selalu datang berthowaf mengitari Ka’bah (padahal beliau berada di Tarim, Hadhromaut). Hari ini saya tidak melihatnya lagi, karena itulah saya mengetahui bahwa beliau sudah wafat.”<br />
<br />
Karya-karyanya<br />
<br />
Beliau meninggalkan kepada umat Islam khazanah ilmu yang banyak, yang tidak ternilai, melalui kitab-kitab dan syair-syair karangan beliau. Antaranya ialah:<br />
<br />
1. An-Nashaa’ih Ad-Dinniyah Wal-Washaya Al-Imaniyah.<br />
2. Ad-Dakwah At Tammah.<br />
3. Risalah Al-Mudzakarah Ma’al-Ikhwan Wal-Muhibbin.<br />
4. Al Fushuul Al-Ilmiyah.<br />
5. Al-Hikam.<br />
6. Risalah Adab Sulukil-Murid.<br />
7. Sabilul Iddikar.<br />
8. Risalah Al-Mu’awanah.<br />
9. Ittihafus-Sa’il Bi-Ajwibatil-Masa’il.<br />
10. Ad-Durrul Manzhum Al-Jami’i Lil-Hikam Wal-Ulum.*</div>Kisah Teladanhttp://www.blogger.com/profile/13090302079117195686noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3043065539969445932.post-1154625409629111612011-01-28T02:10:00.000-08:002011-02-28T02:41:01.494-08:00Syekh Muhammad Bahauddin An Naqsabandy (717 - 791 H)<div style="text-align: justify;">Syekh Muhammad Bahauddin An Naqsabandiy Ra. Adalah seorang Wali Qutub yang masyhur hidup pada tahun 717-791 H di desa Qoshrul ‘Arifan, Bukhara, Rusia. Beliau adalah pendiri Thoriqoh Naqsyabandiyah sebuah thoriqoh yang sangat terkenal dengan pengikut sampai jutaan jama’ah dan tersebar sampai ke Indonesia hingga saat ini.<br />
<br />
Syekh Muhammmad Baba as Samasiy adalah guru pertama kali dari Syekh Muhammad Bahauddin Ra. yang telah mengetahui sebelumnya tentang akan lahirnya seseorang yang akan menjadi orang besar, yang mulia dan agung baik disisi Allah Swt. maupun dihadapan sesama manusia di desa Qoshrul Arifan yang tidak lain adalah Syekh Bahauddin.</div><div class="fullpost" style="text-align: justify;"><br />
Pada suatu saat, Syekh Muhammad Bahauddin Ra. melaksanakan sholat lail di Masjid. Dalam salah satu sujudnya hati beliau bergetar dengan getaran yang sangat menyejukkan sampai terasa hadir dihadapan Allah (tadhoru’). Saat itu beliau berdo’a, “Ya Allah berilah aku kekuatan untuk menerima bala’ dan cobaan mahabbbah (cinta kepada Allah)”. Setelah subuh, Syekh Muhammad Baba yang memang seorang waliyullah yang kasyaf (mengetahui yang ghoib dan yang akan terjadi) berkata kepada Syekh Bahauddin, “Sebaiknya kamu dalam berdo’a begini, “Ya Allah berilah aku apa saja yang Engkau ridloi”. Karena Allah tidak ridlo jika hamba-Nya terkena bala’ dan kalau memberi cobaan, maka juga memberi kekuatan dan memberikan kepahaman terhadap hikmahnya”. Sejak saat itu Syekh Bahauddin seringkali berdo’a sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Syekh Muhammad baba.<br />
<br />
Kemudian, beliau belajar kepada Sayyid Amir Kilal di desa Nasaf. Syekh Bahauddiin dididik pertama kali oleh Sayyid Amir Kilal dengan kholwat selama sepuluh hari, selanjutnya dzikir nafi itsbat dengan sirri. Setelah semua dijalankan dengan kesungguhan dan berhasil, kemudian beliau disuruh memantapkannnya lagi dengan pelajaran beberapa ilmu seperti, ilmu syariat, hadist-hadist dan akhlaqnya Rasulullah Saw. dan para sahabat.<br />
<br />
Toriqoh An Naqsyabandiy yang beliau nisbathkan itu sebenarnya jalur ke atas dari Syekh Muhammad Abdul Kholiq al Ghojdawaniy ke atasnya lagi dari Syekh Yusuf al Hamadaniy seorang Wali Qutub masyhur sebelum Syekh Abdul Qodir al Jailaniy.<br />
<br />
Berkata Afif ad Dikaroniy, “Pada suatu hari aku berziarah ke Syekh Muhammad Bahauddin Ra. Lalu ada orang yang menjelek-jelekkan beliau. Aku peringatkan, kamu jangan berkata jelek terhadap Syekh Muhammad Bahauddin Ra. dan jangan kurang tata kramanya kepada kekasih Allah. Dia tidak mau tunduk dengan peringatanku, lalu seketika itu ada serangga datang dan menyengat dia terus menerus. wallahu a’lam.<br />
<br />
Rodiyallah ‘anhu wa a’aada a‘lainaa min barokaatihi wa anwaarihi wa asroorihii wa ‘uluumihii wa akhlaaqihi allahuma amiin.</div>Kisah Teladanhttp://www.blogger.com/profile/13090302079117195686noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3043065539969445932.post-10235236657207973312011-01-28T02:08:00.000-08:002011-02-28T02:10:00.636-08:00Abdul Qadir Al Jailani (471 - 561 H)<div style="text-align: justify;">Syekh Abdur Qadir Jilany adalah adalah imam yang zuhud dari kalangan sufi. Nama lengkap beliau adalah Abdul Qadir bin Abi Sholih Abdulloh bin Janki Duwast bin Abi Abdillah bin Yahya bin Muhammad bin Daud bin Musa bin Abdillah bin Musa al-Hauzy bin Abdulloh al-mahdh bin Al-Hasan al-mutsanna bin al-Hasan bin Ali bin Abi Tholib Al-Jailani dinisbahkan ke sebuah tempat di dekat thobristan yaitu Jiil, atau Jilan atau Kilan</div><br />
<div style="text-align: justify;"> Beliau lahir tahun 471 H di Jailan. Di masa mudanya beliau pergi ke Baghdad dan belajar dari al-Qadhy Abi Sa’d al-Mukhorromy. Beliau pun banyak meriwayatkan hadits dari sejumlah ulama pada masa itu di antaranya; Abu Gholib al-Baqillany dan Abu Muhammad Ja’far as-Sirraj.<br />
</div><div class="fullpost" style="text-align: justify;">Syekh ‘Izuddin bin Abdissalam mengatakan: “Tidak ada seorangpun yang karamahnya diriwayatkan secara mutawatir kecuali Syekh Abdul Qadir Jiilany.” Syekh Nuruddin asy-Syathonufy al-Muqry mengarang sebuah buku yang menjelaskan tentang sirah dan karamah beliau dalam 3 jilid, dalam buku tersebut dikumpulkan semua berita yang berkaitan dengan syekh baik itu berita yang benar, palsu maupun hanya cerita rekaan. wallahu a’lam.<br />
<br />
Di antara cerita yang terdapat dalam buku tersebut adalah sebuah kisah yang diriwayatkan dari Musa bin Syekh Abdul Qadir al-Jilany ia berkata: Aku mendengar ayahku bercerita: Pada suatu waktu, ketika aku sedang berada dalam perjalanan di sebuah gurun. Berhari-hari lamanya aku tidak menemukan air, dan aku sangat kehausan. Tiba-tiba ada awan yang melindungiku dan turun darinya setetes air kemudian aku meminumnya dan hilang rasa dahagaku, kemudian aku melihat cahaya terang benderang, tiba-tiba ada suara memanggilku, “Wahai Abdul Qodir, Aku Rabbmu dan Aku telah halalkan segala yang haram kepadamu.” Maka Abdul Qodir berkata: “Pergilah wahai engkau Syetan terkutuk.” Tiba-tiba berubah menjadi gelap dan berasap, kemudian ada suara yang mengucapkan: “Wahai Abdul Qodir, engkau telah selamat dariku (syetan) dengan amalmu dan fiqihmu.” Demikian sedikit kisah tentang Abdul Qodir.<br />
<br />
Syekh Abdul Qadir memiliki 49 orang anak, 27 di antaranya adalah laki-laki. Beliaulah yang mendirikan tariqat al-Qadiriyah. Di antara tulisan beliau antara lain kitab<br />
<ul><li>Al-Fathu Ar-Rabbani,</li>
<li>Al-Ghunyah li Thalibi Thariq Al-Haq dan</li>
<li> Futuh Al-Ghaib.</li>
</ul>Beliau wafat pada tanggal 10 Rabi’ul Akhir tahun 561 H bertepatan dengan 1166 M pada saat usia beliau 90 tahun.<br />
Sumber: http://www.eramuslim.com/usm/dll/43c24182.htm</div>Kisah Teladanhttp://www.blogger.com/profile/13090302079117195686noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3043065539969445932.post-90317736586352676482011-01-28T02:01:00.000-08:002011-02-28T02:05:53.448-08:00Ibrahim bin Adham<div style="text-align: justify;">“Orang yang cinta Allah itu hilang, dalam melihat Allah hingga lenyap dirinya, dan dia tidak boleh membezakan yang mana penderitaan dan yang mana kesenangan.<br />
Diambil dari buku yang ditulis oleh Farid Al-Din Attar<br />
<br />
Ibrahim bin Adham (Bahagian 1)<br />
Abu Ishak Ibrahim bin Adham, lahir di Balkh dari keluarga bangsawan Arab di dalam sejarah sufi disebutkan sebagai seorang raja yang meninggalkan kerajaannya – sama dengan kisah Gautama Buddha – lalu mengembara ke arah Barat untuk menjalani hidup bersendirian yang sempurna sambil mencari nafkah melalui kerja kasar yang halal hingga ia meninggal dunia di negeria Persia kira-kira tahun 165H/782M. Beberapa sumber mengatakan bahawa Ibrahim terbunuh ketika mengikuti angkatan laut yang menyerang Bizantium. Taubatnya Ibrahim merupakan sebuat kisah yang unik dalam kehidupan kaum muslimin. <br />
<br />
Kisah mengenai diri Ibrahim bin Adham<br />
Ibrahim bin Adham adalah Raja Balkh dan memiliki daerah kekuasannya yang sangat luas. Ke mana pun ia pergi, empat puluh buah pedang emas dan empat puluh buat tongkat kebesaran emas diusing di depan dan di belakangnya. Pada suatu malam ketika ia tertidur di bilik istananya, atas bilik itu berderak-derik seolah-olah ada seseorang yang sedang berjalan di atas atap. Ibrahim terjaga dan berseru: “Siapakah itu?”<br />
“Sahabatmu. Untaku hilang dan aku sedang mencarinya di atas atap ini,” terdengar sebuah sahutan.<br />
“Bodoh, engkau handak mencari unta di atas atap?” seru Ibrahim.<br />
“Wahai manusia yang lalai,” suara itu menjawab. “Apakah engkau hendak mencari Allah dengan berpakaian sutera dan tidur di atas katil emas?” suara itu menjawab.<br />
Kata-kata itu sangat mengecutkan hati Ibrahim. Ia sangat gelisah dan tidak dapat meneruskan tidurnya. Ketika hari telah siang, Ibrahim pergi ke ruang tamu dan duduk di atas singgahsananya sambil berfikir-fikir, risau dan merasa amat bimbang. Para menteri berdiri di tempat masing-masing dan hamba-hamba telah berbaris sesuai dengan tingkatan mereka. Kemudian dimulakan pertemuan terbuka.<br />
Tiba-tiba seorang lelaki berwajah menakutkan masuk ke dalam ruang tamu itu. Wajahnya begitu menyeramkan sehingga tidak seorang pun di antara anggota-anggota mahupun hamba-hamba istana yang berani menanyakan namanya. Semua lidah menjadi kelu. Dengan tenang lelaki tersebut melangkah ke depan singgahsana.<br />
“Apakah yang engkau inginkan?” tanya Ibrahim.<br />
“Aku baru sahaja sampai ke tempat persinggahan ini,” jawab lelaki itu.<br />
“Ini bukan tempat persinggahan para kafilah. Ini adalah istanaku. Engkau sudah gila!” Ibrahim mengherdiknya.<br />
“Siapakah pemilik istana ini sebelum engkau?” tanya lelaki itu.<br />
“Ayahku!” jawab Ibrahim.<br />
“Dan sebelum ayahmu?”<br />
“Datukku!”<br />
“Dan sebelum datukmu?”<br />
“Ayah dari datukku!”<br />
“Dan sebelum dia?”<br />
“Datuk dari datukku!”<br />
“Ke manakah mereka sekarang ini?” tanya lelaki itu.<br />
“Mereka telah tiada. Mereka telah mati,” jawab Ibrahim.<br />
“Jika demikian, bukankah ini tempat persinggahan yang dimasuki oleh seseorang dan ditinggalkan oleh yang lainnya?”<br />
Setelah berkata demikian lelaki itu hilang. Sesungguhnya ia adalah Nabi Khidir as. Kegelisahan dan kerisauan hati Ibrahim semakin menjadi-jadi. Ia dihantui oleh bayang-bayangnya sendiri dan terdengar suara-suara di malam hari; kedua-duanya sama merisaukan. Akhirnya kerana tidak tahan lagi, pada suatu hari Ibrahim berkata: “Siapkan kudaku! Aku hendak pergi berburu. Aku tidak tahu apakah yang telah terjadi terhadap diriku sejak kebelakangan ini. Ya Allah, bilakah semua ini akan berakhir?<br />
Setelah kudanya disiapkan lalu ia berangkat pergi memburu. Kuda itu dipacunya melalui padang pasir, seolah-olah ia tidak sedar akan segala perbuatannya. Dalam kerisauan itu ia terpisah dari rombongannya. Tiba-tiba terdengar olehnya sebuah seruan: “Bangunlah!”<br />
Ibrahim pura-pura tidak mendengar seruan itu. Ia terus memacu kudanya. Untuk kali keduanya suara itu berseru kepadanya, namun Ibrahim tetap tidak mempedulikannya. Ketika suara itu berseru untuk kali ketiganya, Ibrahim semakin memacu kudanya. Akhirnya untuk kali keempat, suara itu berseru: “Bangunlah sebelum engkau kupukul!”<br />
Ibrahim tidak dapat mengendalikan dirinya. Di saat itu terlihat olehnya seekor rusa. Ibrahim hendak memburu rusa itu tetapi tiba-tiba binatang itu berkata kepadanya: “Aku disuruh untuk memburumu. Engkau tidak dapat menangkapku. Untuk inikah engkau diciptakan atau inikah yang diperintahkan kepadamu?”<br />
“Tuhan, apakah yang menghalang diriku ini?” seru Ibrahim. Ia memalingkan wajahnya dari rusa tersebut. Tetapi dari tali pelana kudanya terdengar suara yang menyerukan kata-kata yang serupa, Ibrahim kebingungan dan ketakutan. Seruan itu semakin jelas kerana Allah Yang Maha Berkuasa mahu menunaikan janji-Nya. Kemudian suara yang serupa berseru lagi dari bajunya. Akhirnya sempurnalah seruan Allah itu dan pintu syurga terbuka bagi Ibrahim. Keyakinan yang teguh telah tertanam di dalam dadanya. Ibrahim turun dari tunggangannya. Seluruh pakaian dan tubuh kudanya basah oleh cucuran air matanya. Dengan sepenuh hati Ibrahim bertaubat kepada Allah.<br />
Ketika Ibrahim menyimpang dari jalan raya, ia melihat seorang gembala yang memakai pakaian dan topi dibuat dari bulu kambing biri-biri. Pengembala itu sedang menggembalakan sekumpulan binatang. Setelah diamatinya ternyata si pengembala itu adalah hambanya yang sedang menggembalakan biri-biri kepunyaannya. Kepada pengembala itu Ibrahim menyerahkan pakaian yang bersulam emas, topinya yang bertatahkan batu permata dan biri-biri tersebut, sedang dari pengembala itu Ibrahim meminta pakaian dan topi dari bulu biri-biri yang sedang dipakainya. Ibrahim lalu memakai pakaian dan topi bulu milik pengembala itu dan semua malaikat menyaksikan perbuatannya itu dengan penuh kekaguman.<br />
“Betapa megah kerajaan yang diterima putera Adam ini,” malaikat-malaikat itu berkata. “Ia telah mencampakkan pakaian keduniaan yang kotor lalu menggantikannya dengan jubah kepapaan yang megah.”<br />
Dengan berjalan kaki, Ibrahim bermusafir melalui gunung-ganang dan padang pasir yang luas sambil menyesali segala dosa-dosa yang pernah dilakukannya. Akhirnya ia sampai di Merv. Di sini Ibrahim melihat seorang lelaki terjatuh dari sebuah jambatan. Pasti ia akan mati dihanyutkan oleh air sungai.<br />
“Dari jauh Ibrahim berseru: “Ya Allah, selamatkanlah dia!”<br />
Seketika itu juga tubuh lelaki itu berhenti di awang-awangan sehingga orang lain tiba dan menariknya ke atas. Dan dengan merasa hairan mereka memandang Ibrahim: “Manusia apakah itu?” seru mereka.<br />
Ibrahim meninggalkan tempat itu dan terus berjalan sampai ke Nishapur. Di kota Nishapur Ibrahim mencari sebuah tempat terpencil di mana ia dapat tekun mengabdikan diri kepada Allah. Akhirnya bertemulah ia dengan sebuah gua yang akan menjadi amat terkenal. Di dalam gua itulah Ibrahim menyendiri selama sembilan tahun, tiga tahun pada setiap ruang yang terdapat di dalamnya. Tidak seorang pun yang tahu apakah yang telah dilakukannya baik siang mahupun malam di dalam gua itu, kerana hanya seorang manusia yang luar biasa gagahnya yang sanggup bersendirian di dalam gua itu pada malam hari.<br />
Setiap hari Khamis, Ibrahim memanjat keluar dari gua tersebut untuk mencari kayu api. Keesokan paginya ia pergi ke Nishapur untuk menjual kayu-kayu itu. Setelah melakukan solat Jumaat ia pergi membeli roti dengan wang yang diperolehinya. Roti itu separuhnya diberikan kepada pengemis dan separuhnya lagi untuk membuka puasanya. Demikianlah yang dilakukannya setiap minggu.<br />
Pada suatu malam di musim salji, Ibrahim sedang berada di tempat beribadah. Malam itu udara sangat dingin dan untuk bersuci Ibrahim harus memecahkan ais. Sepanjang malam badannya menggigil namun ia tetap mengerjakan solat dan berdoa hingga fajar menyinsing. Ia hampir mati kediginan. Tiba-tiba ia teringat pada api. Di atas tanah dilihatnya ada sebuah kain bulu. Dengan kain bulu itu sebagai selimut ia pun tertidur. Setelah hari terang benderang barulah ia terjaga dan badannya terasa hangat. Tetapi ia segera sedar bahawa yang disangkanya sebagai kain bulu itu adalah seekor naga dengan biji mata berwarna merah darah. Ibrahim berdoa: “Ya Allah, Engkau telah mengirimkan mahkluk ini dalam bentuk yang halus, tetapi sekarang terlihatlah bentuk sebenarnya yang sangat mengerikan. Aku tidak kuat menyaksikannya.”<br />
Naga itu segera bergerak dan meninggalkan tempat itu setelah dua atau tiga kali bersujud di depan Ibrahim.<br />
<br />
Ibrahim bin Adham pergi ke Makkah<br />
Ketika kemasyhuran kealimannya tersebar luas, Ibrahim meninggalkan gua tersebut dan pergi ke Makkah. Di tengah perjalanan, Ibrahim berjumpa dengan tokoh besar agama yang mengajarkan kepadanya Nama Yang Teragung dari Allah dan setelah itu pergi meninggalkannya. Dengan Nama Yang Teragung itu Ibrahim menyeru Allah dan sesaat kemudiaan nampaklah olehnya Nabi Khidir as.<br />
“Ibrahim,” kata Nabi Khidir kepadanya. “Saudaraku Daud yang mengajarkan kepadamu Nama Yang Teragung itu.”<br />
Kemudian mereka berbincang-bincang mengenai berbagai masalah. Dengan izin Allah swt Nabi Khidir adalah manusia pertama yang telah menyelamatkan Ibrahim.<br />
Mengenai kisah selanjutnya, perjalanannya menuju ke Makkah Ibrahim menceritakan seperti berikut ini: “Setibanya di Zatul Iraq, kudapati seramai tujuh puluh orang yang berjubah kain perca bergelimpangan mati dan darah mengalir dari hidung dan telinga mereka. Aku berjalan di sekitar mayat-mayat tersebut, ternyata salah seorang di antaranya masih hidup.”<br />
“Anak muda, apakah yang telah terjadi?” Aku bertanya kepadanya.<br />
“Wahai anak adam,” jawabnya padaku. “Duduklah berhampiran air dan tempat solat, janganlah menjauhinya agar engkau tidak dihukum, tetapi jangan pula terlalu dekat agar engkau tidak celaka. Tidak seorang manusia pun bersikap terlampau berani di depan sultan. Takutilah Sahabat yang memukul dan memerangi para penziarah ke tanah suci seakan-akan mereka itu orang-orang kafir Yunani. Kami ini adalah rombongan sufi yang menembus padang pasir dengan berharap Allah dan berjanji tidak akan mengucapkan sepatah katapun di dalam perjalanan, tidak akan memikirkan apa pun kecuali Allah, sentiasa membayangkan Allah ketika berjalan mahupun istirehat, dan tidak peduli kepada segala sesuatu kecuali kepada-Nya.”<br />
Setelah kami mengharungi padang pasir dan sampai ke tempat di mana para penziarah harus mengenakan jubah putih, Khidir as datang menghampiri kami. Kami mengucapkan salam kepadanya dan Khidir membalas salam kami. Kami sangat gembira dan berkata: “Alhamdulillah, sesungguhnya perjalanan kita telah diredhai Allah, dan yang mencari telah mendapatkan yang dicari, kerana bukankah orang soleh sendiri telah datang untuk menyambut kita.” Tetapi saat itu juga berserulah sebuah suara dalam diri kami: “Kamu pendusta dan berpura-pura! Begitulah kata-kata dan janji kamu dahulu? Kamu lupa kepada-Ku dan memuliakan yang lain. Binasalah kamu! Aku tidak akan membuat perdamaian dengan kamu sebelum nyawa kamu Kucabut sebagai pembalasan dan sebelum darah kamu Kutumpahkan dengan pedang kemurkaan! Manusia-manusia yang engkau saksikan bergelimpangan di sini, semuanya adalah korban dari pembalasan itu. Wahai Ibrahim, berhati-hatilah engkau! Engkau pun mempunyai cita-cita yang sama. Berhati-hatilah atau pergilah jauh-jauh dari situ.?<br />
Aku sangat takut mendengar kisah itu. Aku bertanya kepadanya: “Tetapi mengapakah engkau tidak turut dibinasakan?”<br />
Kepadaku dikatakan: “Sahabat-sahabatmu telah matang sedang engkau masih mentah. Biarlah engkau hidup sesaat lagi dan akan menjadi matang. Setelah matang engkau pun akan menyusul mereka.”<br />
Setelah berkata demikian ia pun menghembuskan nafasnya yang terakhir.<br />
<br />
Ibrahim tiba di Makkah<br />
Empat belas tahun lamanya Ibrahim mengharungi padang pasir dan selama itu pula ia selalu berdoa dan merendahkan diri kepada Allah. Ketika hampir sampai ke kota Makkah, para sesepuh kota hendak menyambutnya.Ibrahim mendahului rombongannya agar tidak seorang pun dapat menyenali dirinya. Hamba-hamba yang mendahului para sesepuh tanah suci itu melihat Ibrahim, tetapi kerana belum pernah bertemu dengannya, mereka tidak mengenalinya. Setelah Ibrahim begitu dekat, para sesepuh itu berseru:” Ibrahim bin Adham hampir sampai. Para sesepuh tanah suci telah datang menyambutnya.”<br />
“Apakah kamu inginkan dari si bidaah itu?” tanya Ibrahim kepada mereka. Mereka langsung menangkap Ibrahim dan memukulnya.<br />
“Para sesepuh tanah suci sendiri datang menyambut Ibrahim tetapi engkau menyebutnya bidaah?” herdik mereka.<br />
“Ya, aku katakan bahawa dia adalah seorang bidaah,” Ibrahim mengulangi ucapannya.<br />
Ketika mereka meninggalkan dirinya, Ibrahim berkata pada dirinya sendiri: “Engkau pernah menginginkan agar para sesepuh itu datang menyambut kedatanganmu, bukankah telah engkau perolehi beberapa pukulan mereka? Alhamdulillah, telah kusaksikan betapa engkau telah memperoleh apa yang engkau inginkan!”<br />
Ibrahim menetap di kota Makkah. Ia selalu ditemani beberapa orang sahabat dan ia memperolehi nafkah sebagai tukang kayu.</div>Kisah Teladanhttp://www.blogger.com/profile/13090302079117195686noreply@blogger.com0